Apa, Mau Nikah Muda?

Teman-teman sudah pada nonton video di bawah ini, kan? Pasti dong,ya! Ini kan berita yang sedang hot-hotnya dibahas di media sosial. Lagi-lagi, sepeti halnya berita hot lainnya, yang satu ini juga tak kalah menuai pro dan kontra. 

Eh btw, apa sih kesan pertama teman-teman saat lihat video tersebut? Kaget, takjub, heran, kagum, atau malah sedih? Saya sih, malah jadi inget diri saya sendiri. Iya, sebab di keluarga dan sejumlah teman, saya termasuk orang yang nikah muda. Menikah di usia 21 tahun. Eh, masa nikah di usia 21 tahun disebut nikah muda? Nikah muda mah kalo nikah di usia yang belom 20 tahun, ya? Hihihi… gak tahu deh. Pokoknya dulu, saya di antara keluarga dan teman-teman, saya dibilang nikah muda. Mungkin karena lebih dulu dibanding mereka kali ya. :D

Gak Cuma Alvin, Lho!

Buat saya, apa yang dilakukan Alvin yang menikah di usia 17 tahun itu sungguh luar biasa. Di saat temen-temen sebayanya sibuk pacaran, di saat anak-anak lain cuma kepikiran hal-hal tentang diri sendiri, dia sudah memikirkan pernikahan. Iya sih, abege-abege yang lagi pacaran, yang sedang dalam masa cinta-cintanya sama pasangannya, pasti kepengen untuk nikah juga. Pengen sehidup semati malahan, ya. Tapi ini dua hal yang berbeda. Alvin, kalo dilihat dan dibaca-baca postingannya di media-media sosialnya, kelihatan banget, dia muda tapi pemikirannya sudah dewasa. Apa lagi jika dilihat bagaimana dia menjalani proses sebelum pernikahannya. Dia bahkan harus sidang terlebih dahulu supaya mendapat persetujuan dari Kantor Urusan Agama (KUA).

Sangat berbeda dengan apa yang saya lihat di kehidupan di sekitar saya. Banyak kok yang nikah muda juga. Bahkan yang baru lulus SD, yang usianya sekitar 12 tahun. Tapi untuk bisa disetujui KUA, mereka menuakan umurnya, alias memalsukan tahun kelahirannya. Jauh banget dengan apa yang dilakukan Alvin. Belom lagi soal kesiapan ekonomi. Alvin sudah punya penghasilan sendiri, sedangkan yang ada di sekitar saya, mereka dibiayai orang tuanya. Iya, rumah tangga para penganten muda itu masih jadi tanggungan orang tua. Ada juga yang nikah muda ini karena MBA atau Married By Accident. Semakin jauh aja deh kalo dibandingin sama pernikahan Alvin mah.

Senada dengan Alvin, saat saya menikah dulu, yaitu saat saya berusia 21 tahun, meski tidak bisa dikatakan muda dan suami gak harus bersidang terlebih dahulu, saya juga mengalami lika-liku yang gak mudah juga. Saya lumayan susah untuk meyakinkan orang tua. Iya, orang tua saya. Sebabnya sih sederhana saja. Saat itu, saya belom lulus kuliah. Saya masih ngerjain Tugas Akhir. Dan mereka khawatir, pernikahan yang mungkin kemudian disusul dengan hamil dan menyusui bisa membuat kuliah saya terbengkalai. Inginnya, saya lulus dulu, kerja, baru kemudian menikah. 

Alasan saya yang akhirnya memutuskan untuk nikah di usia 21 tahun itu sebenernya sederhana. Gak mau pacaran. Takut terjerumus hal-hal yang berbahaya. Dan juga mumpung si dia ngajak nikah. Kalo dinanti-nanti, takutnya berubah pikiran. Hihihi...

Tapi setelah berusaha meyakinkan bahwa kuliah saya tak akan terbengkalai, akhirnya restu itu saya dapat. Hanya berselang sebulan dari situ, keluarga saya dan keluarga suami (yang saat itu masih calon) bertemu untuk merundingkan pernikahan. Jadilah tanggal 25 Maret 2001 tanggal bersejarah dibangunnya rumah tangga kami. 

Eh tapi ya, kekhawatiran orang tua saya dulu, sekarang bisa saya pahami. Setelah punya anak begini, pengennya saya juga begitu. Kelak, anak-anak menikah ketika usianya sudah cukup aja.  Jangan nikah dulu kayak Alvin, ah. Walopun misalnya sudah dewasa secara pemikiran dan sudah punya penghasilan sendiri. Ngabayanginnya aja gimana gitu, ya. Harus melepaskan mereka di usia yang masih muda. Huhuhu... mamanya kan masih pengen bareng-bareng. Hehehehe... ini mah karena faktor cemburu, ya. Cemburu emak terhadap anak cowoknya. :))

Cinta Saja Tidak Cukup

Menikah ternyata memang tidak mudah. Cinta saja tidaklah cukup. Suami yang baru lulus kuliah dan baru diwisuda sebulan, tentu belum memiliki pekerjaan yang tetap. Penghasilannya sebagai guide dan asisten mata kuliah di kampus, juga tak seberapa. Tapi beliau tidak patah semangat. Berbagai pekerjaan pun dilakukannya demi istri tercintanya. Dan Alhamdulillah, akhirnya suami mendapat pekerjaan yang tetap juga.

Yang seru dari menikah muda itu adalah pacarannya. Iya, pacaran setelah menikah. Tak ada ketakutan dan tak ada kekhawatiran menjadi fitnah. Bebas ke sana ke mari kapan pun, ke mana pun, dan pulang jam berapa pun. Dan sebenernya, selama belum ada anak, gak punya duit juga gak terlalu pusing. Asal ada untuk makan dan ongkos untuk main. Hihihi… iya, dulu kami sering main. Ke taman kota, ke masjid agung, bahkan ke mall. Bukan, tentu saja bukan untuk berbelanja. Kan masih bokek. *Sekarang emang enggak pernah bokek? :D* Ya, ke mall sekadar untuk bisa melihat barang-barang keren aja. Dan itu udah bikin seneng. Kalo aja dulu udah ada mall online kayak mapemall misalnya, mungkin lain cerita. Saya dan suami paling-paling lihat barang-barang kerennya di depan laptop saja. Wkwkwkwkw….

Kenapa di Mapemall bikin gak perlu kita lihat dan belanja di toko-toko biasa, soalnya kan di sana udah segala macem ada. Berbagai macam kebutuhan untuk wanita, pria, anak, alat-alat olahraga, pelaratan travel, alat make up, pernak-pernik untuk rumah, hingga voucher MAP yang bisa dipakai di banyak merchant, tersedia lengkap di sini. 

Ijab Kabul Itu...

Menikah, baik ketika di usia muda atau pun sudah tua, saya kira sama saja. Kedua belah pihak, baik istri mau pun suami harus tahu hak dan kewajiban masing-masing. Terlebih buat para suami. Di dalam Islam, makna Ijab Kabul saat menikah itu tidaklah semudah saat mengucapkannya. Jauh lebih besar dan lebih berat daripada itu. Seperti pada tulisan di gambar di bawah ini. Sangat serius dan tidak main-main, bukan?  

Oke, untuk para jomblo, eh yang masih single, tak perlu baper ya dengan hotnya berita nikah muda ini. Yang penting, siapkan dulu diri sendiri sebelum sampai ke pernikahan. Pernikahan memang indah, tapi sangat kompleks bak benang kusut di dalamnya. Tenang, jodoh yang tepat itu pasti datang di saat yang tepat juga. *Duh… kok sok-sokan nyeramahin, sih? Siapa saya, ya? Hihihihi…