Akhir-akhir ini masyarakat
diharuskan lebih waspada dalam mengkonsumsi makanan. Banyak dijumpai makanan
pokok dan jajanan yang mengandung bahan beracun seperti formalin, boraks serta
bahan pewarna lainnya. Tahu contohnya, sebagai makanan yang diketahui kaya akan
protein dan digemari banyak kalangan, telah lama disinyalir mengandung pengawet
sejenis formalin. Tujuh puluh persen tahu yang beredar diduga mengandung
pengawet ini.
Penggunaan formalin sebagai
pengawet tahu sebenarnya sudah sejak lama terjadi, ini terlihat dari data hasil
survey tahun 1993 yang lalu menunjukkan bahwa di DKI Jakarta, 2 dari 7 pasar
swalayan (29%) dan 8 dari 14 pedagang di pasar tradisional (57%) menjual tahu
berformalin dengan kadar 1,25 sampai dengan 3,86 miligram per 100 gram tahu.
Formalin memang terbukti mampu
memperpanjang umur simpan tahu, seperti hasil penelitian Winarno (1978) yang
menyatakan bahwa perendaman tahu pada larutan formalin 2 % selama 3 menit saja,
terbukti mampu memperpanjang umur simpan tahu sampai 4-5 hari, sedangkan tahu
yang hanya direndam air hanya mampu bertahan selama 1-2 hari. Selain itu
formalin juga sangat membantu dalam mengenyalkan tahu. Contoh lain dari makanan
yang diawetkan memakai formalin adalah ikan laut segar, ikan asin, mie, baso,
hingga ayam potong.
kimia
formalin
Formalin sebenarnya adalah nama
dagang dari formaldehid (suatu zat kimia organik yang termasuk golongan
aldehid) yang terlarut di dalam air dengan kandungan 30-40 %, sedangkan zat
murninya berupa gas yang berbau tajam serta mudah menguap.
fungsi
formalin
Formalin biasanya dipakai sebagai
zat pengawet jenazah, pengawet spesimen biologi, serta antiseptik yang dapat
mensterilkan alat-alat kedokteran dan mampu membunuh mikroorganisme. Dalam
dunia industri, formalin dipakai dalam produksi cat kuku, serta membantu proses
reaksi kimia yang bisa membentuk polimer yang salah satu hasilnya menimbulkan
warna produk menjadi lebih muncul. Itu sebabnya formaldehid dipakai dalam
produksi plastik.
bahaya
formalin
Dari berbagai penelitian dapat
disimpulkan bahwa formalin tergolong sebagai senyawa karsinogen, yaitu senyawa
kimia yang dapat menyebabkan timbulnya kanker jika terakumulasi di dalam tubuh. Efek lain jika formalin masuk ke dalam
tubuh adalah terjadinya iritasi lambung dan kulit, keracunan, muntah, diare,
mematikan fungsi tubuh, kencing darah dan yang terburuk adalah kanker yang
biasanya berujung pada kematian. Padahal sudah menjadi kesepakatan umum di
kalangan para ahli pangan bahwa semua zat kimia yang terbukti bersifat
karsinogenik tidak boleh dipergunakan dalam makanan maupun minuman. Bahkan di
Amerika serikat, formalin telah dilarang dipakai sebagai pengawet makanan dan
minuman sejak 84 tahun yang lalu, dan prinsip ini sendiri dikenal dengan nama Delaney Clause.
formalin ada dimana-mana
Sebenarnya formalin ada
dimana-mana, seperti di udara yang kita hirup, asap pabrik, asap kendaraan
bermotor, asap rokok, bahkan air hujan pun mengandung formalin. Itu sebabnya
tanpa masuk melalui makanan atau minuman, formalin bisa saja ada dalam tubuh
kita, walaupun kadar formalinnya sangat
rendah dan bahkan kadar formalin yang rendah dalam darah sangat sukar untuk
dideteksi. Tetapi perlu diingat kekebalan tubuh manusia yang berbeda-beda menyebabkan
reaksi yang berbeda-beda pula terhadap kadar formalin terendah pun.
Menurut IPCS (International
Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas aman formalin dalam
tubuh kita adalah 1 mg per liter. Perlu diketahui, IPCS adalah nama lembaga
khusus dari 3 organisasi PBB yaitu ILO, UNEP dan WHO yang peduli pada
keselamatan penggunaan bahan-bahan kimiawi.
Temuan terbaru YLKI tentang sumber
masuknya formalin ke dalam tubuh manusia adalah melalui piranti makan plastik
yang terbuat dari melamin. Kadar formalin dalam alat makan ini sangat tinggi
bahkan bisa mencapai 4,76 hingga 9,22 mg/liter, dan jelas sekali ini sangat
berbahaya.
melamin
mengandung formalin
YLKI mengatakan bahwa alat melamin
ini sangat berbahaya jika dipakai pada makanan atau minuman panas, karena
formalinnya dikhawatirkan dapat ikut larut atau menempel pada makanan atau
minuman tersebut yang akhirnya menumpuk di dalam tubuh kita. Apalagi sekarang
ini melamin begitu menjamur dimana-mana, dari pasar swalayan hingga pasar
tradisional dan bahkan sampai diobralan yang menjual melamin secara kiloan
dengan harga yang miring.
Sungguh sangat memprihatinkan, zat
kimia beracun ini pun begitu mudah didapat. Dengan harga 15 ribu perliter,
formalin dapat dibeli siapa saja, entah itu untuk keperluan pengawet makanan
atau minuman, industri, pembuatan melamin ataupun untuk produksi lainnya.
Padahal berbagai peraturan penggunaan formalin telah diturunkan, seperti
pelarangan penggunaan formalin untuk makanan dan minuman pada peraturan menteri
kesehatan RI no.722/Menkes/Per/IX/88, peraturan Menkes no.1168 tahun 1999 serta
Undang-undang no.7/1996 tentang perlindungan pangan. Tetapi lagi-lagi jaminan
makanan bebas formalin tidak pernah jelas, walaupun BPOM (Badan Pengawasan Obat
dan Makanan) telah meminta Departemen Perdagangan untuk meregulasi tata
niaga import bahan kimia hingga
pendistribusiannya.
Kini disaat semua serba tidak
jelas, kehati-hatian dalam memilih dan mengkonsumsi makanan ataupun alat-alat
makan sangat dibutuhkan, karena sangat tidak bijaksana jika dilakukan
pelarangan pemakaian formalin, sebab bagaimanapun dunia industri memerlukan
formalin.
Memilih makanan dengan cermat
serta mamakai piranti melamin untuk makanan atau minuman dingin rasanya
merupakan cara untuk meminimalkan masuknya formalin kedalam tubuh, sehingga
diharapkan kita dapat terbebas dari efek dan bahaya formalin.
Dimuat di HU Pikiran Rakyat, Januari 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)