Credit |
“Ih Nenek ‘oon!” seru bibir mungil itu sambil lari menjauhi neneknya.
Si nenek tersenyum. Sementara saya yang berada tak jauh dari mereka, heran seheran-herannya. Dalam hati saya, kok si nenek ngebiarin aja tuh si cucu ngomong seperti itu? Bukankah 'oon itu kependekan dari blo'on?
Kejadian itu ternyata bukan kali itu saja. Besoknya, besoknya, dan besoknya lagi, si cucu melakukan hal yang sama. Tak hanya kepada neneknya, ibunya, ayahnya, kakeknya, teman-temannya, dan semua orang yang ada di sekitarnya juga kena umpatan yang sama. Malah lebih dari itu. Kecewa atau marah sedikit saja, si anak yang belum genap berusia 2 tahun itu seringkali mengeluarkan kata kotor yang cenderung porno. Lagi-lagi itu membuat saya heran. Bagaimana bisa anak sekecil itu mempunyai kebiasaan yang (menurut saya) jelek? Saya menyebutnya kebiasaan, sebab kata-kata tidak sopan itu ke luar dari mulut si anak sering sekali. Jika saja dihitung, sehari mungkin bisa lebih dari seratus kali.
Saya bukan psikolog yang jago bicara mengenai ilmu parenting. Saya juga bukan orangtua sempurna yang hebat dalam mendidik anak. Saya hanya memperhatikan keseharian anak itu (karena kebetulan dia memang cucu dari tetangga dekat saya). Di sini, ada sebuah fenomena yang menarik perhatian saya. Ya, si nenek ternyata mempunyai kebiasaan membicarakan ‘kelebihan’ si cucunya ini di depan orang lain dan juga cucunya itu.
Suatu hari, ketika untuk pertama kalinya saya mendengar si anak berbicara seperti itu, saya langsung menyela.
“Neng, teu kengeng nyarios kitu!”
(Neng, gak boleh ngomong gitu!)
Tiba-tiba si nenek nyeletuk, “Eh Nia, Si Dede mah emang kitu, tong boro ka didieu ninina, ka batur oge kitu. Teuing kumaha tah budak teh. Malah kamari mah ka tamu didieu nyebut an**ng. Meni ngerakeun pisan.”
(Eh Nia, Si Dede emang begitu, jangankan sama saya neneknya, ke orang lain juga gitu. Malah kemaren ke tamu saya bilang an**ng. Sangat memalukan sekali.)
Waduh! Kok bisa gitu ya? pikir saya waktu itu. Sungguh, saya sangat miris sekali. Tapi itu bukan yang menjadi fokus saya saat itu. Nada bicara dan mimik wajah si nenek saat menceritakan ‘kelebihan’ si cucu, sangat… sangat membuat saya bingung. Si nenek bukannya merasa sedih dan lalu bercerita bahwa dia kemudian memarahi/memperingatkan si cucu, dia justru menceritakan kejadian-kejadian serupa itu. Dan saat menceritakan itu di depan saya dan si cucu, si nenek seperti terlihat senang dan bangga. Persis seperti para ibu atau para nenek yang menceritakan kepintaran anak atau cucunya kepada orang lain. Dan itu sepertinya mampu dibaca sang cucu, sehingga dia merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah hal tidak biasa yang dikiranya ‘keren’. Dan karenanya, dia melakukan hal itu terus dan terus.
Tentu saja di sini, kita seharusnya marah dan memperingatkan bahwa hal itu salah. Dan marah yang saya maksud tentu bukanlah marah dengan cara dipukul atau dibentak dengan keras. Memberi peringatan agar si anak tak mengulangi hal yang sama tentu lebih utama. Bukankan dia sendiri yang bilang bahwa ketika si cucu mengeluarkan kata-kata kasar pada orang lain yang tak dikenalnya (seperti pada tamunya) itu sangat memalukan?
Saya tidak ingin membanding-bandingkan anak-anak yang satu dengan anak-anak yang lain. Setiap anak itu unik. Tapi apakah sifat seperti ini unik? Saya rasa tidak! Membiasakan anak-anak berbicara sopan dengan penggunaan kata-kata yang baik dan sopan pula, kepada siapa pun itu, adalah kewajiban semua orangtua dan semua orang dewasa kepada anak-anak. Tak perlu takut anak kita nantinya kurang kosakata. Seiring berjalannya waktu, pergaulan akan membuatnya tahu dan mengerti arti kata-kata kasar.
Fenomena ini ternyata banyak terjadi di masyarakat. Beberapa waktu lalu, seorang teman menuliskan keheranannya di status FB saat mendengar seorang anak yang menyebut ibunya ‘bego’. Setali tiga uang dengan kejadian yang terjadi pada cucu tetangga saya, saya kira, akar permasalahannya terjadi karena pembiaran dari orang-orang dewasa di sekitarnya dan juga perasaan si anak yang merasa keren ketika berbicara seperti itu. Karena terbiasa seperti itu, akhirnya hal itu menjadi kebiasaan yang mungkin tidak disadari si anak itu sendiri.
Ah… semoga saja, kita semua bisa menjadi orangtua yang mampu membimbing anak-anak kita dengan baik. Zaman dan pergaulan di luar sana sudah sangat memprihatinkan. Kalau tidak dimulai dari rumah, dari mana lagi anak-anak bisa belajar?
tiap anak unik ya mbak, tiap orang tua juga belajar terus untuk menjadi orang tua yang baik
BalasHapusIya, Mbak. Anak-anak itu ibarat sekolah yang terus membuat kita harus belajar. :)
Hapusharus ada kontrol keluarga ya. ibu bapanya mau merhatiin & nunjukkin gimana ngomong yang sopan. soalnya kalo dibiarin anak2 suka ngerasa itu hal benar. kalo dikasihtau dari kecil dan ada contohnya, anak jadi tau itu hal yang gak sepatutnya dilakukan.
BalasHapusIya, Mak. Semoga kita bisa menjadi orangtua yang tidak salah membimbing anak-anak. :)
HapusTindakan pertama yang harus dilakukan adalah MENGHENTIKAN kebiasaan buruk itu. Jika dibiarkan maka anak itu akan menganggap bahwa ucapannya bener.
BalasHapusOrangtua harus mampu mendidik anak-anaknya.
Mungkin ketularan lingkungannya atau justeru dalam keluarga itu sendiri
Salam hangat dari Surabaya
Betul, PakDe. Membiasakan hal-hal baik akan membuat anak terbiasa baik. Jika yang jelek awalnya dibiarkan, lama-lama bisa menjadi kebiasaan yang bahkan tidak disadari si anak itu sendiri. :)
HapusWah... semoga kelak saya bisa jadi Ibu yang baik, mampu mendidik anak untuk berakhlaq terpuji. :))
BalasHapusAamiiin.... semoga kita semua bisa...
HapusSelama orang2 di lingkungannya bersikap permisif terhadap perilaku anak itu, maka sampai kapan pun anak itu tak akan berubah.
BalasHapusYang pertama harus dilakukan tentu saja 'menyadarkan' orang tuanya/neneknya bahwa apa yang dilakukan anak itu tidak pantas dan harus segera dihentikan
Tayangan2 sinetron mungkin sedikit banyak mempengaruhi perilaku anak itu, Mak
Iya, Mak. Bener banget. Sayang sekali anak itu keluarganya sangat permisif. Aku sendiri gak berani negur. Takut malah dibilang ini-itu...
HapusAnak2 peniru yang baik. Kadang kita udah ati2, eh tetangga nyablak aja. Moga2 makin lama anak2 makin paham mana yang tidak boleh ditiru
BalasHapusIya betul, Mak. Anak-anakku juga sering niru aku. Semoga aja aku bisa memberi contoh yang baik. Duuuh... berat ya jadi orangtua... Tapi kita harus bisa.
HapusKadang itu ikut2an teman ya, mba. Tugas orangtua makin ekstra tuh kalau anaknya unik seperti di atas. Hihihi
BalasHapusomongan itu pasti didengar si anak dari lingkungan terdekatnya ya
BalasHapuskarena orang2 dewasa merasa biasa dengan itu ya anak2 jadi gampang niru,
Anak itu pasti belajar dari lingkungannya mak..jd memang kita harus ekstra menjadi lingkungan anak agar tetap sehat:)
BalasHapusHe-em dari rumah sendiri anak belajar untuk pertama kali.
BalasHapuskalau begitu prilaku dan bahasa anak usia 2 tahun/balita...bukan anak yang unik atuh ceu.,,,masuk kategori anak balita parah itu mah atuh...;o)
BalasHapus