Jumat malam lalu, di sebuah stasiun televisi swasta, saya anteng nonton acara The Voice Kid Indonesia. Keajaiban suara anak-anak yang berusia di bawah 13 tahun itu benar-benar menyihir saya. Iyalah, di usia yang sebegitu mudanya, anak-anak itu begitu mahir menyanyikan lagu, yang bahkan tingkat kesulitannya sangat tinggi. Jangankan saya, Agnes Monica, Bebi Romeo, dan Tulus yang jadi jurinya pun begitu terpesona.
Saya Dilemma
Ya, saya merasa dilemma. Di balik rasa kagum akan suara-suara emas itu, diam-diam di hati saya terbersit rasa miris. Tentu saja bukan pada suara mereka, tapi pada pilihan lagu-lagunya. Coba saja teman-teman lihat dan dengar sendiri Jumat malam nanti di salah satu televisi swasta itu. Atau tonton dan dengarkan rekaman videonya di Youtube. Sebagian besarnya, bahkan hampir semuanya memilih lagu orang-orang dewasa. Yang bertema cinta, perselingkuhan, pacaran, dan konflik-konflik semacamnya.
Iya sih, tak ada aturan juga mengenai lagu yang dibawakan mereka. Dan tak ada juga yang melarang lagu-lagu dewasa dinyanyikan anak-anak. Tapi tetap saja, denger sendiri anak usia 10 tahun nyanyi lagu cinta terhadap kekasih, sekali pun begitu merdunya, rasanya kok risih juga, ya?
Jika dipikirkan lebih jauh mengenai alasan-alasan kenapa anak-anak menyanyi lagu-lagu dewasa, sebenernya simpel saja. Yupp, lagu anak-anak di zaman sekarang sudah tidak ada. Kalo pun ada, mungkin cuma satu atau dua anak saja yang tahu. Dan pasti, itu karena orang tuanya yang memang niat sekali di dalam mengenalkannya. Atau mungkin juga anak-anak itu denger secara tidak langsung. Dari odong-odong misalnya. Iya, sebab sekarang ini, cuma odong-odong yang saya denger sering memutar lagu anak-anak zaman baheula. Kalau saja sekarang ada lagu anak-anak, mungkin saja odong-odong ini pun akan memutarnya.
Coba saja kita tanya anak-anak di sekitar kita. Berapa banyak sih anak-anak yang tahu lagu Semut-semut Kecil? Sepertinya sangat sedikit. Atau bahkan tidak ada. Gak perlu jauh-jauh, anak-anak saya aja gak ada yang tahu. Kenapa contohnya harus Semut-semut Kecil? Ya itu tadi, karena lagu anak di zaman sekarang memang sudah tidak ada.
Anak Ibarat Kertas Kosong
Kekhawatiran saya tentang lagu-lagu anak, pernah saya tulis juga di blog ini. Judulnya Lagu Anak Indonesia, Riwayatmu Kini. Tulisannya bisa di lihat di LINK INI. Di tulisan tersebut saya menuliskan hal yang serupa. Kekhawatiran saya sebagai orang tua atas banyaknya anak-anak yang menyanyi lagu-lagu orang dewasa. Mending kalau tema lagu itu tentang cinta yang universal yang bisa diartikan ke keluarga atau teman, kalau tentang perselingkuhan? Bahkan tentang kawin lari atau (amit-amit) hamil sebelum nikah (yang memang ada lagu dangdut seperti itu)? Mengerikan, bukan?
Betul, anak-anak itu seperti kertas kosong. Apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, dan apa yang mereka rasakan di kehidupan sehari-harinya akan membentuk karakter mereka. Jika anak-anak terbiasa mendengarkan lagu-lagu orang dewasa yang seperti itu, bukan mustahil juga kan jika pada akhirnya mereka menjadi terbiasa dan akhirnya bermental permisif terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan norma? Atau bahkan sampai melakukan apa yang ada di lagu tersebut? Nauzubillah!
Solusi Saya
Saya sih, dalam menyikapi ‘kemiskinan’ negara kita terhadap lagu anak-anak pada anak saya, adalah dengan cara banyak memutar lagu-lagu Nursery Rhymes dari luar negeri. Ya, gimana lagi, anak-anak saya sangat suka musik dan lagu. Sedangkan di lingkungan tempat tinggal saya banyak yang memutar lagu-lagu dangdut bertema ‘nyeleneh’. Jika anak-anak dibiarkan begitu saja mendengarkan lagu-lagu dari tetangga kanan kiri depan belakang, pasti mereka langsung bisa hapal. Tetapi karena yang didengarkan mereka selalu Nursery Rhymes, jadinya ya mereka hapal lagu-lagu tersebut. Dan kebetulan, lagu-lagu Nursery Rhymes dari luar negeri itu begitu enak didengar, mudah dihapal, dan tampilan videonya pun sangat menarik.
Semua Berawal dari Rumah
Semoga saja, pencipta lagu-lagu anak di negara kita banyak muncul lagi. Sudah saatnya anak-anak kita hahariringan alias nyanyi-nyanyian lagu-lagu yang pantas untuk anak seusianya. Tentang teman, sekolah, hewan peliharaan, waktu bermain, dan berbagai hal menyenangkan di kehidupan mereka. Dan bukan hal-hal mengerikan di dunia orang dewasa.
Yuk bu, pak, kita awali semuanya dari rumah. Jangan biarkan anak-anak kita mendengar lagu yang ‘tidak-tidak’. Sudah tugas kita mendidik anak-anak kita. Dan memberi lagu-lagu yang ‘pantas’ termasuk ke dalam salah satu bagian dari mendidik itu. Memang, pembentukan karakter tidak hanya dari satu hal, misalnya lagu yang didengarkannya saja, tetapi dari banyak faktor. Tapi setidaknya, dengan memberikan lagu-lagu bermutu yang sesuai dengan usia anak, kita bisa meminimalkan dampak buruk dari lagu tersebut. Mari kita pilihkan lagu-lagu yang keren untuk anak-anak kita. Supaya anak-anak kita menjadi orang dengan karakter yang keren pula.
Kasihan anak-anak sekarang ya mbak
BalasHapusminim lagu anak-anak
Iya, semoga segera lahir pencipta lagu-lagu anak, ya. Biar mereka bisa nyanyi sesuai dengan umurnya...
HapusSemua berawal dari rumah, setujuuu teh. Fira suka Chuchu TV nich...nursery ryhmes dulu jaman kakaknya
BalasHapusChuchu TV juga anak-anak suka. Kalo lagi bosen nursery rhymes, mereka nyetelnya Chuchu TV...
HapusIya, Mbak Nia, sedih lihat kenyataan, anak-anak Indonesia kekurangan lagu anak yang bermutu.
BalasHapusIya. Mbak Nancy bisa nulis lagu anak? Yuk bikin...
HapusSusah ya, padahal dulu saat masih kecil saya masih suka dengan lagu yang bercerita tentang alam dan teman, anak zaman sekarang uda denger lagu-lagu bertema dewasa dan percintaan bahkan sudah pinter dipelesetkan. Hadeuh...
BalasHapusIya, sedih banget, ya :(
HapusKalau saya suka iseng bikin lagu sendiri, kadang ambil nada dari lagu yang sudah ada lalu diganti liriknya, kadang asal aja yang penting anak suka, gampang diingat dan isinya berbobot :)
BalasHapusYeay keren. Harus gitu, kalo gak, anak hapalnya lagu-lagu dewasa...
HapusIya, betul, polah anak-anak ketika masih dalam masa pertumbuhan tergantung dari bagaimana orangtua mengarahkannya. 'Tul gak, Nia.
BalasHapusAnak-anak sekarang seakan dipaksa dewasa dengan kondisi yg ada,,
BalasHapus