Tanggal 23 Juli 2001 sepertinya menjadi hari yang tak pernah bisa saya lupakan. Bagaimana tidak, cerita yang mengalir tersendat-sendat dan disertai tangis dari orang yang paling saya sayangi itu laksana petir yang menggelegar di siang hari. Ya, adik saya satu-satunya, yang beberapa hari sebelumnya merasakan sakit dada yang tak kunjung mereda, ternyata divonis dokter menderita penyakit TB (Tuberkulosis) atau penyakit yang di lingkungan kami masih disebut sebagai TBC.
Saya benar-benar tak habis pikir. Bagaimana bisa adik saya terkena penyakit itu. Sebab rasanya, adik saya sangat menjaga kesehatannya dengan baik. Jangankan soal kebersihan tubuhnya, seisi rumah, peralatan makan, kamar tidur, atau pun kamar mandinya, kebersihan lingkungan sekitar rumah kami pun tak lepas dari perhatiannya. Jika saja ada kontes orang bersih tingkat kampung, sepertinya dia bakal jadi pemenangnya.
Foto Rontgen: Sebuah Bukti yang Kuat
Dugaan tinggallah dugaan. Kenyataan itu rupanya jauh dari dugaan saya. Semula, saya hanya menduga sakit dada adik saya itu mungkin akibat masuk angin saja. Dan sebagai orang yang sangat menyayanginya, ingin rasanya saya menghibur adik saya dengan mengatakan vonis dari dokter itu salah. Tapi sebuah foto Rontgen paru-paru adik saya, beserta penjelasan logis mengenai foto itu, mematahkan semuanya.
Keluarga saya pun sangat terpukul. Paradigma penyakit TB yang dianggap buruk di masyarakat dan tingginya angka kematian akibat penyakit ini membuat kami begitu waswas. Tapi kami bisa apa? Kami hanya bisa pasrah dan mengikuti anjuran dari dokter. Sebab menurut dokter, dengan pengobatan yang teratur, adik saya bisa sembuh total.
Rasa penasaran tetap berkecamuk di hati saya. Sekali pun bukti foto Rontgen itu sangat kuat, sebagai orang dekatnya yang tahu kesehariannya, saya masih menyanksikan vonis dokter akan adik saya itu.
Informasi yang sangat terbatas mengenai penyakit TB di lingkungan kami membuat saya kesulitan mengetahui ini-itu. Untunglah, kondisi saya yang saat itu sedang mengerjakan skripsi (Tugas Akhir) membuat saya dekat dengan internet.
Dengan penuh semangat, saya pun searching ke sana ke mari. Beberapa situs pun saya kunjungi dengan tiada henti. Dari mulai gejala, penyebab penyakit, cara penularan, hingga obat-obatnya. Saya tak hanya menyimpannya. Saya bahkan mencetaknya dengan memberi penanda-penanda pada hal-hal yang saya kira penting atau pada hal yang saya curigai tidak terjadi pada adik saya. Dan dengan hasil print out itu, saya mencocokkan semuanya dengan keadaan adik saya.
Ternyata Benar, Adik Saya Mengidap Penyakit Itu. Tapi…
Gejala-gejala yang dirasakan adik saya dan semua hal kasat mata yang bisa saya lihat pada adik saya memang menguatkan segalanya. Tingkat kesehatan dan vitalitas tubuh yang menurun, berat badan yang turun drastis, nafsu makan yang hilang, hingga demam dan berkeringat di malam hari.
Akan tetapi meskipun semua sudah kuat, saya masih penasaran. Sebab setahu saya, adik saya tidak pernah bersinggungan dengan penderita TB. Tak ada satu pun teman kuliahnya saat itu yang menderita penyakit TB. Tetangga atau keluarga dekat juga tidak ada. Nah lalu, dari mana adik saya tertular kuman penyakit TB?
Kepenasaranan itu saya tanyakan langsung kepada dokter adik saya, ketika saya mendampinginya untuk melakukan tes sputum. Tes sputum sendiri adalah tes keberadaan bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis) yang diperoleh dari cairan paru-paru atau trakea. Tes akan positif TB jika setelah dilakukan rangkaian proses (pewarnaan tahan asam), bakteri tidak mengalami perubahan warna oleh alkohol asam. Hal tersebut terjadi karena memang bakteri TB sangat tahan terhadap kondisi asam.
Penjelasan dokter mengenai penularan dan proses munculnya gejala penyakit TB di tubuh adik saya cukup membuka mata saya. Menurutnya, mungkin saja pendapat saya benar bahwa saat itu adik saya tidak tertular bakteri TB dan tidak bersinggungan dengan penderita TB. Penyakit TB tidaklah seperti sakit flu yang bisa langsung menyerang ketika kuman masuk ke dalam tubuh. Bakteri TB butuh keadaan tertentu untuk bisa aktif, yaitu keadaan ketika kesehatan tubuh si penderitanya buruk. Jika tubuh penderita yang dimasukinya kuat dan kekebalan tubuhnya bagus, si kuman TB tidak memberikan gejala apa-apa. Dia akan pasif dan mungkin diam di dalam paru-paru yang disebut sebagai infeksi TB laten. Nah baru, ketika kesehatan tubuh penderita melemah, TB aktif pun akan terjadi.
Yayaya… akhirnya saya mengerti. Adik saya mungkin bersinggungan dan tertular bakteri TB beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum dia merasakan gejala penyakit itu. Dan kumannya bisa dari mana saja. Dari pasar, dari mall, dari angkutan umum, atau dari mana pun. Tapi karena waktu itu daya imun adik saya masih bagus, si kuman belum aktif. Dan ketika tiba daya tahan tubuh adik saya lemah, si kuman TB langsung beraksi.
Temukan, Kenali, dan Waspadai Penyakit TB!
Sejak mengetahui cara penularan TB (yaitu melalui batuk/bersin dari penderita TB aktif) dan kemudian bakteri masuk tubuh dan menginfeksi, baik itu menjadi pasif atau langsung aktif dan memberikan gejala, saya dan seluruh keluarga menjadi sangat waspada. Apalagi mengingat saat itu adik saya sudah menjadi penderita TB aktif yang bisa menularkan bakteri TB kepada siapa saja dan kapan saja. Sangat mungkin, setelah saat itu, paru-paru atau darah saya atau keluarga yang lain juga mengandung bakteri TB. Tapi dengan menjaga kesehatan tubuh agar selalu fit serta dengan pemeriksaan tubuh yang teratur agar tidak terserang penyakit TB (pasif atau pun aktif), hingga 13 tahun berlalu sejak adik saya positif TB, tak ada satu pun keluarga kami yang menderita TB lagi.
Ya, semoga saja, semua orang juga bisa tahu seperti apa penyakit TB, sehingga semua orang bisa mengenali dan waspada akan penyakit ini. Sebab penyakit yang satu ini ada di mana-mana, menular, dan mematikan. Sekalipun, penyakit TB bisa disembuhkan.
Saya benar-benar tak habis pikir. Bagaimana bisa adik saya terkena penyakit itu. Sebab rasanya, adik saya sangat menjaga kesehatannya dengan baik. Jangankan soal kebersihan tubuhnya, seisi rumah, peralatan makan, kamar tidur, atau pun kamar mandinya, kebersihan lingkungan sekitar rumah kami pun tak lepas dari perhatiannya. Jika saja ada kontes orang bersih tingkat kampung, sepertinya dia bakal jadi pemenangnya.
Foto Rontgen: Sebuah Bukti yang Kuat
Dugaan tinggallah dugaan. Kenyataan itu rupanya jauh dari dugaan saya. Semula, saya hanya menduga sakit dada adik saya itu mungkin akibat masuk angin saja. Dan sebagai orang yang sangat menyayanginya, ingin rasanya saya menghibur adik saya dengan mengatakan vonis dari dokter itu salah. Tapi sebuah foto Rontgen paru-paru adik saya, beserta penjelasan logis mengenai foto itu, mematahkan semuanya.
Foto Rontgen paru-paru adik saya yang positif TB Aktif |
Keluarga saya pun sangat terpukul. Paradigma penyakit TB yang dianggap buruk di masyarakat dan tingginya angka kematian akibat penyakit ini membuat kami begitu waswas. Tapi kami bisa apa? Kami hanya bisa pasrah dan mengikuti anjuran dari dokter. Sebab menurut dokter, dengan pengobatan yang teratur, adik saya bisa sembuh total.
Rasa penasaran tetap berkecamuk di hati saya. Sekali pun bukti foto Rontgen itu sangat kuat, sebagai orang dekatnya yang tahu kesehariannya, saya masih menyanksikan vonis dokter akan adik saya itu.
Informasi yang sangat terbatas mengenai penyakit TB di lingkungan kami membuat saya kesulitan mengetahui ini-itu. Untunglah, kondisi saya yang saat itu sedang mengerjakan skripsi (Tugas Akhir) membuat saya dekat dengan internet.
Dengan penuh semangat, saya pun searching ke sana ke mari. Beberapa situs pun saya kunjungi dengan tiada henti. Dari mulai gejala, penyebab penyakit, cara penularan, hingga obat-obatnya. Saya tak hanya menyimpannya. Saya bahkan mencetaknya dengan memberi penanda-penanda pada hal-hal yang saya kira penting atau pada hal yang saya curigai tidak terjadi pada adik saya. Dan dengan hasil print out itu, saya mencocokkan semuanya dengan keadaan adik saya.
Ternyata Benar, Adik Saya Mengidap Penyakit Itu. Tapi…
Gejala-gejala yang dirasakan adik saya dan semua hal kasat mata yang bisa saya lihat pada adik saya memang menguatkan segalanya. Tingkat kesehatan dan vitalitas tubuh yang menurun, berat badan yang turun drastis, nafsu makan yang hilang, hingga demam dan berkeringat di malam hari.
Akan tetapi meskipun semua sudah kuat, saya masih penasaran. Sebab setahu saya, adik saya tidak pernah bersinggungan dengan penderita TB. Tak ada satu pun teman kuliahnya saat itu yang menderita penyakit TB. Tetangga atau keluarga dekat juga tidak ada. Nah lalu, dari mana adik saya tertular kuman penyakit TB?
Kepenasaranan itu saya tanyakan langsung kepada dokter adik saya, ketika saya mendampinginya untuk melakukan tes sputum. Tes sputum sendiri adalah tes keberadaan bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis) yang diperoleh dari cairan paru-paru atau trakea. Tes akan positif TB jika setelah dilakukan rangkaian proses (pewarnaan tahan asam), bakteri tidak mengalami perubahan warna oleh alkohol asam. Hal tersebut terjadi karena memang bakteri TB sangat tahan terhadap kondisi asam.
Penampakan bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis) di bawah mikroskop elektron |
Yayaya… akhirnya saya mengerti. Adik saya mungkin bersinggungan dan tertular bakteri TB beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum dia merasakan gejala penyakit itu. Dan kumannya bisa dari mana saja. Dari pasar, dari mall, dari angkutan umum, atau dari mana pun. Tapi karena waktu itu daya imun adik saya masih bagus, si kuman belum aktif. Dan ketika tiba daya tahan tubuh adik saya lemah, si kuman TB langsung beraksi.
Temukan, Kenali, dan Waspadai Penyakit TB!
Sejak mengetahui cara penularan TB (yaitu melalui batuk/bersin dari penderita TB aktif) dan kemudian bakteri masuk tubuh dan menginfeksi, baik itu menjadi pasif atau langsung aktif dan memberikan gejala, saya dan seluruh keluarga menjadi sangat waspada. Apalagi mengingat saat itu adik saya sudah menjadi penderita TB aktif yang bisa menularkan bakteri TB kepada siapa saja dan kapan saja. Sangat mungkin, setelah saat itu, paru-paru atau darah saya atau keluarga yang lain juga mengandung bakteri TB. Tapi dengan menjaga kesehatan tubuh agar selalu fit serta dengan pemeriksaan tubuh yang teratur agar tidak terserang penyakit TB (pasif atau pun aktif), hingga 13 tahun berlalu sejak adik saya positif TB, tak ada satu pun keluarga kami yang menderita TB lagi.
Ya, semoga saja, semua orang juga bisa tahu seperti apa penyakit TB, sehingga semua orang bisa mengenali dan waspada akan penyakit ini. Sebab penyakit yang satu ini ada di mana-mana, menular, dan mematikan. Sekalipun, penyakit TB bisa disembuhkan.
Penyakit TB juga bisa menimpa siapa pun dan kapan pun. Laki-laki, perempuan, tua, muda bahkan anak-anak berisiko tertular penyakit ini. Tapi lagi-lagi, selalu menjaga kesehatan tubuh, terlebih setiap setelah ke luar dari tempat umum, serta segera menghubungi dokter jika baru bersinggungan dengen penderita TB, apalagi sampai merasakan salah satu atau semua dari gejala penyakit TB adalah hal yang wajib dilakukan. Tentu saja agar semua belum terlambat. Sehingga tubuh kita bisa segera bebas dari kuman TB dan sembuh dari penyakit TB.
Mari kita ikut serta dalam kampanye pengurangan jumlah penderita TB dan kampanye penurunan penyebaran/risiko penularan penyakit ini. Tak perlu dengan hal yang muluk-muluk. Memulainya dari diri kita sendiri, memulainya dari hal-hal yang kecil, serta memulainya saat ini juga akan berarti bagi kenaikan tingkat kesehatan semua manusia di dunia. Yuk, mari!
Mari kita ikut serta dalam kampanye pengurangan jumlah penderita TB dan kampanye penurunan penyebaran/risiko penularan penyakit ini. Tak perlu dengan hal yang muluk-muluk. Memulainya dari diri kita sendiri, memulainya dari hal-hal yang kecil, serta memulainya saat ini juga akan berarti bagi kenaikan tingkat kesehatan semua manusia di dunia. Yuk, mari!
Rerensi dan Sumber Gambar
http://www.tbindonesia.or.id/
http://www.depkes.go.id/
http://udel.edu
www.biomedcentral.com
http://iamtuberculosis.files.wordpress.com
Ihik, selalu minder kalau Mak Nia ikutan lomba :)
BalasHapusKebalik kali. Mak Fita sering menaaaang. :)
Hapuskalau begitu, musti hati2 ya Nia, kalau sakit dadanya.. oke trims
BalasHapusBetul, Mak. Yuk lebih aware dengan penyakit sekecil apa pun...
Hapuswow,komplit bangettt.....makasih mak infonya,sukses ya.. ^^
BalasHapusSip, tengkyu :)
HapusPenyakit yang menakutkan ya Jeng
BalasHapusSusahnya lagi, tak sedikit penduduk pedesaan yang belum banyak tahu penyebab dan cara mengobatinya. Perlu poenyuluhan dari petugas Puskesmas
Semoga berjaya dalam GA
Salam hangat dari Surabaya
Betul, Pakde. Semoga dengan banyak info mengenai TB ini, semua orang jadi bisa waspada terhadap TB. Makasih, PakDe
HapusDuh mak jadi ngeri dan kudu hati-hati ya, karena tanpa kita sadari virus TB ada dimana-mana. Terima kasih banyak tulisannya yang sangat informatif.
BalasHapusSemoga menang lombanya
Ya, kuncinya memang harus hati-hati. Makasih, Mak. :)
Hapusia mak...kita sudah mati2an jaga diri tp lingkungan sekitar tidak bersih n ada orang2 spt itu membuat kita bisa tertular jika daya tahan tubuh lemah..semoga tak ada kasus lg di keluarganya ya mak
BalasHapusAamiin...
HapusHarus berhati2 nih. Semoga info ini bermanfaat utk masyarakat. Sukses lombanya, Mak...
BalasHapusIya Mak. Lomba ini sangat bermanfaat buat masyarakat. Jadi banyak info mengenai TB. Makasih banyak...
Hapuspentingnya jaga kesehatan dan lingkungan ya, mak, agar tidak terinfeksi bakteri TB ^.^
BalasHapussukses untuk lombanyaa...
Betul. Yuk kita menjaga kesehatan dan lingkungan.
HapusMakasih, Mak. :)
Semakin modern jaman, semakin banyak penyakit yg terjangkit
BalasHapusSemoga kita selalu waspada dengan penyakit TB. Aamiin
Aamiin...
Hapuskudu waspada yes.. apalagi penularannya dari udara.. sukses lombanya mak :D
BalasHapusBetul banget, Mak.
HapusAamiin...
harus segera di smebuhkan ya mbak penyakit TB
BalasHapusHarus, Mbak. Kalo tidak, nanti tambah parah. Dan mungkin berujung kematian...
Hapusjaga kondisi badan itu penting banget, ya.
BalasHapusBanget, Mak....
Hapussaya jg pny pengalaman pribadi dgn penyakit tb.. bikin shock yah :(
BalasHapusyg penting sih slalu menjaga daya tahan tubuh ya mak :)
Betul, Mak. Tapi untungnya bisa sembuh hingga tuntas. Semoga selalu sehat...
Hapus