Laman

31.8.13

Bekerja Sama untuk Menguasai Pasar Dunia? Kenapa Tidak!

Menangkal rasa kantuk untuk mengerjakan laporan adalah salah satu fungsinya yang paling pertama aku kenal. Ya, saat duduk di bangku kuliah itulah, secara resmi, aku mengikrarkan diri untuk menjadi pengguna kopi. Meski saat itu, nikmatnya rasa kopi masih belum terlalu aku mengerti.

Menikah dengan seorang pencandu kopi membuat aku naik tingkat. Dari yang hanya sebatas oportunis, aku menjadi penikmat kopi yang manis. Hehehe, maksudnya, kopi yang aku suka masihlah terbatas pada kopi yang manis. Kopi susu, capucinno, kopi plus krimmer, dan sebangsanya. Adapun untuk kopi hitam, aku masih emoh. Bukan tak enak, tapi efeknya yang terlalu cepat bikin lapar membuat aku menghindarinya. Kalau diperturutkan, bisa-bisa, aku makan besar hingga 7 kali jadinya. Wow, rugi bandar, dong! :D

30.8.13

Visa Wisata, Penting Gak, Sih?

Suatu kali, saat sedang berkunjung ke rumah seorang teman, tiba-tiba si teman tersebut meminta izin untuk pergi. Menurutnya, dia sudah punya janji untuk membuat visa di kedubes Belanda. Tentu saja semua itu harus dilakukan, sebab dalam beberapa bulan ke depannya, dia akan pergi ke Belanda.

Sebagai orang yang tak pernah pelesiran ke luar negeri (duh, kasian banget, ya? haha), aku tentu jadi heran dan bertanya-tanya. Apa sih visa itu? Apa juga bedanya dengan paspor? Tapi, berhubung si teman sedang tergesa-gesa dan aku juga malu bertanya (untung gak tersesat di jalan), akhirnya aku menumpahkan semua tanda tanya itu pada mas Google. Yupp! Aku langsung saja cari tahu semua hal yang aku tidak tahu mengenai visa dan paspor. Ya, barangkali saja nanti punya rezeki bisa jalan-jalan ke luar negeri. Setidaknya kan aku sudah tahu ini – itunya.

29.8.13

Feel Indonesia!

Tiap kali melihat tayangan iklan pariwisata Malaysia di tv, aku selalu galau. Bukan karena ingin berkunjung ke sana, melainkan karena apa-apa yang ditayangkan di sana dipunyai juga di Indonesia. Bahkan tak seujung kuku dengan apa yang dimiliki Indonesia. Malaysia Truly Asia. Begitu katanya. Berani-beraninya mengatakan bahwa Malaysia itu sebenar-benarnya Asia. Tapi, ya itu hak mereka. Dan mau tidak mau, rido tidak rido, tagline iklan pariwisata Malaysia itu cukup sukses dalam hal penyampaian pesannya. Untuk urusan pengaruhnya pada kunjungan wisatawan ke Malaysia gara-gara iklan itu, aku tak mau tahu.

Sumber gambar:
http://puzzleminds.com/wp-content/uploads/2012/10/18-indonesia-tourism-where-are-you-headed.jpg

Menilik tagline Malaysia membuatku melirik tagline terakhir negeri sendiri. Wonderful Indonesia. Ya, tak diragukan lagi, Indonesia memang sangat menakjubkan. Tapi untuk dijadikan tagline, apalagi untuk tujuan mengangkat pariwisata negara kita, Wonderful Indonesia rasanya kurang ‘nancap’ dan kurang membuat penasaran. Karenanya, aku pikir, tagline itu harus segera diganti. 


28.8.13

Memangnya Kenapa Kalau Negara-negara ASEAN Itu Serumpun?

Beberapa hari yang lalu, dalam rangka memeriahkan perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia, di kampungku diselenggarakan sebuah pertandingan sepak bola. Pesertanya sendiri adalah pria-pria muda dari tiap RT. Akibat tim RT tempat rumahku berada kalah, anak keduaku, Radit, marah-marah. Dengan diam-diam, aku pun menyimak perbincangan pendek antara Radit dan kakaknya, Reihana mengenai hal itu.

"Coba kalau Kak Bayu masuk tim kita, kita pasti menang," ucap Radit serius.
"Ya enggak bisa lah. Timnya kan dari masing-masing RT. Kak Bayu kan dari RT 1. Kita mah RT 3, ya pesertanya harus dari RT 3 juga" Reihana nyeletuk.
"Iya, tapi jadinya kan gak adil. RT 1 jago-jago. RT 3 enggak," ujar Radit masih dengan ekspresi yang gemas.
"Ya gimana lagi, aturannya udah begitu, kok!" jawab Reihana mengakhiri percakapan.
***

27.8.13

Salon Thailand di Sebelah Rumah? Jangan Parno, Ah!

Sepertinya bukan rahasia lagi, jika selain penghasil buah-buahan berukuran besar dan berkualitas bagus, Thailand juga dikenal sebagai tempat tujuan wisata ‘permak’ tubuh. Hal ini bisa dilihat hasilnya dari makin kinclong, makin mancung, dan makin seksinya para selebritas di negeri kita pasca-berkunjung ke negara Gajah Putih ini. Meski sebagian ada yang malu-malu, bahkan menapiknya dengan keras, beberapa dari mereka yang terang-terangan, menguatkan dugaan. 

Tak hanya sebatas itu saja, terlepas dari pro dan kontranya, keahlian salon Thailand dalam mengubah jenis kelamin manusia juga terbilang sukses. Belum lagi salon penyedia pijat tradisionalnya yang cukup terkenal, semuanya memberi andil besar bagi Thailand untuk menjadi negara penyedia ‘jasa salon’ yang patut diperhitungkan.

Semakin berbondong-bondongnya pelanggan dari Indonesia yang menyengajakan diri untuk ‘nyalon’ ke Thailand, pasti membuat para pengusahanya berpikir untuk membuka usaha di Indonesia. Jika sekarang hanya beberapa saja yang ‘berani’, setelah dibentuknya Komunitas ASEAN 2015 nanti, mungkin akan terjadi ekspansi. Dan mungkin bisa sampai ke sebelah rumah. Apalagi jika menilik kesiapan negara ini dalam menghadapi Komunitas ASEAN 2015 tersebut. Pemberian kursus Bahasa Indonesia bagi para SDM-nya semakin menguatkan bukti bahwa besarnya jumlah penduduk negara kita sudah menjadi target pasar yang akan dibidiknya. Jika sudah begini, bagaimana dengan nasib salon-salon lokal?

22.8.13

Kacang Disko


Dari bungkusnya, katanya sih ini Kacang Disko Bali. Walopun lebih keras dan rasanya sedikit pedas, di Soreang mah ini namanya Kacang Bandung. Hehe... enaaaak. Bikin ga bisa brenti sebelom abis. Haduuuh... gimana kabar atuh diet? :p

Komunitas ASEAN 2015 : Sebuah Tantangan untuk ‘Naik Kelas’

library.thinkquest.org
Dalam sebuah kesempatan silaturahmi ke rumah seorang teman, mataku dibuat terpana tiada tara. Ya, di rumahnya, aku disuguhi tumpukan album foto yang isinya sangat menakjubkan. Pegunungan-pegunungan yang indah; jurang dan ngarai yang hebat; ombak-ombak pantai yang dahsyat; hingga berbagai foto aktivitas masyarakat lokal yang eksotis yang entah berada di mana. Ketika ditanya di mana dia mendokumentasikan foto-foto itu, dengan santainya dia menyebutkan nama-nama tempat yang baru pertama kalinya aku dengar. Tentu saja dia bisa begitu, sebab temanku yang satu ini sangat gemar bertualang, bahkan hingga pelosok-pelosok negeri. Sungguh, dari album-album itu aku baru tahu bahwa keindahan Indonesia itu tak hanya ada di Bali, Lombok, Bunaken, Raja Ampat, atau tempat yang selama ini menghias layar kaca saja. Lebih jauh dari itu. Indonesia adalah gudangnya tempat-tempat indah. Dan tempat-tempat ini tidak dimiliki negara-negara lain. 

Di kesempatan yang lain, saat aku sedang berselancar di dunia maya, sebuah artikel di portal berita menghenyakkanku. Di sana tertulis bagaimana negara tetangga kita begitu antusias dalam mengembangkan motif batik yang dimilikinya. Beberapa tahun ke belakang, negara tetangga tersebut sempat mendaftarkan batik sebagai budaya asli negaranya. Tapi untunglah, UNESCO segera mendeklarasikan bahwa budaya batik itu milik Indonesia. Dari sana aku jadi mikir, Negeri Jiran ini begitu hebat. Okelah mereka tidak mengantongi hak paten akan budaya batik, tapi pengembangan akan produknya sangat pesat. Belum lagi propagandanya melalui iklan di media masa seperti artikel yang saya baca itu. Sepertinya, jika dilakukan terus-menerus, dan negara kita diam saja, bukan mustahil jika suatu saat, batik mereka yang lebih dikenal dunia. Duh, rasanya hati ini tidak rela.