Laman

25.6.21

Tangkal Hoax dengan Cek Fakta Terlebih Dahulu


Teman-teman, pada jengah gak sih dengan semakin merajalelanya hoax? Pasti, ya. Apalagi di masa pandemi kayak sekarang. Gak di mana, gak di mana, orang-orang pada nyebar hoax seenaknya. Dulu sih, saya cuekin aja. Asal saya tahu kalo kabar yang saya terima gak bener, ya sudah, cukup. Peduli amat dengan orang lain. Mau mereka percaya atau tidak, itu urusan mereka. Yang penting saya gak ikut-ikutan menyebarkannya.

Tapi lama-lama saya gemas sendiri. Semua orang, terutama yang ada di circle keluarga, pada ketularan. Setiap hari ada saja hoax yang disebarkan. Kepengen banget deh rasanya saya bisa menyangkalnya secara terang-terangan. Cuma ya gitu, keburu takut dan males duluan. Tiap ada yang berani kontra dengan hoax tersebut, malah dianggap ngajak ribut. Ujung-ujungnya, jadi renggang deh rasa persaudaraan.

Beruntung saya ikut Webinar Cek Fakta Tempo beberapa waktu yang lalu. Bahaya-bahaya yang bisa ditimbulkan dari menyebarkan hoax hingga membiarkannya terus beredar, sedikit menyadarkan saya. Mudah-mudahan deh, ke depannya, jika ada hoax yang mampir lagi, saya bisa menghalaunya. Tapi tentu, sebelumnya saya harus cek dan ricek kebenaran dari hoax yang beredarnya terlebih dahulu.

Penyebab, Tujuan, dan Jenis Hoaks 

Dari materi yang disampaikan Mbak Ika Ningtyas dari Tempo di webinar Cek Fakta Tempo saya baru tahu bahwa Indonesia itu merupakan pengguna internet terbesar keempat di dunia. Namun besarnya pengguna ini tidak sebanding dengan kemampuan literasi digitalnya. Sungguh memprihatinkan, dalam hal literasi digital, Indonesia menempati urutan ke-70 di dunia. Jadinya tak heran jika pengguna internet ini masih susah membedakan yang mana fakta dan yang mana hoaks.

Kubu politik semakin memperparah. Membuat poduksi hoaks semakin banyak dan cepat. Sehingga fanatisme yang berlebihan, baik itu terhadap kelompok, tokoh, atau atau bahkan ideologi tertentu disalahgunakan oknum tertentu untuk membuat hoax.

Dari hoax yang selama ini beredar, kita bisa mengelompokkan tujuan dari hoax-hoax itu. Ada yang bertujuan memperlihatkan jurnalisme kita yang lemah; ada yang untuk lucu-lucuan; ada yang sengaja memprovokasi; ada yang untuk keperluan partisanship; ada yang bertujuan komersil melalui judul clickbait, serta ada yang untuk tujuan gerakan politik dan propaganda.

Menurut standar First Draft, yang merupakan sebuah organisasi riset media di Amerika Serikat, hoax itu bisa dibagi atas 7 macam. Yakni satire, konten menyesatkan, konten aspal, konten pabrikasi, konten gak nyambung, konteks salah, serta konten manipulatif

Di Indonesia sendiri, hoax-hoax ini sudah banyak memberi dampak. Dari semakin menguatnya kekubuan pasca Pilpres 2014/2019, terjadinya kebencian yang berbasis SARA, terhambatnya penanganan bencana, serta sulitnya penanganan pandemi Covid-19. Ini yang paling kentara. Seperti fenomena gunung es. Dampak hoax yang tidak kentara tentu lebih banyak lagi.

Menangkal Hoax Berita, Foto, dan Video

Di hari pertama webinar Cek Fakta Tempo, saya dan teman-teman dari Komunitas ISB diajak menangkal hoax dengan mengecek kebenarannya terlebih dahulu. Hoax yang dimaksudkan adalah hoax yang berupa berita (misalnya dari situs tertentu), hoax yang berupa foto, serta hoax yang berupa video. 

1. Mengenali situs abal-abal 

Ini hoax yang paling sering mampir di WAG keluarga saya. Untuk hoax jenis ini, saya lumayan sering cek ricek. Misalnya saja berita tentang orang-orang yang hidungnya infeksi akibat tertusuk saat diswab untuk mendeteksi virus corona penyebab Covid-19. Di sana ada sumbernya. Berasal dari situs tertentu. Namun saat ditelusuri, banyak yang janggal dari situs tersebut. Langsung aja sih saya bisa bilang bahwa berita tersebut hoax.

Ternyata situs yang seperti ini sangat banyak. Menkominfo sendiri pernah menyebutkan bahwa situs abal-abal ini ada sekitar 900 ribu. Nah supaya kita gak termakan hoax dari situs abal-abal, berikut ini tips yang dibagikan Mbak Ika Ningtiyas.

Yang pertama adalah cek alamat situsnya. Dari mulai berita-berita yang ditampilkannya hingga ke nama domainnya. Jika meragukan, bisa ditelusuri dengan mengeceknya melalui web who.is serta domainbigdata.com. Nantinya bakal ketahuan, situs tersebut beneran atau hanya abal-abal.

Yang kedua adalah cek perusahaan media tersebut di Dewan Pers. Pengecekannya bisa dilakukan di website https://dewanpers.or.id/data/perusahaanpers. Akan tetapi perlu dicatat juga, ada kok beberapa media kredibel yang ternyata tidak berbadan hukum.

Yang ketiga adalah cek detail visual situs tersebut. Situs abal-abal biasanya mendompleng situs yang sudah terkenal. Akan tetapi tentu ada bedanya, karena jika ketahuan sama mereka akan kena tuntutan. Bedanya mungkin pada logo, atau yang lainnya. Teliti saja secara detail. Pasti ketahuan.

Yang keempat adalah terlalu banyak iklan. Nah ini, situs abal-abal biasanya sangat banyak iklan. Sebab memang berita hoax yang disebarkannya bertujuan komersil untuk mencari click menuju iklan-iklannya.

Yang kelima adalah bandingkan ciri-ciri pakem media. Untuk yang satu ini juga jelas. Media mainstream pakemnya jelas. Dari mulai nama penulisnya; cara penulisan tanggal yang ada di badan berita; hyperlink yang diberikan mengarah pada page yang jelas; narasumbernya kredibel; dan masih banyak yang lainnya. Sementara situs abal-abal, itu biasanya tidak jelas.

Yang keenam adalah cek Halaman About Us. Yang satu ini gampang. Media mainstream itu halaman About Us-nya jelas. Ada badan hukum serta ada penanggung jawabnya. Alamat serta orang-orang di dalamnya juga tercantum jelas. Tertulis pula Pedoman Pemberitaan Media Siber-nya. Nah situs abal-abal sebaliknya. Bahkan kebanyakan tidak mencantumkan yang seperti itu.

Yang ketujuh adalah selalu waspada terhadap judul yang sensasional. Ini nih yang sering jadi debat kusir di media sosial. Semua orang berkomentar pada suatu berita hanya berdasarkan judulnya saja. Padahal mungkin jika dibaca sampai selesai, itu tidak sesuai asumsi di awal.

Yang kedelapan adalah cek ke situs media mainstream. Sudah pada tahu ya ini, bahwa suatu kejadian, biasanya muncul beritanya di banyak media. Nah jika ada suatu berita yang mencurigakan, coba cek di media mainstream. Apakah ada? Jika ada, coba bandingkan. Biasanya, berita hoax itu memelintir berita aslinya. 

Yang kesembilan adalah cek foto di Google reverse image. Jika susah menelusuri kebenaran beritanya di media mainstream, coba save fotonya ke laptop atau PC. Kemudia search dengan menggunakan Google reverse image. Nanti ketahuan bahwa situs abal-abal mengambil foto dari tempat lain, dan lalu menambahkan berita seenaknya sendiri.

2. Memverifikasi Foto 

Di sosmed, kita sering kali melihat foto-foto tertentu. Tanpa banyak deskripsi, foto tersebut biasanya provokatif. Dari yang hanya membuat kita ingin berkomentar, hingga membuat perdebatan serius. Nah sebelum kita bereaksi, ada baiknya kita melakukan verifikasi terlebih dahulu. Cek kebenarannya.

Caranya bermacam-macam. Dari yang simpel dengan memerhatikan tanda-tanda khusus yang ada di dalam foto tersebut, hingga menggunakan tools. Tanda-tanda khusus tersebut misalnya saja adalah nama gedung, toko, bentuk bangunan, plat nomor kendaraan, nama jalan, huruf-huruf yang menandakan bahasa, tugu atau monumen, bentuk jalan, dan yang lainnya. Dari sini bisa dicari kebenarannya.

Nah untuk verifikasi menggunakan tools, kita bisa menggunakan alat-alat yang ada di internet. Dari mulai Reverse Image dari Google, Reverse image dari Yandex, Reverse image dari Tineye, atau juga Bing.com dari Microsoft serta Baidu

3. Memverifikasi Video

Hoax sering juga dalam bentuk video. Biasanya video ini merupakan video kejadian apa lalu kemudian dicomot lagi untuk jadi berita baru yang jauh dari asalnya. Untuk itu, dalam menerima video kita juga harus bisa memverifikasinya. 

Yang paling simpel dalam memverifikasi video tentu saja adalah dengan menontonnya dengan teliti sampai selesai. Dari sana bisa dicari petunjuknya. Seperti pada verifikasi foto. Kita bisa cari petunjuk dari bentuk bangunan, rambu-rambu jalan, plat nomor kendaraan, nama-nama jalan, nama-nama bangunan, dan lain-lain yang spesifik yang mungkin merujuk pada tempat tertentu. Atau juga bisa dengan mendengarkan audionya. Bahasa, obrolan, hingga dialeknya yang ada di dalam video mungkin juga jadi petunjunya. Jika sudah ketemu, yang begini bisa jadi kata kunci, baik di mesin pencari atau pun di sosmed. Baik itu di Youtube, Facebook, Twitter, atau Instagram. 

Langkah yang kedua adalah dengan memfragmentasi video menjadi gambar, dan lalu menggunakan reverse image tools. Dalam memfragmentasi video menjadi gambar, kita bisa secara manual dengan screen capture, atau juga menggunakan tool InVID. Dan kebetulan, InVID ini punya fitur fragmentasi video serta reverse image tool sekaligus. Bahkan metadata dan analisis forensik fotonya pun bisa dicari dengan InVID ini.


Cek Fakta Kesehatan

Di webinar hari kedua, saya dan teman-teman blogger dari Komunitas ISB belajar mengenai Cek fakta Kesehatan bersama Mbak Ica dari Tempo. Pas banget deh, soalnya di masa pandemi seperti sekarang, hoax tentang kesehatan itu sangat-sangat banyak. Dari yang mengiming-imingi kesembuhan dan vitalitas tubuh dari wabah covid-19, hingga ke hal-hal menakutkan yang membuat panik. Jika tidak di-counter, akan sangat meresahkan.


Infodemik

Mbak Ica pertama-tama menjelaskan mengenai infodemik. Yakni penyebaran info yang salah, yang justru lebih cepat dibandingkan dengan penyebaran faktanya. Karena semakin meresahkan itu jadinya hal ini harus dilawan. Caranya yaitu dengan membuat platform digital semakin akuntabel, kemudian dengan melacak dan diverifikasi mis/disinformasi, dan juga dengan meningkatkan kemampuan literasi digital masyarakat. 

Jangan salah, menurut data Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), jumlah hoax kesehatan yang beredar sekarang ini naik dari 7% (86 hoax di tahun 2019) menjadi 56% (519 hoax dalam setengah tahun pada 2020). Ada pun jumlah hoaks Covid-19 itu sekiitar 492 hoaks atau 94,8% dari totalnya. Dan menurut Kementerian Kominfo, ada 1.471 hoax mengenai Covid-19 hingga 11 Maret 2021. 

Berdasarkan survei perilaku masyarakat di masa pandemi Covid-19 yang yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2020, 17 dari 100 responden menyatakan sangat tidak mungkin atau tidak mungkin tertular Covid-19. Padahal mereka ada pada populasi umur 17-30 tahun. Data lainnya juga menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin meyakini bahwa Covid-19 berbahaya dan mudah menular. 

Bisa dilihat bahwa akibat hoax itu sangat nyata. Data yang didapat di atas bsa jadi merupakan pengaruh dari hoax yang beredar tersebut. Namun secara jelasnya, hoax ini berdampak sebagai berikut.

  • Menyebabkan kebingungan dan kepanikan di masyarakat
  • Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, otoritas kesehatan, dan juga ilmu pengatahuan (sains)
  • Demotivasi untuk mengikuti perilaku protektif yang direkomendasikan.
  • Sikap apatis yang memiliki konsekuensi besar karena berkaitan dengan kualitas hidup masyarakat, seperti membahayakan kesehatan, bahkan sampai menimbulkan risiko kematian. 

Kemampuan Dasar Cek Fakta Kesehatan

Untuk bisa menghalau hoax yang semakin merajalela, setiap orang harus punya kemampuan dasar mengecek fakta kesehatan ini. Apa sajakah itu?

  • Kemampuan mengecek sumber aslinya. Dari mulai mengecek siapa pembuat dan penyebar informasi, dari mana informasi didapatkan. 
  • Kemampuan literasi. Di mana di sini ditekankan untuk selalu membaca berita secara utuh tanpa terprovokasi judul.  
  • Kemampuan mengidentifikasi penulis. Yaitu dengan menelusuri penulisnya, apakah nyata dan kredibel, atau malah sebaliknya.
  • Kemampuan mengecek tanggal. Yaitu dengan cek ricek apakah info yang diterima itu kabar baru atau lama, serta relevan tidaknya dengan kejadian terkini. 
  • Kemampuan mengecek secara detil. Dari mulai judul, gambar, atau statistik yang digunakan dalam berita. 
  • Kemampuan mengecek bukti pendukung lain. 
  • Kemampuan mengecek bias. Di mana di sini dipertimbangkan pengaruhi penilaian terhadap hal yang dapat dipercaya atau tidak.  
  • Kemampuan mengecek organisasi pemeriksa fakta. Dalam hal ini adalah dengan mencari berita ke sumber-sumber atau  organisasi pemeriksa fakta, baik dalam lingkup nasional, seperti Cek Fakta Tempo atau media nasional lainnya, atau pun pemeriksa fakta internasional, seperti AFP factcheck, dan Washington Post factcheckers.   
  • Kemampuan memeriksa fakta. Untuk klaim kesehatan, tools, dan teknik dasar bisa dilihat di sumber referensi yang terpercaya, misalnya saja website resmi institusi atau organisasi (WHO, CDC, Kementerian Kesehatan, Badan POM, IDI, IAKMI) dan jurnal ilmiah (The New England Journal of Medicine, The British Medical Journal, Nature Medicine, The Lancet, dan lain-lain). Jangan lupa, kita juga bisa mengeceknya dengan teknik dasar studi korelasi dan hubungan sebab akibat. 


Bersama Tangkal Hoax

Itu dia materi yang diberikan hari pertama dan kedua. Yang hari pertama terlihat lebih sedikit, sebab saya dan teman-teman blogger dari Komunitas ISB lebiih banyak simulasi dan latihan. Jadinya teorinya hanya sedikit.

Yuk kita tangkal hoax ini bersama-sama. Sebab dalam hal ini kita tak bisa sendiri-sendiri. Hoax yang beredar sudah terlalu banyak. Yang jika dibiarkan bisa menyesatkan dan meresahkan. Terutama yang berhubungan dengan pandemi. Bukan mustahil, jika kita membiarkannya, penanganan pandemi bisa menjadi lambat. Kita tentu tidak mau bukan jika kondisi sekarang berlangsung dalam waktu yang lebih lama lagi?

Yuk kita selalu cek fakta berita apa pun yang sampai ke tangan kita. Jika mungkin, kita halau dengan kebenarannya. Sehingga hoax-nya bisa terhenti. Ya minimal diawali dari circle terdekat kita. Siapa tahu nanti cakupannya menjadi lebih luas.

Tetap jaga kesehatan dengan selalu disiplin pada protokol kesehatan. Semoga bermanfaat!


24 komentar:

  1. Hoax terkait kesehatan memang super meresahkan ya Mba
    Ahh, untunglah ada panduan mantab untuk menangkal hoax
    bener2 menambah wawasan dan memudahkan kita semua.
    makasii mba

    BalasHapus
  2. Sepakat, hoax harus ditangkal. Informasi yang diterima harus dicek dan ricek dulu, kalau sudah tahu itu info ga benar, jangan disebarkan lagi.
    Terima kasih info utk cek kebenaran foto dan videonya, mba.

    BalasHapus
  3. Alhamdulilah ikut webinar ya teh Nia?

    jadi paham cara menangkal hoaks, sekarang setiap baca media online pasti saya cari "about us" nya :D :D

    Insyaallah pingin bikin tulisan lagi tentang hoaks deh

    BalasHapus
  4. Wah berita hoax tentang covid-19 semakin banyak ya kak, netizennya udah pada jadi dokter dadakan :D hahaha. Bahkan di group2 teman kantor dan group keluarga ada tuh yang nyebar hoax cuma aku masih diem aja gak enak nasihatin yang lebih tua di group :D. Pertanyaan saya, gimana ya kak menangkal berita hoax yang disebar di group WA keluarga???

    BalasHapus
  5. Pentingnya literasi adalah ini... bagaimana kita bisa memfilter setiap knformasi yang deras masuk. Mau berupa foto, gambar, video atau narasi.. penting buat kita melakukan verifikasi supaya tidak mudah jadi korban hoax

    BalasHapus
  6. Ngeri ya infodemik ini, informasi yang salah malah menyebar lebih cepat daripada info yang benar.

    Sedih juga menghadapi kenyataan bahwa negara kita pengguna internetnya luar biasa besar, tapi kemampuan literasinya massih rendah.

    BalasHapus
  7. Meski hoaks masif,.tetapi alhamdulillah masyarakat juga banyak yang cerdas untuk membedakan mana berita yang hoaks. Maka sering-sering memang artikel seperti ini ada untuk reminder

    BalasHapus
  8. Salah satu kejahatan yang merajalela menurut saya adalah pembuat berita hoax. Merekalah yang sesungguhnya harus "dididik" untuk berhenti melakukan hal yang sama. Sementara publik adalah obyek/korban. Memang sih kita dituntut untuk mampu mensortir mana berita hoax mana yang bukan. Tapi tidak semua orang memiliki kemampuan dan skala pendidikan yang mampu untuk melakukan itu.

    BalasHapus
  9. Memang ya Mbak, yang namanya Hoax itu meresahkan banget. Pengen deh rasanya share artikel ini ke grup whatsapp keluarga besar yang isinya banyak berita-berita hoax

    Apalagi pandemi gini, kok ya makin banyak berita-berita hoax tentang covid sama vaksin. Apa mereka kurang hiburan ya sampe bikin hoax? atau butuh perhatian? kesel sendiri

    BalasHapus
  10. Harus ada pembeda antara nyata dan hoax. Pilah informasi dengan baik.

    BalasHapus
  11. Kadang rasanya pengen putus hubungan dr segala macam sosmed saking banyaknya berita2 hoax yg tersebar di sana.. tapi dipikir, bukan salah sosmednya, tp kita yg harus pinter memilah mana berita hoax dan mana yg fakta :). Aku sendiri juga ga mau lgs percaya buat berita apapun yg tersebar apalagi kalo hanya via grub. LBH suka memeriksa kebenarannya dr situs yg resmi mba. Tapi jujur ya aku msh males ribut kalo udh menyangkut hoax di grub keluarga. Malah LBH srgnya aku yg milih kluar Dr grub, drpd capek denger mereka argumentasi sendiri

    BalasHapus
  12. menurutku HOAX itu sangat berbahaya, bahkan bisa mematikan.
    Makanya kalo udah terlalu sering dapat berita2 yang gak jelas, filternya ada di kita, harus cek dan ricek kebenaran dari informasi yang kita dapat itu.

    BalasHapus
  13. Haha sebel ya mbak kalau liat hoax bertebaran. Jangan sampai hubungan persaudaraan terganggu gara2 hoax 😁

    Yak, tangkal dan halau hoax dengan fakta. Baca dan saring, jangan asal sharing. Apalagi lagi pandemi gini, info kesehatan berseliweran. Banyak yang ga jelas dan menyesatkan. Kudu hati² banget.

    BalasHapus
  14. Nahini kadang netizen kita uda main comment aja kalau ada sesuatu tanpa dibaca dan ditonton hingga akhir jadi hoax seperti sesutu hal yang wajar padahal sii kurang a**r :)

    BalasHapus
  15. Terima kasih kak, sangat bermanfaat banget ini karena saat ini masih banyak orang yang percaya dengan berita hoax, bahkan yg parah tuh yg ikut2an nyebarin berita hoax tanpa mengecek dulu kebenaran berita tsb.

    BalasHapus
  16. Betul2x hoaks merajalela termasuk saat covid gini, yang bilang jangan suntik vaksin bisa nggak ngefek, haram...bla3x omg, kita hidup lingkungan hoaks

    BalasHapus
  17. duhhh bener nih mbak, hoax emang harus ditangkal. Saya paling kesel kalau di grup suka ada yang nyebarin berita hoax apalagi grup keluarga. kesel beneran deh, kudu saring dan cek ricek sebelum sebar

    BalasHapus
  18. Berita hoax memang semakin meresahkan ya Mbak. Apa lagi ditengah pandemi ini. Terimakasih atas artikelnya, saya pun jadi tahu bagaimana mengecek keaslihan sebuah berita.

    BalasHapus
  19. Masa pandemi bukan alasan tuk tidak menambah ilmu ya mbak. Banyak webinar yg bisa diikuti. Salah satunya yg mbk ikuti ini. Skg banyak berita hoax yg butuh kecerdasan menyikapinya.

    BalasHapus
  20. Sepertinya hoax memang marak di masa pandemi kayak sekarang ya. Harus lebih hati-hati. Bukan hanya kita saja yang bisa termakan, tapi malah bisa jadi penyebar jika tidak paham dan cek kebenaran. Terima kasih infonya kak.

    BalasHapus
  21. wajib banget niy baca artikel ini agar kita lebih aware dengan informasi yang disebar maupun yang dibaca ya, jadi banyak juga pengetahuan saya tenang hoax dengan artikel ini

    BalasHapus
  22. ISB sering banget ngadain zoominar yang kita butuh banget ya Mbak Nia.
    Soalnya hoax ini asli parah banget, buat yang minim pengetahuan bisa ke blondrok kalau orang jawa bilang

    BalasHapus
  23. Hoaks ini memang meresahkan banget. Herannya sampai sekaranv masih banyak saja yang suka asal share berita atau informasi tanpa mencari tahu dulu kebenarannya. So masih banyak yang harus diedukasi mengenai hal ini. Salah satunya ya dengan membaca artikel bermanfaat seperti ini. Terima kasih sudah diingatkan juga ya :)

    BalasHapus
  24. Berita hoax ini kadang malah yang paling ramai daripada berita aslinya.
    Jadi memang kudu banget cek ricek berita sebelum menyebarkan. Ibuku sering banget niih...terpicu karena melihat siapa yang memberikan berita. Kadang dari grup pensiunan, kadang dari wag alumni SMA-nya.

    Gak peduli siapa yang menyebarkan yaa..
    Kudu dicek lagi kebenaran mengenai berita tersebut agar tidak membuat orang lain resah.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)