Narsis Nan Kronis

Bakat narsis sepertinya sudah mendarah daging (bahkan menulang) di tubuh aku. Buktinya, setiap nemu kamera atau nyium gelagat yang berbau blitz, aku pasti siap sedia masang tampang sekece mungkin.

Bakat narsis sebenernya sudah ada sejak kecil. Tapi, berhubung zaman baheula emak-bapakku ga punya kamera, bukti-bukti sejarah kenarsisan itu pun tak pernah ada. Gejala narsis mulai aku rasain sejak di bangku kuliah. Teman-teman se-geng-ku yang ternyata narsis lebih dulu, mampu menggali potensiku yang sekian lama terpendam.

Semakin hari semakin narsis saja. Itu pujian   a.k.a umpatan yang senantiasa terlontar dari mulut teteh, aa, dan juga adikku. Tapi, ya namanya juga udah bawaan sejak orok, mau disindir apalagi dipuji si narsis tetep aja bersemayam dalam sanubari.



Setali tiga uang dengan sodara-sodaraku dulu, kini suami dan anak-anakku ternyata begitu. Mereka doyan banget muji eh ngritik kenarsisanku. Mereka bilang, umi centil. Waduh! Narsis itu beda jauh   (atau) tipis (?) dengan centil. Narsis itu artinya kita bangga dengan apa yang sudah dianugerahkan Tuhan. Sedangkan centil, ya begitu deh! Wakakakak...

Dan ini dia beberapa bukti dari kenarsisan itu. Mau makan aja minta difotoin anak. Walopun dia sempet nolak, dengan ancaman dipotong uang jajan, akhirnya berhasil deh moto emaknya. Oh ya, narsis sebelum makan ada manfaatnya, lho! Lha waktu bikin foto ini, mie ayam yang aku makan jadi rasa ramen. Hihi, emang enakan mana? :D

 *Narsis sebelum makan*

Nah kalo foto yang ini, hasil maksa-maksa suami untuk motoin waktu di Dufan. Ya, mumpung anak-anak lagi anteng naek komidi putar. :D

*Narsis saat nungguin anak-anak*

Terakhir, yang paling parah  adalah saat sedang rapat orang tua murid. Walah! Hihihi, bukannya nyimak Bu Kepsek, lha ini malah sibuk mose. Xixixixi....

 *Narsis saat rapat POM*

Baiklah Una cantik, sekian celoteh dari emak narsis kronis. Pengennya sih panjang. Tapi takut banyak yang mual. Una ga muntah, kan? Hehehe.....

"Postingan ini diikutsertakan di Narsisis-Artistik Giveaway."