Kita mengenal kaviar dan white
truffles sebagai makanan termahal di dunia. Selain karena rasa dan
ketersediaannya yang langka, dua jenis makanan ini dipercaya merupakan simbol prestige. Saatnya kita mengenal satu
lagi makanan mahal lainnya, dialah Saffron, bumbu khas yang per kilogramnya
bisa mencapai US $ 11000 atau sekitar Rp. 99 000 000.
makanan
ber-saffron
Tak seperti makanan mahal lainnya yang bisa langsung dimakan, Saffron harus ditambahkan pada resep makanan
tertentu karena memang saffron merupakan
bumbu. Masakan yang memakai bumbu saffron
antara lain French Bouillabaisse, Italian Risotto Milanese, English saffron Cakes, Indian Biryani dan
makanan impor lainnya. Selain dipakai
sebagai bumbu, sejak dahulu kala, saffron
biasa dipakai sebagai obat sedangkan dalam dunia industri sekarang ini, saffron banyak dipakai sebagai pewarna
makanan, seperti pewarna permen, dan pewarna minuman keras.
Crocus sativus
Saffron sebenarnya berasal
dari tangkai sari (stigma) bunga Crocus
sativus. Bunga yang memiliki family
Iridaceae ini, dipanen dengan cara dipetik manual memakai tangan. Dalam
setiap bunga Crocus sativus terdapat
3 tangkai sari. Tangkai sari yang didapat kemudian mengalami proses penjemuran
hingga kadar airnya turun, setelah itu, tangkai sari kering bisa disimpan
langsung atau bisa digerus halus dan dikemas rapat dalam kertas aluminium atau
toples serta disimpan di tempat sejuk dan tidak terkena sinar matahari. Penyimpanan
serbuk saffron ini sangat memegang
peranan, karena semakin rapih dan teliti, maka rasa dan aroma saffron akan terjaga.
Menurut beberapa
sumber, Saffron berasal dari daratan Asia,
tepatnya Persia
(Iran),
akan tetapi bibitnya dikembangkan di
Eropa, yakni di Yunani. Kata saffron sendiri,
berasal dari bahasa Perancis kuno abad ke-12, safran dan merupakan turunan kata safranum dari bahasa Latin. Safranum
ini juga dekat dengan bahasa Itali Zafferano
dan bahasa Spanyol azafran. Safranum ini juga berasal dari bahasa
Arab, ashfar yang berarti kuning dan mirip
dengan kata za’faran yang berarti
bumbu.
Di alam bebas, bunga
Crocus sativus hidup sebagai tumbuhan
yang tetap hijau sekalipun dalam musim gugur. Dan di daerah timur mediterania, bunga
yang tumbuh adalah spesies asli, Crocus
cartwrightianus. Spesies liar ini kemudian direkayasa menjadi mutan triploid steril oleh ahli biologi, dimana bagian stigmanya
mengalami pemanjangan, dan jadilah spesies penghasil saffron sekarang ini,
yaitu Crocus sativus
Di bulan Oktober,
setelah bunga-bunga lain membentuk biji, bunga Crocus sativus mulai mengeluarkan warna bunga yang cukup tajam,
dari pastel terang, ungu terang, lembayung hingga warna yang gelap.
Crocus sativus tumbuh di tempat gersang,
dan semi gersang, tetapi toleran terhadap musim salju hingga sedingin -10oC
(14o F). Crocus sativus tumbuh
paling baik pada tempat dimana sinar matahari kuat, dan langsung.
Sekitar 150 tangkai bunga Crocus
sativus menghasilkan 1 gram saffron kering.
Untuk memproduksi 12 gram saffron
kering diperlukan 72 gram stigma segar (saffron
basah). Rata-ratanya, dari 1 tangkai bunga segar menghasilkan 0,03 gram saffron basah (segar), dan bila
dikeringkan menjadi 0,007 gram saffron
kering. Jadi untuk mendapat saffron sebanyak
1 ons, diperlukan bunga Crocus sativus sekitar 4500 tangkai. Hal
ini menjadi salah satu sebab mengapa Saffron
menjadi begitu mahal.
negara
penghasil saffron
Setiap tahunnya, dihasilkan sekitar 300 ton saffron kering di seluruh penjuru dunia. Iran, Spanyol, India,
Yunani, Azerbaijan, Maroko, dan Itali
adalah negara-negara penghasil saffron
terbesar.
Saffron Spanyol dikenal karena kelembutannya, dan biasa disebut
sebagai Spanish superior and crème.
Sedangkan saffron Itali lebih
potensial, dimana ada salah satu jenis saffron
yang dikenal sebagai The Aquilla, dan
diakui banyak pihak sebagai saffron premium.
Kemudian saffron Khasmir dikenal
karena warnanya yang berwarna merah keunguan dan termasuk kepada saffron berwarna gelap yang bersugesti
pada kuatnya rasa, aroma serta efek pewarnaan. Walaupun demikian pada
kenyataannya, saffron Yunani, Iran
dan India
lebih dicari karena keasliannya.
ISO
3632
Berdasarkan penelitian laboratorium, karakter warna saffron (crocin), rasa (picrocrocin), dan
aroma (safranal) dapat menjadi acuan
dalam penentuan kualitas saffron.
Pengukurannya dilakukan berdasarkan standard intensitas zat yang ada dalam
larutan saffron (serbuk saffron yang diberi larutan tertentu).
Standard ini menjadi baku,
dan ekslusif untuk pengukuran kualitas saffron,
yang disebut sebagai ISO 3632. Dengan metode spektrofotometri, saffron digolongkan kepada 4 kelompok
kualitas, yakni, IV (kualitas rendah), III, II, dan I (kualitas terbaik).
Kualitas terrendah mempunyai nilai absorbansi dibawah 80 (kelas IV), sedangkan
kelas terbaik nilai absorbansinya diatas 190 (kelas I). Selama ini, nilai
absorbansi tertinggi yang pernah dicapai adalah sebesar 250 untuk saffron terbaik yang berwarna merah
marun gelap.
Hasil lab tersebut banyak diragukan para pedagang dan pembeli saffron. Mereka lebih percaya kepada cara
lama yakni menggunakan aroma, rasa dan warna sebagai acuan dalam pengelompokan
kualitas saffron.
Banyak para ahli seni menggambarkan aroma saffron itu mengingatkan mereka pada madu berlogam dengan sedikit
aroma rumput/jerami, tetapi sebagian dari mereka ada yang menyebut saffron itu beraroma pahit.
DImuat di HU Pikiran Rakyat, 2008
Angka 99.000.000 per kilo berhasil membuat mata saya terbelalak mak :p hihi
BalasHapusDahsyat ya, kaya apa rasanya tuh mak..