Laman

25.4.19

Kampung Penas, Sebuah Contoh Kawasan Tanpa Asap Rokok


Siang itu, saat saya sedang belanja bumbu dapur di warung, seorang anak laki-laki yang usianya sekitar 10 tahunan datang membeli rokok. Dengan sigap, si empunya warung pun memberikan rokok yang dimaksud dan menerima uang dari si anak. Dalam hitungan menit, si anak pun balik lagi ke tempat dari mana dia datang.

Ada yang mengganjal di hati ketika melihat peristiwa itu. Berbagai pertanyaan berkecamuk di pikiran saya. Kok si pedagang mudah banget sih ngasih rokok ke si anak itu? Gimana kalo rokok itu bukan untuk bapaknya? Siapa yang tahu kan, kalo rokok itu ternyata buat si anak itu sendiri atau bareng temen-temennya?!

Saya tentu saja menyampaikan apa yang saya pikirkan itu ke si pedagang. Tapi dengan acuh tak acuh, si pedagang malah bilang tidak peduli mau rokok itu buat bapaknya atau pun anaknya. Bukan kewajiban dia untuk kepo akan hal itu.

Perokok Anak-anak
Kali lain, masih di warung yang sama, sekitar jam 2 siang, segerombol anak SMP berkumpul di tempat itu. Kepulan asap rokok jelas meyakinkan saya kalo di sana, para pelajar tersebut sedang merokok. Dan benar saja, begitu saya mendekat, semua anak yang bergerombol tersebut memegang rokok. Tanpa ada rasa ringkih sedikit pun, mereka terus saja mengisap dalam-dalam rokok masing-masing. Sedangkan saya, cuma bisa bengong dan geleng-geleng kepala.

Hampir setiap hari pemandangan yang sama, di tempat yang sama, dan di jam yang sama, saya dapatkan. Pengen marah rasanya. Tapi saya bingung, gimana caranya. Toh si pemilik warungnya tak mengeluhkan apa-apa. Tetapi tiba-tiba, sebuah ide melintas di kepala saya.

“De, kamu kelas berapa? Kelas apa? Kenal sama Ibu Susi, kan? Saya foto ya. Biar Bu Susi nanti kasihin foto ini ke kepala sekolah,” ucap saya kepada salah satu anak bergerombol yang sedang merokok itu sambil pura-pura hendak motret dengan kamera hape saya.

Si anak terkejut. Teman-temannya berhamburan lari ke berbagai arah. Tak lama, si anak itu pun ikutan lari.

Besoknya, pemandangan anak-anak yang merokok itu tak lagi saya lihat. Dari cerita si pemilik warung, saya jadi tahu kalau di hari tersebut, sebelum saya ke sana, mereka mencari tahu tentang saya. Dan saat si pemilik warung bilang ke anak-anak tersebut bahwa saya adalah adik Bu Susi, salah satu guru yang mengajar di SMP tempat anak-anak itu sekolah, mereka pada pergi. Katanya mereka beneran takut dilaporin ke kepala sekolahnya.


Kota Layak Anak
Dua cerita di atas ada benang merahnya. Keduanya tentang rokok dan anak-anak. Yang pertama, anak yang disuruh orang tuanya untuk membeli rokok. Sedangkan yang kedua adalah anak-anak yang sudah merokok. Menurut saya, cerita yang kedua bisa jadi merupakan efek dari cerita yang pertama.

Ya, anak-anak yang disuruh membeli rokok, akan penasaran dengan ‘rasa’ dari rokok tersebut. Dan karena mereka tahu bagaimana mudahnya membeli rokok, maka tak segan-segan mereka pun mencicipi rokok. Dari yang asalnya coba-coba, akhirnya mereka bisa berpotensi menjadi perokok aktif.

Andai saja lingkungan tidak mendukung bagi anak-anak untuk merokok, pastinya perokok anak tak akan bertambah banyak. Orang tua yang tidak merokok, pedagang yang tak mudah menjual rokok kepada anak-anak, masyarakat yang selalu peduli pada bahaya rokok, serta hal lain yang sejenisnya, tentu akan membuat sebuah lingkungan yang bebas asap rokok.

Kota Layak Anak (KLA) adalah jawaban dari pengandaian saya. Sebuah kota yang secara tersurat dan tersirat memiliki indikator tidak ada iklan, promosi, dan sponsor rokok; serta memiliki Perda KTR untuk melindungi anak-anak dari target pemasaran industri rokok dan paparan asap rokok.

Saya sendiri belum pernah menginjakkan kaki ke Kota Layak Anak seperti itu. Tapi dari apa yang saya baca, contoh nyata yang bisa menjadi wakil dari Kota Layak Anak itu contohnya adalah Kampung Penas. Sebuah kampung yang terletak di Jakarta Timur. Kampung Warna-Warni Tanpa Rokok. Di kampung ini, sejak 2017, warga-warganya menginisiasi penerapan aturan dilarang merokok. Dan harapannya, keberadaan kampung semacam itu bisa menjadi contoh bagi kota-kota lain di Indonesia.

Talk Show #RuangPublikKBR
Beberapa waktu yang lalu, di acara #RuangPublikKBR 9-10 WIB dibahas mengenai Kampung Penas yang merupakan contoh nyata dari sebuah bentuk Kota Layak Anak. Dalam acara talk show tersebut hadir Ir. Yosi Diani Tresna, MPM yang merupakan Kasubdit Perlindungan Anak, Dit. Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga, Kementerian PPN/Bappenas dan Ibu Sumiati yang merupakan pegiat Kampung Tanpa Rokok, Kampung Penas Jakarta Timur.

Kampung Penas

Ibu Sumiati bercerita mengenai pengalaman pribadinya yang pernah mengidap penyakit paru-paru di tahun 2007. Sebuah penyakit yang diakibatkan karena seringnya menghirup asap rokok. Bukan, Ibu Sumiati bukanlah perokok. Beliau kena paparan asap rokok dari suami dan juga anaknya. Karena latar belakang inilah, akhirnya beliau berinisiatif membangun Kampung Penas untuk menjaga kesehatan anak-anak dan para ibu dari bahaya rokok.

“Sudah banyak warga yang kena penyakit paru-paru di sini, akibat asap rokok sendiri dan orang lain dari keluarganya sendiri,” ucap Bu Sumiati.

Warga di sana pun pada akhirnya turut berkomitmen untuk menjadikan Kampung Penas sebagai kawasan tanpa rokok. Efek asap rokok yang menyebabkan banyak penyakit paru-paru itulah alasannya.

“Sudah banyak warga yang kena penyakit paru-paru di sini, akibat asap rokok sendiri dan orang lain dari keluarganya sendiri, Saya juga pernah kena paru-paru walaupun Saya tidak merokok tapi dari suami dan anak,” ujar Bu Sumiyati.

Kampung Penas tidak langsung begitu saja seperti sekarang. Tetapi melalui pendampingan LSM Forum Warga Kota Jakarta (Fakta). Berkatnya, Kampung Penas kini menjadi salah satu dari sekian kampung atau wilayah yang berhasil menjadi Kawasan Tanpa Rokok.

Semua warga dan Bu Sumiyati berharap agar komitmen untuk menjadikan Kampung Penas sebagai kawasan tanpa rokok tetap selalu terjaga. Tak lupa, Bu Sumiati juga berharap adanya pengawasan dan pendampingan dari pemerintah agar Kampung Penas bisa terus menjadi KTR dan kampung percontohan tanpa rokok bagi Pemda DKI Jakarta.

“Sekarang karena kurangnya pengawasan, mulai ada orang-orang dari luar kampung yang merokok dipinggir kali dan jalan yang masuk kawasan tanpa rokok”, kata Bu Sumiyati.

Masih dari Bu Yosi, saya jadi tahu bahwa di Indonesia daerah atau kota/kabupaten yang sadar akan bahaya rokok, terutama dampaknya bagi anak-anak, itu masih sangat sedikit.

Ya, mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok dan Kota Layak Anak itu mutlak atas inisiatif dan kesadaran warga. Tak bisa dipaksa-paksa. Ada pun kesadaran akan bahaya asap rokok itu muncul jika ada kebutuhan untuk mendapatkan lingkungan bebas asap rokok. Sepeti misalnya karena banyak yang merasakan penyakit paru-paru.

Dalam kesempatan kali itu juga saya menangkap pesan harus adanya partisipasi anak. Supaya mereka tidak menjadi perokok. Sehingga dengan begitu, Indonesia yang bebas dari asap rokok bukan hanya impian saja. Rencana dan langkah-langkah kecillah yang dapat mewujudkannya.

Andaikan Saja…
Mendengar pembahasan di talk show tersebut, saya jadi berandai-andai. Andaikan saja semua lingkungan kita merupakan Kawasan Tanpa Rokok. Atau setidaknya, Kawasan tanpa rokok seperti Kampung Penas ini banyak. Anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa tentu memiliki masa depan yang cerah. Penyakit yang ditimbulkan asap rokok, tentu tak akan membayangi mereka.

Coba deh teman-teman ikutin juga talk show di acara #RuangPublikKBR 9-10 WIB. Beberapa waktu ke belakang dan beberapa waktu ke depan, temanya masih tentang Rokok. Saya yakin, ada banyak sekali fakta tentang rokok yang tidak teman-teman ketahui. Dan pastinya, hal ini akan memberi insight baru bagi teman-teman.

Mau bertanya atau memberi komentar? Bisa! Yaitu via telepon bebas pulsa di 0800 140 3131, di whatsapp di 0812 118 8181, melalui sosial media dengan mention ke akun twitter @halokbr, atau ke akun instagram kbr.id. Tentu saja dengan menyertakan juga TAGAR #RuangPublikKBR.

Siaran Ruang Publik KBR bisa disimak di 100 radio jaringan KBR, dari Aceh hingga Papua. Yang di Jakarta bisa mendengarkan di Power FM 89.2 dan website kbr.id atau melalui aplikasi android dan IOS denga search KBR Radio.

Penasaran dengan talk show yang saya ikuti, klik aja link ini https://www.facebook.com/beritaKBR/videos/931447680543359/.

Oh ya, yang suka nulis blog, rangkaian talk show ini ada lomba blognya juga. lho, Bahannya ya dari seri talkshow ini. Hadiahnya sangat menarik, yaitu terbang ke Bangkok untuk dua orang.

Harapan Saya
Baiklah teman-teman, sampai di sini tulisan saya. Harapan saya, semoga Kawasan tanpa rokok, dan kota layak anak akan semakin banyak. Sehingga pemandangan yang saya ceritakan di awal tulisan ini tak lagi sering kita temui. Sudah sepantasnya anak-anak terbebas dari asap rokok. Sudah sepantasnya masa depan anak indah tanpa bayangan asap roko. Dan sudah sepantasnya kita semua mewujudkan hal itu. Demi bangsa yang maju. Demi bangsa yang lebih baik lagi. Sampai jumpa!


41 komentar:

  1. Saya juga sedih mbak ketika mendapati murid saya merokok.padahal masih SD. Dan ditindak keraspun juga ada beberapa orang tua yg membela bahkan tidak terima anaknya di tegur karena merokok.

    Sudah sepantasnya Kota Layak Anak ini dicanangkan di seluruh daerah ya mba...

    BalasHapus
  2. Semoga kawasan tanpa rokok semakin banyak, sehingga nyaman untuk anak anak dan tentunya juga kita.

    BalasHapus
  3. keren banget mbak Nia ya ada kampung seperti Kampung Penas itu..
    dulu sering main ke rumah temanku di situ.., jadi pengen liat sendiri deh

    BalasHapus
  4. emang, anak anak seumuran itu perlu di pantau. mereka suka coba2 hal baru termasuk rokok.

    BalasHapus
  5. Wah, salut banget saya sama warga Kampung ini yang mau komit ya Mbak.... Semoga makin banyak kampung yang demikian, bebas rokok dan layak bagi anak-anak....

    BalasHapus
  6. Kota kami juga sedang menuju Kota Layak Anak. Sama sekali tidak mudah tentu, tapi mudah2an bisa terwujud dengan partisipasi seluruh masyarakat..

    BalasHapus
  7. Saya setuju banget lho mba dengan gerakan kawasan anti rokok ini. Di kampungku juga gitu, anak2 masih SMP gitu udah ngerokok. Pada nyontoh bapaknya soalnya.
    Kalau melihat orang merokok di sembarang tempat, ga peduli ada anak2 atau perempuan di sebelahnya, kadang pengin nangkupin tas plastik ke mukanya, biar tuh asap disedot dari mulut dan ntar asap yang keluar dia hirup juga. Soalnya asap yang disemburkan itu kandungan racunnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang disedot lewat mulut lho.

    BalasHapus
  8. Hmmm semoga semakin banyak kawasan yang bebas rokok yaa, Mba. Paling sebel kalo sedang naik kendaraan umum dan ada penumpang yang merokok di dalamnya, huwaaaa pengen nangis deh :'(

    BalasHapus
  9. Keren banget ada kampung bebas rokok. Moga makin banyak menular ke kampung lain tanpa menunggu sakit dulu. Hiks.

    BalasHapus
  10. wah ada ya teh kampung bebas rokok, seandainya aku juga bisa tinggal ditempat seperti itu :D aku juga udah wanti-wanti ke suami, jangan pernah sekali pun nyuruh anak-anak beli rokok.

    BalasHapus
    Balasan
    1. waktu saya masih ngewarung suka ada anak-anak yang beli rokok, kalau anak yang memang ku kenal dan biasa disuruh ayahnya sih aku kasih, tapi kalau gak dikenal aku bilang aja abis hehehe

      Hapus
  11. Aku juga punya mimpi yang sama mba Nia, pengeeeen banget bisa tinggal di lingkungan bebas asap rokok. Sebel kan kalo lagi asik jalan-jalan pagi, ketemu tetangga merokok santai, hmmmph

    BalasHapus
  12. Berharap kawasan bebas rokok ini semakin banyak. Aku pernah lihat anak SMP udah beli rokok, dan merokoknya di samping warung sama teman-temannya. Sedih liatnya....

    BalasHapus
  13. giliran mau dilaporin pada takut ya teh :( gemes banget deh aku juga suka pengen marah kalau anak sekolah pada ngerokok makanya nih semoga banyak kampung Penas lainnya ya teh pada peduli tidak biarkan anak2 merokok

    BalasHapus
  14. Bisa sama ya mbak, di sini juga segerombolan anak SMP sudah merokok. Dan biasa jiwa naluri mamak-mamamk saya keluar, abis deh disemprot dan dinasehati semua anak-anak itu. Tapi memang, pemilik warung pun tidak melarang mereka malah menjual rokok tersebut, apakah karena keuntungan jd susah juga mengendalikannya.

    BalasHapus
  15. Sedihnya ya mba kalau ada anak yang masih kecil malah sudah merokok :(. PAdahal bahaya rokok itu sudah sering kita sampaikan ya mba

    BalasHapus
  16. Aku kalau ada yang merokok di depan aku dan anak-anak akan langsung bilang rokoknya jauh - jauh, termasuk suamiku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Samaaaa, malah aku suka dengan sengaja bilang ke anak2ku, ayo pindah yuk jangan ke sini,soalnya bauuuuu hahha
      biarin aja yang ngrokok denger, soalnya dah gemes sama perokok yg suka merokok semabarang apalagi di ruang publik.

      Hapus
  17. Aku miris di desa suamiku juga mba, anak sd dan smp udah pada beli rokok
    ngeliat mereka rokokan gitu menyedihkan. Masih kecil lho. Mungkin ya itu melihat orang-orang sekitar yang menikmati rokok ya. Tapi aduh asapnya ya Allah.

    BalasHapus
  18. Semoga kawasan tanpa rokok ini juga ada di berbagai wilayah ya,terutama kawasanku itu lho banyak banget yang ngerokok.

    BalasHapus
  19. Semoga kita semua dimudahkan dalam membantu mewujudkan kota layak anak
    soalnya di tempat mas suamiku juga anak-anak kecil udah pada merokok. Miris dan sedih rasanya

    BalasHapus
  20. Aaahh andai lingkungan tempatku tinggal skrng kyk Penas. Aku paling gak suka kalau liat ada ibu atau bapak ngasuh anak sambil ngerokok :(
    Semoga makin banyak kawasan kyk gitu ya mbak.

    BalasHapus
  21. Bener, teh..
    Asiknya bila terwujud KLA di manapun kita tinggal dan pergi ke suatu wilayah.
    Aman untuk anak, ibu hamil dan perempuan lainnya.

    Tapi merokok ini genderless...kadang perempuan pun ada yang merokok.
    Jadi fokus kita adalah kesadaran para perokok aktif ini mengerti tempat untuk aktivitasnya yang merugikan orang lain.

    BalasHapus
  22. Kalo liat bapak2 asyik merokok di sebelahnya ada anak2 pengen ta semprot aja bawaannya

    BalasHapus
  23. Wah bahagia banget kalau semua daerah bs spt kampung penas ini ya teh..

    BalasHapus
  24. Setuju Mak, zaman skrg ini banyak bgt anak2 ngerokok.n masih di kelas awal. Awalnya penasaran, tp lama2 ketagihan. Bersyukur ada Kampung Penas

    BalasHapus
  25. Sedihnya yang kecanduan merokok itu (maaf) adalah kelas menengah ke bawah. Yang katanya tidak cukup penghasilan buat menyekolahkan anak dlm, tapi demi rokok ayah mereka melakukan apa saja...

    BalasHapus
  26. Yup Rokok memang sangat berbahaya sekali... Dan sudah banyak korban dan kejadian dengan adanya rokok ini

    BalasHapus
  27. rokok masih jd masalah bgt buat kita ya, moga kedepannya, rokok ga terbeli oleh masyarakat miskin y

    BalasHapus
  28. Anak terpapar rokok aja saya sedih, apalagi sampai si anak-anak ini sendiri yang merokok. Hikss.. masih susahhhh banget saya menjadikan rumah saya bebas rokok.. Saya hanya bisa berdoa semoga anak-anak saya tidak tergoda untuk merokok.

    BalasHapus
  29. Super suka dengan inovasi kampung penas ini, seperti angin segar. Pengennya smua ibu kota ada nih.

    BalasHapus
  30. Kampung penas bisa menjadi inspirasi bagi kampung yang lain agar bisa menciptakan kawasan bebas rokok ya... Keren inovasinya, walau semua tidak mudah dilakukan tapi tetap semangat dan kesadarannya membuat semua menjadi nyata, luar biasa.

    BalasHapus
  31. Apa yang dilakukan kampung penas ini sungguh merupakan inovasi yang menarik mba. Dan semoga juga akan makin banyak kampung kampung yang menginspirasi seperti ini

    BalasHapus
  32. Smoga smakin banyak yg sadar akan bahaya rokok ya mbak, dan banyak bermunculan kampung Penas2 yg lain....

    BalasHapus
  33. Anak jaman sekarang SD aja sudah banyak yang merokok, biasanya mereka curi-curi kesempatan saat main atau nongkrong di luar bersama teman

    BalasHapus
  34. Wah ini mah daerah kampuskaku kampuskaku mba, aku tau daerah ini, pernah privat disini juga hehe tp baru tau ini kampung bebas rokok. Semoga tetap istiqomah dan akan banyak kampung sejenis lainnya di Jakarta

    BalasHapus
  35. Emang gemess dan miris banget ya Mbak klo lihat anak kecil di bawah umur juga udah mulai kenal rokok, merokok. Huufft.
    Semoga deh kawasan bebas rokok, makin banyak yah. Perlu usaha yg ekstra jg utk ini sih.

    BalasHapus
  36. Semoga semakin banyak daerah yang menerapkan larangan kayak gini ya. Aku gak suka banget nih kalau ada yg ngerokok depan anak, di sini pada gini semua soalnya. Huhu

    BalasHapus
  37. Mimpi yang sama...Kota Layak Anak.
    Paling tidak sudah ada yang mencontohkannya, Kampung Penas. Harapannya makin banyak berkembang kampung serupa sehingga makin banyak pula Kawasan Tanpa Rokok di sekitar kita sehingga tambah aman dan layak untuk anak:)

    BalasHapus
  38. Miris emang mba liat anak sd sekarang udah pada ngerokok ya ampun mau jadi apa cobak kalo udah gede,kampung penas emang keren banget mba patut dijadikan percontohan kawasan bebas rokok

    BalasHapus
  39. Saya juga inginkan kota layak anak teh, kadang suka sebel kalau lagi jalan eh ada yang ngerokok, ganggu banget. Dan si perokok asik2 aja nebarin asapnya, huhuhu.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)