Laman

2.6.13

Pertamax untuk Pendidikan Indonesia yang Lebih Baik

“Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” ~Nelson Mandela
Sepakat dengan Nelson Mandela. Ya, pendidikan adalah senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia. Berawal dari mengubah diri sendiri, lingkungan sekitar, masyarakat luas, hingga akhirnya dunia. Dan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia pun hal ini sudah bisa dibuktikan kebenarannya.

Pendidikan sebagai tonggak kebangkitan bangsa Indonesia

Masih ingat dengan peristiwa di balik penetapan tanggal 20 Mei sebagai hari Kebangkitan Nasional? Di sana terjadi sebuah peristiwa penting, yaitu berdirinya organisasi pemuda Budi Utomo (Boedi Oetomo) di tahun 1908. Pemrakarsanya adalah Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA lain, yakni Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji. Awalnya, organisasi ini bergerak di bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan dengan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi seiring waktu berjalan, muatan politik masuk di dalamnya.

Pendiri Budi Utomo

Mengapa hari jadi berdirinya Budi Utomo dijadikan sebagai hari Kebangkitan Bangsa? Hal ini  adalah karena organisasi ini menjadi pionir bagi bangsa dalam hal menyadarkan pentingnya hidup merdeka. Dan di sini jelas, tokoh-tokoh pendiri Budi Utomo yang merupakan mahasiswa-mahasiswa berpendidikan membuat sebuah sejarah bahwa pendidikan yang mereka dapatkan digunakan untuk  meningkatkan kualitas kehidupan bangsa. Dari yang asalnya hidup terjajah menjadi hidup mandiri dan merdeka.

Dengan adanya kebangkitan bangsa melalui bidang pendidikan ini, lahirlah tokoh-tokoh pendidikan yang penting di dalam sejarah bangsa Indonesia. Misalnya saja adalah Ki Hajar Dewantara. Karena kontribusinya yang besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia dengan didirikannya sekolah Taman Siswa yang khusus bagi rakyat pribumi Indonesia di masa penjajahan Belanda, pahlawan yang terkenal dengan semboyan Tut Wuri Handayani-nya ini, tanggal lahirnya (2 Mei) dijadikan sebagai hari Pendidikan Nasional.
Ki Hajar Dewantara

Kebangkitan bangsa melalui dunia pendidikan jugalah yang akhirnya mendorong para pemuda se-Indonesia untuk membuat Kongres Pemuda. Setelah Kongres Pemuda yang pertama tahun 1927, di tahun 1928 dilakukan Kongres Pemuda yang kedua. Dan di momen inilah lahir Ikrar Sumpah Pemuda yang menyebutkan bahwa para pemuda mengakui Bertumpah Darah satu Tanah Air Indonesia, Berbangsa Satu Bangsa Indonesia, dan Menjunjung Tinggi Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia.

http://wikimedia.org/

Tanpa berdirinya Budi Utomo, momen Sumpah Pemuda, dan juga tokoh-tokoh nasionalis seperti Ki Hajar Dewantara, kemerdekaan bangsa Indonesia mungkin tidak akan terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.

Pendidikan yang baik itu seperti Pertamax: harus diberikan sedini mungkin
Pendidikan adalah hak asasi semua manusia tanpa terkecuali. Bahkan sejak dari dalam kandungan, seorang calon manusia sudah wajib diberi pendidikan oleh orang tuanya. Komunikasi melalui belaian, doa-doa, hingga musik klasik yang bermanfaat dalam memaksimalkan tumbuh-kembangnya, sangat dianjurkan untuk diberikan sejak bayi di dalam kandungan.
http://corbisimages.com/

Apalagi setelah si anak manusia lahir. Gemblengan pendidikan wajib diberikan kepadanya dari sana-sini. Dari orang tua, dari guru agama, dari sekolah, dan juga dari masyarakat. Semua tentu dengan tujuan agar si anak manusia tersebut mampu hidup dan bertahan dalam keadaan apa pun. Terlebih ketika si anak sudah dewasa. Kehidupan dan segala sesuatunya akan menjadi tanggung jawab dia.

Begitu juga dengan Pertamax. Penggunaannya haruslah dimulai sejak awal. Jangan tunggu sampai keadaan memaksanya demikian (misalnya karena persediaan premium yang habis). Hal ini karena bisa jadi, saat itu semua sudah terlambat. Lingkungan sudah tercemar akibat eksplotasi dan konsumsi yang terus-menerus dan mesin kendaraan yang juga sudah rusak.

Dengan pendidikan dan penggunaan Pertamax sedini mungkin, berbagai masalah pasti akan bisa diatasi. Manusia bisa hidup sebagaimana mestinya, lingkungan bisa tetap terjaga, dan kualitas kehidupan pasti akan lebih baik.

Pendidikan dan Pertamax sama-sama bervisi jauh ke depan
Pendidikan dan Pertamax bukanlah sejenis sulap yang manfaatnya bisa langsung dirasakan secara keseluruhan. Dibutuhkan waktu dan proses agar hasilnya bisa dirasakan manfaatnya secara utuh. Karenanya, pengorbanan untuk pendidikan dan Pertamax, dalam hal ini biayanya, itu sebanding dengan apa yang akan didapat dikemudian hari. Ya benar, pendidikan dan Pertamax sama-sama mempunyai visi yang jauh ke depan. Tentu saja, visi itu adalah untuk kehidupan yang lebih baik.
http://image.google.com/


Paradigma pendidikan dan penggunaan bahan bakar bagi kendaraan di Indonesia
Kita tak bisa menutup mata. Sistem pendidikan Indonesia belumlah maksimal. Pergantian kurikulum yang sering terjadi, standar kelulusan yang tidak jelas, fasilitas pendidikan yang masih minim dan tidak merata, kualitas/kesejahteraan tenaga pendidik yang juga tidak merata, serta berbagai masalahnya membuat dunia pendidikan di Indonesia terasa begitu banyak dinamika. Dinamika yang dimaksud tentu adalah dinamika dalam arti yang sedikit negatif.

Pun demikian dengan penggunaan bahan bakar bagi kendaraan yang ada di Indonesia. Semua orang cenderung memburu bahan bakar bersubsidi. Padahal pengguna bahan bakar ini sebenarnya adalah kaum mampu yang berada dalam kelas menengah. Pemerintah awalnya tentu memberikan subsidi bahan bakar ini untuk rakyat kecil, tapi kenyataan yang terjadi justru tidak sesuai harapan. Karena hal inilah, penarikan subsidi akan lebih baik dilakukan dan pengguna kendaraan diwajibkan untuk menggunakan bahan bakar nonsubsidi. Dan Pertamax adalah bahan bakar yang seharusnya direkomendasikan.

http://image.google.com/

Bukan tanpa sebab, sebagaimana kita tahu, penggunaan Pertamax itu justru akan membuat si pengguna lebih beruntung. Mesin kendaraannya akan selalu optimal, kerusakan mesin bisa dikurangi, dan lingkungan tempat hidupnya bisa lebih sehat. Jadi jika dihitung-hitung, penggunaan Pertamax akan lebih murah daripada menggunakan bahan bakar bersubsidi yang membuat biaya perbaikan mesin meningkat, mesin kendaraan yang tidak optimal, dan terlebih lingkungan mereka yang bisa tercemar.

Dan tentu, subsidi bahan bakar yang ditarik bisa dialokasikan ke bidang lain yang lebih urgent. Misalnya saja adalah dunia pendidikan yang masih memprihatinkan. Seperti untuk beasiswa pendidikan pelajar atau mahasiswa yang berprestasi, atau pun untuk tenaga pendidiknya.

Habis gelap terbitlah terang: bantuan dari Pertamax untuk sekolah-sekolah
Penarikan subsidi terhadap bahan bakar premium memang belum dilakukan, akan tetapi perbaikan ke arah dunia pendidikan ternyata sudah dilakukan Pertamax. Ya, sejak beberapa waktu yang lalu, Pertamax, secara proaktif dan tanpa ada program dari pemerintah melakukan pemberian subsidi ke sekolah-sekolah. Tujuannya tentu adalah untuk memperbaiki fasilitas tempat menuntut ilmu bagi anak-anak bangsa agar proses belajar mengajar bisa lebih maksimal.

http://www.facebook.com/pertamina.motivamor?fref=ts

Meskipun baru di sekitar Jakarta dan Jawa Barat, langkah Pertamax ini patut diacungi jempol. Kita berdoa saja, semoga subsidi bahan bakar premium yang jumlahnya sekian itu bisa segera dialokasikan untuk hal yang lebih bermanfaat seperti yang dilakukan Pertamax. Mungkin untuk seluruh sekolah, pelajar dan juga mahasiswa di Indonesia yang mencakup Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, hingga Perguruan Tinggi.

Ide untuk Pendidikan Indonesia yang lebih baik
Sistem pendidikan di Indonesia masih menggunakan sistem general atau umum untuk semua pelajar atau anak didik. Di sini, patokan-patokan atau standar raihan prestasi masih berupa angka yang seragam. Belum lagi ‘cap’ kepintaran yang masih diberikan kepada peserta didik itu masih terbatas pada kemampuan IPA dan juga Matematika. Padahal sebagaimana kita diciptakan berbeda oleh Tuhan YME, maka kemampuan dan kepintaran manusia juga berbeda-beda. Ada yang pintar dalam IPA. Ada yang cakap dalam Bahasa. Ada pula yang jago dalam Seni. Dan tidak sedikit ada yang mahir dalam Olahraga.

Jika pendidikan di Indonesia masih seperti ini, peserta didik yang pintar dalam bidang selain IPA dan Matematika mungkin tidak akan berkembang. Karenanya, menggunakan sistem pendidikan berbasis kecerdasan majemuk akan lebih baik.

Wacana penggunaan pendidikan berbasis kecerdasan majemuk sebenarnya sudah lama digadang-gadang. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, jauh dari yang diharapkan. Seperti apakah kecerdasan majemuk itu?

Kecerdasan majemuk adalah jenis-jenis kecerdasan yang secara alami ada di dalam setiap manusia. Tokoh penggagas kecerdasan majemuk ini, yaitu Howard Gardner mengatakan bahwa ada 8 jenis kecerdasan pokok yang ada di dalam diri tiap manusia. Kecerdasan itu di antaranya adalah Kecerdasan Linguistik (kecerdasan bahasa), Kecerdasan Logis-Matematis (kecerdasan nalar dan angka), Kecerdasan Kinestetik-Jasmani (kecerdasan mengekspresikan ide dan perasaan dengan anggota tubuh), Kecerdasan Spasial (kecerdasan dunia spasial-visual), Kecerdasan Musikal (kecerdasan terhadap musik), Kecerdasan Interpersonal (kecerdasan mempersepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain), Kecerdasan Intrapersonal (kecerdasan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut), dan Kecerdasan Naturalis (kecerdasan mengenali alam sekitar).

Pendidikan yang berbasis kecerdasan majemuk itu sama dengan fungsi Pertamax. Keduanya bisa menghasilkan output yang maksimal dengan performa yang juga maksimal, Pertamax mampu mengoptimalkan kemampuan mesin. Nilai oktannya yang tinggi akan membuat bahan bakar Pertamax mudah dibakar secara spontan tanpa harus mengalami knocking terlebih dahulu layaknya mesin yang menggunakan bahan bakar selain Pertamax. Adapun pendidikan berbasis kecerdasan majemuk akan membuat kemampuan tiap peserta didik mengeluarkan bakatnya secara maksimal. Di sini, peserta didik akan dilatih untuk ahli dalam bidangnya.

Untuk hal residu output, Pertamax juga mirip dengan output pendidikan berbasis kecerdasan majemuk. Jika emisi gas buang mesin yang menggunakan Pertamax itu ramah lingkungan, maka peserta didik hasil gemblengan pendidikan berbasis kecerdasan majemuk bisa mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Hal ini karena mereka ahli di bidangnya yang mungkin bisa menciptakan lapangan kerja sendiri.

Nah, masihkah kita berani menggunakan bahan bakar bersubsidi, padahal di luar sana, ada golongan orang yang membutuhkan dana subsidi itu untuk hal yang lebih urgent? Sudah saatnya kita peduli dengan nasib anak-anak bangsa yang kelak memimpin negeri ini. Mari ikut serta dalam meningkatkan kualitas pendidikan kita untuk Indonesia yang lebih baik. Gunakan Pertamax!

Sumber gambar http://www.facebook.com/pertamina.motivamor?fref=ts
Strukpembelian Pertamax


Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Pertamax-Apa Idemu di http://pertamina-apaidemu.com/, @PertamaxInd, dan FansPage Pertamax Indonesia.



Sumber
www.pertamina.com
www.wikipedia.org 
http://www.facebook.com/pertamina.motivamor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)