Ya
benar! Di tahun 2006 lalu, Itali yang sukses menjadi juara di ajang piala dunia
setelah mengalahkan Perancis melalui adu penalti dengan skor 5-3 ini ternyata
mempunyai senjata rahasia. Senjata rahasia ini berupa pelatihnya yang tak hanya
mengandalkan Marcello Lippi. Namanya adalah Neurofeedback.
Jika Marcello Lippi melatih skuad azzurri
di lapangan hijau, maka pelatih yang bernama neurofeedback ini melatih para pemain di dalam ruangan. Lho?
Ya, neurofeedback yang dipakai dan
dikembangkan di Montreal ini melatih para pemain Itali selama berbulan-bulan
sebelum ajang piala dunia 2006 dilangsungkan. Tercatat bahwa 4 dari total semua
pemain dilatih dengan neurofeedback secara intensif. Mereka adalah Alessandro
Nesta, Alberto Gilardino, Andrea Pirlo, dan Gennaro Gattuso. Adapun trainer mereka dalam neurofeedback
adalah Bruno De Michelis, sang kepala Sains-Ilmu Pengetahuan AC Milan.
Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk meningkatkan daya focus, daya
konsentrasi, serta mengoptimalkan kemampuan mereka di lapangan hijau.
Apa sebenarnya
neurofeedback itu?
Neurofeedback adalah suatu proses terapi pelatihan otak
secara langsung. Terapi ini bertujuan untuk melatih otak agar dapat
meningkatkan kemampuannya dalam mengatur semua kerja fungsi tubuh dengan
efisien.
Prinsip
dari neurofeedback adalah membaca
kemampuan otak kemudian menuntun anak atau pasien agar bisa berprestasi
sebaik-baiknya. Singkatnya, terapi neurofeedback
meluruskan dan mengembalikan fungsi dan aktivitas otak yang error kepada
fungsi dan akitivitas yang seharusnya. Setiap kali otak berhasil meningkatkan
kerjanya, ‘pelatih’ ini akan memberi umpan balik atau feedback terhadap otak yang disebut sebagai rewards
atau bonus.
EEG neurofeedback merupakan suatu aplikasi neurofeedback
yang mengukur gelombang aktivitas dari otak. Proses EEG neurofeedback dilakukan
dengan cara menempelkan elektroda pada kulit kepala di bagian tertentu sesuai
dengan kriteria terapi yang akan dilakukan. Gelombang otak yang keluar dan
terdeteksi oleh elektroda akan dikirimkan ke komputer untuk dianalisa dengan
database dari aktivitas orang seumur. Jika gelombang aktivitas sesuai dengan
database maka akan diberikan input (feedback)
atau reward. Reward ini berupa suara yang didengar melalui telinga. Reward ini
sebenarnya adalah rangsangan bagi otak untuk melakukan proses optimalisasi pada
area yang ditandai dengan elektroda.
Dalam grafik
rekaman frekuensi gelombang otak pada komputer, bisa dibaca aktivitas otak pada
saat itu. Misalnya saja gelombang beta (gelombang otak yang keluar pada
saat otak aktif berpikir), gelombang alpha (gelombang otak yang keluar
pada saat otak dalam keadaan lebih rileks), gelombang tetha (gelombang yang keluar pada saat otak sangat
tenang dan penuh dengan ide spontan), dan gelombang delta (gelombang
yang keluar pada saat masuk fase tidur pulas disertai mimpi).
Pada EEG neurofeedback
juga dapat dilihat gelombang otak yang error. Misalnya saja hubungan sel
saraf yang over connected yang menjadi penyebab berbagai macam gejala penyakit
dan kelainan. Misalnya saja seperti obsessive compulsive behavior dan stress.
Pada kasus sel
saraf yang over connected, gelombang otak yang error tadi akan tertangkap alat penguat (amplifier)
dan diperlihatkan lewat layar monitor komputer dalam bentuk gambar disertai
suara. Kemudian, feedback akan
diberikan terhadap bagian otak yang error.
Feedback ini akan menuntun dan melatih
otak untuk beraktivitas ke arah normal. Dengan begitu, gejala yang dialami
pasien akan semakin berkurang.
Untuk apa neurofeedback?
Adalah seorang ahli neurofeedback, Dr Joseph Guan MM Ed, PhD, doktor dalam bidang pendidikan
dari University of Tulsa, Oklahoma, USA, yang juga ahli Neuro-Linguistic
Programming sekaligus direktur klinik Brain
Enhancement Center (BEC) di Singapura mengatakan bahwa neurofeedback merupakan
suatu terapi yang mampu mengatasi berbagai macam kelainan dan keluhan seperti Attention/deficit/hyperactivity (ADD/ADHD), Sindrom
Asperger, depresi, autisme, epilepsy, disleksia, insomnia, susah belajar, keterlambatan
perkembangan, gangguan otak akibat kecelakaan, dan pikun. Tak hanya itu, orang
yang sembuh dari stroke pun dapat dibantu dengan neurofeedback dalam hal
pemulihan fungsi kognitif dan pergerakan fisiknya.
Selain mengatasi berbagai keluhan, kelainan,
dan gejala dari suatu penyakit, masih menurut Dr. Guan, neurofeedback juga banyak
digunakan sebagai pengoptimal produktivitas. Misalnya saja beberapa waktu yang
lalu, para eksekutif dari 500 perusahaan tertinggi versi majalah Fortune, para
pegolf professional dari turnamen PGA, tim Olimpiade, para astronot NASA,
musisi dari Imperial College, hingga tim sepakbola Itali untuk piala dunia
menggunakan neurofeedback sebagai bagian dari strategi untuk menambah prestasi
dan mempertajam fokus otak. Bahkan klinik BEC milik Dr. Guan banyak didatangi
para siswa sekolah lanjutan saat mendekati ujian nasional. Tujuannya tentu saja
adalah untuk menambah fokus otak sehingga mampu melewati ujian seperti yang
diharapkan. Dan ternyata, strategi itu berhasil.
Neurofeedback di Indonesia
Manfaat neurofeedback sudah banyak dirasakan
banyak kalangan di berbagai belahan dunia sejak lama. Tak hanya bagi anak-anak
yang berkebutuhan khusus (seperti penderita epilepsy, autisme, ADD/ADHD, atau
yang lainnya) tetapi juga bagi orang-orang normal untuk meningkatkan prestasi
belajar dan prestasi kerja. Meskipun terlambat, di Indonesia, akhirnya
neurofeedback mulai diperkenalkan dan sudah dirasakan manfaatnya bagi kalangan
tertentu. Semoga saja dengan semakin banyaknya klinik yang menyediakan terapi neurofeedback ini akan semakin banyak pula kalangan yang marasakan manfaatnya.
Terlebih bagi anak-anak generasi penerus bangsa. Amin.
Dimuat di HU Pikiran Rakyat 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)