Negara Indonesia
memang tidak semaju negara Amerika, sehingga masalah yang timbul tidak
sekompleks negara tersebut. Akan tetapi, untuk masalah kesehatan, Indonesia
juga tak kalah dengan negara maju termasuk masalah obesitas. Secara kuantitas
masalah obesitas ini tidak terlalu kentara, namun cukup merepotkan terutama
untuk kalangan tertentu.
Masalah obesitas atau penyakit
kelebihan berat badan atau kegemukan biasanya kita kenal disebabkan karena
konsumsi makanan berlebih, kurang olah raga bahkan mungkin karena faktor
genetis (turunan).
Di Amerika, obesitas menjadi
penyebab kematian bagi 5 dari 10 kematian. Sedangkan di Indonesia, terutama di
kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Bali, 10 dari 100 penduduk
menderita obesitas. Dan bukan hal baru lagi bila kita tahu bahwa obesitas
menjadi pemicu penyakit-penyakit lain seperti jantung, artritis, diabetes serta
tekanan darah tinggi.
Secara normal, gen yang berperan
dalam obesitas baru ditemukan dua macam, yaitu gen ob (obesity) yang
memproduksi leptin, serta gen db (diabetic) yang memproduksi reseptor
leptin. Leptin sendiri dihasilkan dari sel-sel lemak yang diedarkan melalui
perderan darah. Ketika leptin mengikat reseptor leptin otak terjadilah proses penghambatan
pengeluaran neuropeptida Y, dimana neuropeptida Y memberi efek
meningkatkan nafsu makan. Konsekuensi logisnya, jika tak ada leptin maka nafsu
makan mejadi tidak terkontrol.
Kondisi demikian akhirnya mengilhami
dunia kedokteran untuk melakukan terapi suntik leptin guna menghindari gejala
obesitas, yang juga menjadi alternatif dalam upaya menjaga kelangsingan tubuh. Sejumlah teknik pemroduksian leptin
secara besar-besaran pun dilakukan, yang salah satunya dengan cara kloning gen
leptin terhadap bakteri E. coli.
Percobaan
terhadap tikus yang disuntik gen leptin menunjukkan adanya berat badan selama
diberikan terapi. Namun pun begitu, tidak semua tikus dan manusia memberikan
hasil yang sama. Hal ini menjadi tanda tanya besar, yang membuat banyak ahli
berpikir tentang adanya faktor lain yang menyebabkan obesitas.
Di
Amerika, para dokter dan ilmuwan berpikir keras akan hal ini. Dan yang tengah
menjadi pembicaraan hangat yaitu temuan tentang adanya virus yang dapat
menginfeksi lemak yang akhirnya mengakibatkan obesitas.
Dr.
Richard Atkinson, seorang dokter peneliti virus lemak dari Universitas
Wisconsin, Madison, mengatakan bahwa temuan ini tidaklah terlalu mengherankan,
karena kita tahu bahwa virus bisa menyebabkan penyakit apapun seperti penyakit
jantung, diabetes, bahkan gangguan saraf. Atkinson juga menambahkan, ada
sekitar 36 virus yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang
sebagian virus itu juga mnyebabkan masalah pencernaan, serta peradangan otak.
Hal
serupa juga diamini Dr. Nikhil Dhurandar yang juga dari Universitas yang sama.
Mereka menyatakan bahwa virus ini dapat mengakibatkan penumpukan lemak dalam
tubuh. Mereka juga menambahkan bahwa virus ini pertama kali ditemukan pada
ayam. Ayam yang terinfeksi virus ini lebih gemuk dibandingkan dengan ayam yang
tidak terinfeksi.
Kadar
kolesterol serta trigliserid darah ayam yang terinfeksi lebih rendah
dibandingkan dengan ayam normal. Padahal biasanya orang yang gemuk cenderung
memiliki kadar kolesterol dan trigliserid yang tinggi dibandingkan dengan orang
normal. Hal ini kemungkinan terjadi karena saat infekasi terjadi, virus ini
menyebar ke dalam darah dan sel-sel lemak yang kemudian memacu sel-sel lemak
untuk mengambil kolesterol dan trigliserid dari darah. Penemuan isu ini telah diublikasikan
dalam International Journal of Obesity.
Hasil
yang didapat dari penyuntikan virus ini terhadap ayam, tikus dan monyet
menunjukkan peningkatan lemak dalam tubuh berkisar 50-100 % dengan hewan normal
serta dengan porsi makanan yang sama.
Virus
penginfeksi lemak ini berasal dari golongan adenovirus-36. Ada sekitar 50 jenis
adenovirus yang lebih dulu ditemukan para ahli dan menginfeksi manusia, dan
diantaranya menjadi penyebab penyakit influensa, diare hingga radang otak.
Adenovirus biasanya ditularkan melalui udara, kontak langsung, bahkan lewat
air.
Dokter
Atkinson menambahkan bahwa virus lemak ini semenular flu biasa dari seorang
yang terinfeksi ke orang yang tidak terinfeksi, akan tetapi mekanisme
penularannya masih dalam penelitian lebih lanjut. Kecenderungannya, virus ini
banyak menyerang orang yang gemuk. Tetapi disini bukan berarti orang kurus
tidak dapat terinfeksi virus ini. Pola makan yang tepat, dengan gizi seimbang,
serta banyak olah raga dan istirahat cukup, tetap menjadi jurus jitu guna
mencegah infeksi virus ini, imbuhnya.
Sejumlah
teknik laboratorium dalam pendeteksian virus ini tengah banyak dikembangkan dan
populer di Amerika. Setiap orang menjadi penasaran akan terinfeksi-tidaknya
tubuh mereka oleh virus ini. Mulai dari klinik sederhana, moderen bahkan hingga
tes infeksi virus melalui internet, menjadi sasaran orang Amerika dalam
memenuhi keinginyahuan ini. Sayang sekali di indonesia teknik pendeteksian ini
belum ada.
Dalam
Washington Post edisi Agustus 2004 tersurat, Asosiasi Obesitas Amerika
melaporkan tentang teknik laboratorium pendeteksian virus lemak ini. Banyak
orang yang terinfeksi virus ini tidak menyadari adanya infeksi ini sampai
dilakukan tes laboratorium, karena sekali lagi, infeksi virus lemak ini tidak
menimbulkan gejala klinis yang spesifik, sehingga hal ini masih dalam
penelitian para dokter Amerika.
Dimuat di HU Pukuran Rakyat, Januari 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)