Kita
tentu sudah tak asing lagi dengan Romy Rafael atau Uya Kuya. Ya, dua pesohor
negeri kita tersebut adalah pelaku dunia entertainment yang menggunakan dasar ilmu
hipnotis. Berkat mereka pula, masyarakat kita mengenal hipnotis secara lebih
jauh.
Dulu, ilmu hypnosis dianggap sebagai
metode supranatural atau magik. Hal ini tentu saja berkaitan dengan terbawanya
suyet (pasien hypnosis) ke dalam keadaan yang disuruh sang guru hypnosis. Belum
lagi suyet seringkali menjawab dan melakukan hal-hal yang mustahil dilakukan
saat mereka sadar.
Akan tetapi, penemuan alat yang
mampu menggambarkan gelombang otak, yaitu electroencephalogram mematahkan teori
hypnosis sebagai bagian dari magic ini. Ya, gelombang otak yang dominan saat
orang terhipnotis adalah Alpha dan Theta. Padahal ketika sadar normal,
gelombang otak dari manusia berada pada gelombang beta. Sejak saat itulah, ilmu
hypnosis diterima sebagai ilmu yang berdasarkan pada hal-hal yang ilmiah.
Manusia berpikir dan bertindak
berlandaskan pikiran. Dan pikiran itu terbagi menjadi 2 jenis, yaitu pikiran
sadar (Conscious Mind) dan pikiran
bawah sadar (Sub-Conscious Mind). Pikiran sadar dikendalikan oleh otak
kiri. Otak ini mempunyai peran dalam melakukan analisa, dan
pertimbangan-pertimbangan rasional. Adapun pikiran bawah sadar dikendalikan
oleh sisi otak bagian kanan. Otak bagian ini mempunyai peran dalam
mengakumulasi berbagai pemahaman, penalaran, pengalaman, bahkan penularan
(induksi dari pihak lain) sejak mulai kita lahir sampai dengan hari ini.
Otak kanan mendominasi perasaan dan
emosi. Oleh karena itu, otak kanan seringkali tidak mengenal baik dan buruk
ataupun salah dan benar. Jadi apapun sugesti yang diberikan, otak kanan akan
menyimpannya sebagai memori tanpa memilah-milah. Berbeda dengan otak kiri yang
selalu berpijak kepada kerasionalan dan penuh pertimbangan.
Apa
itu hipnotis?
Hipnotis
mempunyai arti yang beranekaragam. Salah satunya, hipnotis bisa diartikan
sebagai interaksi kooperatif antara seorang penghipnotis dengan pasiennya. Interaksi
terjadi setelah adanya inisiasi suara, pandangan, benda, atau musik dari ahli
hipnotis kepada pasiennya. Dalam
kondisi terhipnotis, orang dapat menjawab pertanyaan yang diajukan serta
menerima sugesti dengan tanpa perlawanan. Pada kondisi terhipnotis juga, orang
bisa mempunyai tingkat sugestibilitas (daya terima saran) yang sangat tinggi.
Ketika mendengar kata hipnotis, apa
yang sebenarnya kita bayangkan? Kebanyakan dari kita pasti langsung teringat
pada kasus-kasus penipuan, perkosaan, hingga perampokan. Hal ini tentu saja
demikian, karena selama ini banyak sekali para ahli hipnotis yang menggunakan
ilmunya untuk hal-hal yang tidak baik.
Menurut John Kihlstrom (1987), para
ahli hipnotis tidaklah menghipnotis secara individual. Lebih dari itu, para
ahli hipnotis bisa menjadi tutor yang mampu membuat seseorang terhipnotis. Itu
sebabnya hipnotis lebih tepat didefinisikan sebagai keadaan yang dicirikan
dengan adanya perhatian yang terfokus, tingkat sugestibilitas serta daya
fantasi yang sangat tinggi.
Efek yang dihasilkan dari hipnotis bisa
beraneka ragam. Semua tergantung kepada tiap-tiap individu. Beberapa orang yang
pernah terhipnotis dan dihipnotis mengatakan bahwa mereka merasakan sensasi
bebas dan brelaksasi yang ekstrem selama dalam fase hipnotis. Sementara
sebagian yang lain merasakan kehilangan kesadaran hingga mampu berbuat dan
berkata apapun sesuai dengan perintah orang yang menghipnotis.
Percobaan yang dilakukan Ernest
Hilgard (1977) menunjukan bagaimana hipnotis bisa digunakan secara dramatis. Prosesnya
sederhana, setelah dia menghipnotis pasiennya, dia lalu menginstruksikan sang
pasien untuk memasukkan tangannya ke dalam air dingin (air es) selama beberapa
saat. Dalam keadaan terhipnotis, sang pasien tidaklah merasakan kesakitan.
Berbeda jauh jika pasien tersebut tidak dihipnotis terlebih dahulu.
Contoh penggunaan hipnotis
Di zaman yang serba canggih seperti
sekarang ini, ternyata hipnotis masih menjadi favorit. Bahkan, ilmu hipnotis
banyak dipakai dalam berbagai macam aplikasi, terutama terapi dalam bidang
kesehatan. Misalnya saja sebagai salah satu bagian terapi penyakit kronis
(misalnya rheumatoid arthritis); alternatif cara dalam proses melahirkan (agar
tidak terlalu sakit); terapi pengurangan gejala demensia (pikun); terapi dalam
penyembuhan gejala penyakit ADHD (Attension
Deficit Hyperactivity Dissorder); terapi pengurangan gejala-gejala mual dan
muntah pasien kanker pasca kemoterapi; mengontrol rasa sakit saat melakukan
proses pencabutan/perlakuan terhadap gigi; serta berbagai macam terapi lainnya.
Siapa saja yang bisa dihipnotis?
Banyak orang merasa yakin bahwa
dirinya tidak bisa dihipnotis. Padahal menurut para peneliti dinyatakan bahwa
sebagian besar orang yang ada di dunia ini bisa dihipnotis melebihi keyakinan
mereka masing-masing. Hasil yang didapat para peneliti itu adalah 15% orang
sangat mudah dihipnotis; anak-anak lebih mudah lagi untuk dihipnotis; rata-rata
10% dari orang dewasa agak susah dihipnotis; dan sisanya adalah orang-orang yang
sangat mudah menerima fantasi dan ini tentu saja sangat mudah untuk dihpnotis.
Jika Anda ingin dihipnotis, bukalah pikiran Anda. Para peneliti mengatakan juga
bahwa orang yang berpikiran positif tentang hipnotis akan terhipnotis secara
baik daripada orang-orang yang skeptis dan berpikiran negatif terhadap
hipnotis.
Mitos-mitos seputar hipnotis
Dalam
dunia hipnotis banyak sekali mitos-mitos beredar dan banyak dipercaya. Di
antaranya adalah mitos mengenai keadaan yang tidak diingatnya kejadian saat
dihipnotis manakala pasien sudah sadar dari pengaruh hipnotis. Mitos ini tidak
sepenuhnya benar. Walaupun pasien melakukan berbagai hal saat dihipnotis dalam
keadaan tidak sadar dan memberikan efek yang besar, dia masih bisa
mengingatnya. Di sini, hipnotis berbeda dengan amnesia.
Mitos-mitos
hipnotis berikutnya adalah bahwa hipnotis bisa membuat orang yang ditipu melalu
hipnotis mampu mengingat pelaku. Hal ini tidaklah benar karena menurut
penelitian ternyata hipnotis bisa menggiring pada daya ingat yang tidak akurat
(palsu).
Hipnotis juga dipercaya mampu
membuat sesorang menjadi sangat luar biasa. Mitos ini juga tidak sepenuhnya
benar. Misalnya saja seorang atlet yang ingin menambah kemampuannya kemudian
berlatih dengan menggunakan hipnotis. Usaha ini tidak akan banyak berhasil jika
tanpa diiringi dengan latihan. Meskipun ada perubahan, hipnotis tidak akan bisa
membuat seseorang berubah secara drastis.
Dimuat di HU Pikiran Rakyat, Juli 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)