Viralnya kasus bullying yang terjadi di antara pelajar sekolah menengah beberapa waktu yang lalu, tentu mengejutkan banyak orang. Terlepas dari pihak mana yang benar dan pihak mana yang salah, setiap orang tua pasti menjadi khawatir. Termasuk saya. Jujur, dengan mencuatnya kasus ini, saya jadi parno. Saya takut anak saya kena bully, sekaligus juga takut mereka melakukan bullying.
Bullying di Hidup Saya
Sebuah status dari seorang teman di Facebook yang menanggapi kasus bullying yang tengah terjadi tersebut, tiba-tiba mengingatkan saya pada kejadian beberapa belas tahun silam. Teman FB saya tersebut menyebutkan bahwa beliau, semasa sekolah sering menjadi sasaran bullying. Penyebabnya adalah karena beliau pernah menderita sakit polio, yang akhirnya membuat sebelah kakinya terkena dampak penyakit tersebut.
Benar, membaca status FB-nya, saya jadi merasa tertohok. Sebab saya, mungkin adalah salah satu orang yang pernah melakukan bullying itu. Kepada teman saya yang juga kakinya terkena dampak penyakit polio. Meski cuma ikut-ikutan, dan mungkin cuma 1-2 kali saja sebab setelahnya saya dimarahi mama, saya tetap merasa bersalah. Untungnya, persahabatan saya dengan teman tersebut berjalan baik hingga sekarang. Dan setiap ketemu, pasti saya selalu meminta maaf.
Ada hal yang saya salut dari teman saya yang ketika SD dulu banyak disebut ‘si pincang’ itu. Saat di-bully, dia tak pernah membalasnya. Dia selalu tersenyum setiap kali di-bully. Meski saya tahu dia menerima itu, dalam hatinya, dia pasti sangat sedih. Tapi dia tak menunjukkan itu.
Yang paling hebat, dia pada akhirnya bisa membungkam semua pem-bully-nya. Yaitu dengan menunjukkan prestasinya. Nilai-nilai raportnya bagus, selalu masuk 3 besar di kelas. Dan setiap ada lomba cerdas cemat, berkat dia yang lantang berani, kelas kami sering menjadi juara. Satu demi satu, teman-teman yang mem-bully-nya pun menyerah.
Tak Semuanya Beruntung
Ini yang saya lihat di lingkungan kampung saya. Tak semua orang, terlebih anak berkebutuhan khusus, atau penyandang disabilitas, mendapatkan kesempatan yang sama di dalam mendapatkan pendidikan. Bullying yang terus menerus karena keadaan yang berbeda, keengganan banyak sekolah di dalam menerima murid penyandang disabilitas, hingga masih sedikitnya jumah tenaga pengajar untuk murid penyandang disabilitas, membuat ‘kaum’ ini lebih memilih untuk tidak sekolah.
Saya pernah nanya ke seorang tetangga yang anaknya merupakan penyandang disabilitas. Kenapa sih anaknya tersebut gak sekolah? Tetangga saya menjawabnya seperti yang saya sebutkan di atas. Anaknya gak mau sekolah karena sering dihina anak lain. Saat nyari sekolah lain, anaknya ditolak status penyandang disabilitasnya itu. Dan saat masuk ke sekolah khusus yang memang ada kuota penyandang disabilitasnya, katanya sudah penuh. Gurunya hanya sedikit. Tak bisa menerima lebih banyak lagi murid penyandang disabilitas.
Mendengar hal-hal seperti itu, saya sangat sedih. Bisa dibayangkan bagaimana lebih sedihnya mereka, para penyandang disabilitasnya. Dan para orang tuanya juga. Mereka juga tentu ingin masa depan yang lebih baik. Mereka juga tentu ingin berkesempatan untuk maju. Menjadi manusia mandiri yang lebih berguna untuk orang-orang tercintanya, dan juga bangsanya. Tapi sepertinya, hal tersebut masih susah untuk diwujudkan.
Momen Hari Pendidikan Nasional
Cerita yang saya dengar dari tetangga saya mungkin memang hanya contoh kecil. Bisa jadi itu hanya 1 dari ketidakberuntungan penyandang disabilitas di negara kita dalam mendapatkan pendidikan. Mungkin saja dalam kenyataannya, malah lebih banyak anak penyandang disabilitas yang justu beruntung bisa mencicipi pendidikan tanpa kendala. Saya tidak tahu, sebab saya tak punya datanya.
Tapi meskipun demikian, sebagai orang yang hidup dekat anak penyandang disabilitas, dan juga punya teman penyandang disabilitas, saya sangat berharap, melalui momen Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei 2019 nanti, akan ada sebuah program yang signifikan di dalam meningkatkan pendidikan untuk penyandang disabilitas. Tak hanya di kota-kota besar, tetapi juga semua penyandang disabilitas di seluruh pelosok tanah air.
Tentu saja demikian, sebab para penyandang disabilitas ini juga merupakan aset bangsa, yang potensial di masa depan. Jika mereka bisa mendapatkan pendidikan yang bagus, tentu masa depan mereka juga akan cerah. Bukan mustahil jika nantinya mereka menjadi pemimpin bangsa yang mengharumkan nama negara.
Semoga!
Ya, semoga saja demikian. Program yang sudah bagus, dipertahankan. Dan jika mungkin dibuat program lain yang lebih keren, yang akan memaksimalkan potensi para penyandang disabilitas.
Ah ya, jangan lupa, kita juga jangan hanya bergantung kepada pemerintah saja. Ada baiknya kita juga ikut berpartisipasi. Sebagai contoh kecil, kita mungkin bisa memberi sesuatu kepada teman penyandang disabilitas di Hari Pendidikan Nasional nanti. Kita bisa memberi apa pun yang mungkin dibutuhkan mereka. Kita bisa memilihnya di iPrice. Di sana kita bisa melihat berbagai macam barang dengan perbandingan harga terbaik.
Oke deh, sampai di sini tulisan saya. Barangkali teman-teman memiliki pandangan yang berbeda mengenai pendidikan bagi penyandang disabilitas? Yuk sharing, yuk!
Betul mbak, beberapa kenalan saya yang anaknya disabilitas lebih milih gak sekolah umum. Bingung juga sih ya, mungkin bener kata netizen akhir-akhir ini, jangan sampai anak2 kita dibully, dan paling penting lagi jangan sampe jadi pembully
BalasHapusAamiin, aamiin.
BalasHapusSaya melihat semakin hari, dukungan untuk para penyandang disabilitas semakin bagus dalam semua aspek termasuk pendidikan.
Semoga selalu bisa seperti itu dan juga semakin bertambah bagus lagi.
Betewe, saya jadi auto buka iprice nih gara-gara baca ini :)
kasian anak yang difabel trus dihina dan dibully, padahal mereka juga punya hak buat sekolah. Jadi inget temen kuliahku yang tuna netra dulu, dia semangat banget ke Bandung buat kuliah dan lulus dgn nilai terbaik
BalasHapusBener juga ya, setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, tak terkecuali anak penyandang disabilitas. Justru mereka ini harus diberdayakan agar bisa menjadi warga negara yang baik, memiliki kesempatan sama dengan yang lain. Setiap anak kan memiliki keistimewaan tersendiri.
BalasHapusSedih ya mba, bila ada anak yg tak bisa mengenyam pendidikan karens masalah di luar kemampuan mereka.. Semoga negara benar2 hadir untuk pemerataan kesempatan pendidikan ini, termasuk untuk para penyandang disabilitas..
BalasHapusYang normal dihina aja rasanya nggak karu karuan hatinya, bagaimana yang difabel ya :(. Bagaimana kondisi hati orangtuanya :(.
BalasHapusAku pernah ngajar di sekolah inklusi, muridku yang autis sering banget kena bulliying. Selaku guru BK, kalau ada kasus begini selalu bertindak tegas. Soalnya muridku kl udah dibully, dampaknya marah2 dan ngelempar batu:(, kan bahaya
Anak penyandang disabilitas gini memang sering dianaktirikan ya mbak. Anak tetanggaku jaman aku masih kuliah dulu, ada yang terpaksa sekolah di sekolah khusus. Tapi aku sekolah dulu waktu SMP juga punya teman yang disabilitas berupa cacat fisik, alhamdulillah kami temannya saling gantian bantu ketika mau masuk ruang olah raga atau perpustakaan atau nyebrang jalan depan sekolah
BalasHapusAamiin teh, saya pun berharap ada semakin banyak tempat pendidikan khusus untuk penyandang disabilitas, agar mereka tetap mendapat haknya mendapatkan ilmu :)
BalasHapusAamiin, semoga penyadang disabilitas semakin diperhatikan pendidikan dan kehidupannya agar lebih layak dan lingkungan yang kondusif untuk mereka beraktivitas mandiri.
BalasHapusSaya selalu senang dengan anak-anak disabilitas, kemarin beberapa kali ikut program nya mbak. Memang setiap anak berhak mendapatkan pelayanan yang terbaik dan mengedukasi anak saya sendiri untuk bergaul akrab dengan teman-teman disabilitas.
BalasHapusGimana ya....kalau menurutku kita ini belum terbiasa "menormalkan" disabilitas. Mungkin juga karena sosialisasi kurang, infrastruktur untuk disabilitas masih kurang, dan pola pikir kebanyakan masyarakat kalau disabilitas ya sdh pasti jelek :( Padahal kalau kita buka mata, buka hati, siap menormalkan disabilitas gak akan ada deh bullying begini.
BalasHapusHebat temen Mbak yang dibully namun membalas dengan prestasi. Lama-lama yang lain menyerah juga karena malu. Bukan saatnya lagi membicarakan kekurangan orang lain, tapi mendukungnya, sehingga ia betah di sekolah.
BalasHapusBaca artikel ini sedih banget, anak normal aja rentan bully apalagi yang disabilitas, semoga kita semua bisa menciptakan suasan kondusif untuk belajar bagi semua anak terutama anak disabilitas
BalasHapusYa ampun suka kasihan sama anak penyandang disabilitas. Tapi selalu suka sama semangat mereka pantang menyerah walau keadaan fisik tidak sempurna
BalasHapusDulu anakku pernah sekolah di sekolah inklusi, jadi dia terbiasa bermain dan menyayangi teman-teman penyandang disabilitas, begitu aku pindahin ke sekolah biasa, anakku sering nangis kalau ada temannya yg disabilitas sedang dibully tapi dia ngga bisa nolong, sediih :(
BalasHapusKalau anak saya malah kebalikan mbak. Pas main di rumah dia malah di bully karena bicaranya belum lancar (usia 5 tahun) memang ada speech delayed. Tapi begitu sekolah, dan sekolahnya inklusi, Alhamdulillah pengajar memberikan pijakan yang baik sekali, sehingga anak anak juga malah membantu anak saya jika ingin menyampaikan sesuatu. Alhasil malah progresnya makin baik. Memang butuh support sih anak anak dengan kebutuhan khusus ini.
BalasHapusGa cmn anak difabel yg dibully, anak normal aja banyak yg membully mak. Mau ga mau lingkungan yg membangun budaya bullying ini mak.
BalasHapusBanyak langkah kongkrit yg sudah diambil, baik oleh pemerintah maupun masyarakat sipil. Tanyangan terbesar adalah melawan stigma. Disabilitas kerap dianggap sebagai ‘penyakit’, aib keluarga yang perlu disembunyikan.. jadi para penyandangnya tidak mendapat kesempatan yang layak untuk mwnjadi lebih baik
BalasHapusPenyandang disabilitas menurutku harus mendapatkan kesamaan untuk mendapatkan pendidikan. Karena mereka pun berhan mendapat itu
BalasHapusHuhuu, sedih pagi-pagi baca tulisan Teteh. Memang ya, meski sedih tapi harus diakui kalau negara kita masih jauh dari predikat ramah disabilitas.
BalasHapusApalagi kalau di pedesaan, sering dikaitkan dengan hal yang nggak ada huhungannya. Dosa orang tua lah, kualat lah, dll T_T
Kita harus mulai dari keluarga nih, menanamkan ke anak² bahwa setiap orang itu berbeda. Dan itu nggak apa-apa :)
Oh iya hari ini hari pwnpendidi nasional.
BalasHapusSemoga gak ada lagi kasus bullying, terlebih ke penyandang disabilitas :)
Sama mba Nia, aku juga paling nggak tegaan denger ataupun liat dalam tayangan soal kasus bullying. Sedih bikin piye gitu. Pengen bisa berbuat apa gitu biar tidak terjadi hal demikian lagi. Semoga seluruh masyarakat dan instansi pemerintah semakin baik dalam menjaga anak-anak yang istimewa ya Mba aamiin
BalasHapusAku gak paham sama emosionalnya anak-anak jaman sekarang.
BalasHapusDulu..
Kalau salah ngomong sampe nyakitin temen aja, badan rasanya panas - dingin ga bisa bobok.
Kenapa anak sekarang bisa sangat drastis berkurang rasa empatinya gini yaa..?
Hiiks~
Penyandang disabilitas juga memiliki hak yang sama.
Kalau di Indoensia skrng sih beberapa seklah sudah ada sekolah inklusi ya mabk. Anak temanku tu ada yg sekolah di sekolah inklusi dna diajarin cara menghormati temannya yang disabilitas. Sekolah kyk gini kyknya prlu diperbanyak ya....
BalasHapusAku juga pernah punya teman penyandang disabilitas yang dari SD tuh memang cerdas. Kakinya lumpuh layu sejak kecil. Sekarang dia malah jadi pengusaha sukses loh, dia ternak puyuh dan punya warung makan.
BalasHapusBullying itu memang meresahkan siapapun, apalagi bagi penyandang cacat. Say no to bullying lah
BalasHapus