Manteman, masih pada inget gak dengan tulisan saya mengenai Kusta? Iya, tulisan yang beberapa bulan lalu saya tulis di sini. Nah kali ini, saya mau menuliskan lagi hal-hal mengenai penyakit kusta tersebut. Sebab ternyata, sampai sekarang masih ada masyarakat yang belum tahu berbagai hal mengenai penyakit ini. Dan tentunya, tulisan kali ini informasinya lebih update dibandingkan tulisan beberapa bulan yang lalu.
Ya, seperti halnya waktu itu, kali ini saya juga menulis artikel tentang kusta adalah setelah saya menyimak live streaming di Channel Youtube Kantor Berita KBR. Tepatnya Jumat, 29 Oktober 2021 lalu, bersama teman-teman blogger lainnya. Acaranya sendiri bertajuk Lika-Liku Peran Dokter di Tengah Pandemi. Nah dalam kesempatan tersebut, hadir dr. Ardiansyah yang merupakan Pengurus Ikatan Dokter Indonesia dan dr. Udeng Daman yang merupakan Technical Advisor NLR Indonesia. Adapun acaranya dipandu oleh host Rizal Wijaya.
Ingat Lagi Tentang Kusta, Yuk!
Sebelum menyimak inti pembicaraan di acara yang saya ikuti, ada baiknya kita ingat lagi beberapa hal mengenai penyakit kusta. Barangkali saja, teman-teman sedikit lupa mengenai hal tersebut.
Penyakit kusta atau banyak disebut juga sebagai penyakit lepra itu adalah sebua penyakit infeksi kronis. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Sebuah bakteri yang punya sifat tahan asam, aerobik, bergram positif, berbentuk basil atau batang, dan punya ciri khas sel lilin yang menyelimuti membran selnya.
Penyakit kusta ini sangat menular. Siapa pun yang menderita penyakit ini akan mengalami penurunan kemampuan. Dari mulai penurunan kemampuan sensorik hingga penurunan kemampuan motorik. Misalnya saja mengalami anggota tubuh yang terputus; kemudian juga kerusakan saraf besar di daerah wajah serta anggota gerak; dan hilangnya saraf perasa yang bahkan disertai kelumpuhan otot dan pengecilan massa otot.
Tak hanya itu saja, penderitaan yang dialami pasien kusta juga diperparah dengan stigma dan diskriminasi yang signifikan di masyarakat. Akibatnya pasien kusta tak hanya menderita secara fisik. Mereka juga akhirnya mengalami permasalahan sosial dan ekonomi. Sebab untuk bisa produktif, kepercayaan dirinya sangatlah minim.
Penyakit kusta sendiri itu ditularkan melalui batuk dan juga bersin. Jadi nantinya, bakteri akan masuk ke dalam tubuh manusia, lalu berkembang biak. Namun jangan salah, pertumbuhan dan perkembangan bakteri ini sangat lambat. Masa inkubasinya bisa sekitar 5 tahun, dari mulai si bakteri masuk hingga menyebabkan penyakit. Dan pada umumnya, bakteri ini menyebar melalui kontak dalam jangka waktu yang panjang.
Bagaimana cara mengetahui seseorang terkena penyakit kusta? Tentu saja hal ini bisa dideteksi melalui gejalanya. Gejala-gejala tersebut antara lain perdarahan dan radang mata; otot-otot yang kemampuannya melemah; mengalami tangan, kaki, dan paha yang mati rasa; mengalami luka di tangan; terbentuknya benjolan-benjolan di kedua sisi tubuh; mengalami penumpukan kerak pada selaput hidung yang ujungnya mengakibatkan penderita sulit bernapas.
Jumlah Tenaga Medis di Indonesia
Itu dia berbagai hal mengenai penyakit kusta yang wajib kita ketahui. Nah sekarang, kita balik lagi ke talkshow yang saya ikuti dari live streaming di Channel Youtube Kantor Berita KBR kemaren itu.
Acara diawali dengan pemaparan mengenai jumlah tenaga medis di Indonesia. Saya kaget dengan data yang dikemukakan. Bagaimana tidak, sebab ternyata jumlah dokter di Indonesia itu menduduki urutan kedua terendah di Asia Tenggara. Prosentasenya hanya 0,4 per 1.000 penduduk. Jumlah ini sebanding dengan 4 dokter itu melayani 10.000 penduduk Indonesia. Dan jika dibandingkan dengan Singapura, jumlah ini sangat mencolok. Di negeri tetangga yang satu itu, perbandingannya 2 dokter melayani 1.000 penduduknya.
Itu fakta mengenai jumlah dokter. Hal yang lebih parah juga terjadi pada perbandingan jumlah perawat dan bidan. Indonesia menempato posisi paling buruk di Asia Tenggara. Perbandingannya itu 2 orang perawat dan bidan melayani 1.000 penduduk di Indonesia.
Huhu, sangat menyedihkan ya. Kecilnya rasio ini tentu berimbas pada layanan kesehatan. Nah jika dihubungkan dengan penyakit kusta, rasionya semakin kecil saja. Bahkan tak sedikit dari kasus penyakit kusta yang akhirnya terbengkalai karena hal tersebut. Padahal itu yang tercatat, yang tidak tercatat jelas lebih banyak lagi. Di pelosok-pelosok tanah air yang masih sulit dijangkau, pastinya lebih banyak lagi.
Jumlah Tenaga Medis Vs Pandemi Covid-19
Tak terbantahkan, pandemi covid-19 sudah banyak merenggut orang-orang tercinta. Tak terkecuali dengan tenaga medis. Mereka yang merupakan garda terdepan adalah orang yang paling berisiko terkena. Seketat apa pun prokes yang diterapkan, tetapi karena jumlah kasus yang sangat besar, kontak yang sangat intens, dan menurunnya imun mereka karena tugas yang berat, pada akhirnya membuat banyak yang tumbang. Angkanya bahkan mencapai 2.029 orang.
Beruntung sekarang keadaan sudah lebih baik. Kasus covid-19 mengalami penurunan, meskipun belum merata di semua tempat. Tetapi setidaknya ini memberi kita semangat yang optimis. Kita bisa lepas dari cengkeraman pandemi asalkan prokes dijaga terus dan vaksinasi gencar dilakukan di berbagai tempat.
Program Pemberantasan Penyakit Kusta di Indonesia
Menurunnya jumlah tenaga medis tentu juga memberi pengaruh pada penanganan penyakit kusta. Keadaan penderita yang terbengkalai, banyak yang mengalami putus obat, serta terhentinya akses layanan kesehatan merupakan contoh nyatanya.
Tapi kita tak boleh pesimis. Pandemi, jumlah tenaga medis yang minim, akses kesehatan yang terbatas, dan berbagai hal yang membuat penanganan terhadap penyakit kusta tidak maksimal janganlah menyurutkan niat, semangat, dan langkah. Ada banyak pihak yang peduli. Misalnya saja NLR, sebuah organisasi non-pemerintah (LSM) yang didirikan di Belanda pada 1967. LSM ini sudah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi kusta serta konsekuensinya. NLR membantu pemerintah dalam menanggulangi kusta dengan menggunakan pendekatan 3 zero. Berikut ini uraiannya.
Zero Transmisi
Pendekatan Zero Transmisi merupakan upaya yang dilakukan untuk menghentikan transmisi. Caranya yaitu dengan berbagai program di bawah ini.
- Peningkatan kapasitas wakil supervisor (wasor) kusta di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam menjalankan program rutin pengendalian kusta dan kegiatan inovatif.
- Desa Sahabat Kusta yang mendorong pencegahan penularan melalui deteksi dini dan pengurangan stigma di kalangan tenaga kesehatan dan masyarakat.
- Kemoprofilaksis, yaitu pemberian obat pencegahan rifampisin dosis tunggal kepada kontak dekat atau pun komunitas yang berisiko tertular kusta.
- Kegiatan PEP++. Yakni upaya pengendalian kusta dengan pemutusan rantai penularan kusta yang dilaksanan oleh NLR di India, Brazil, dan Indonesia. Di Indonesia, upaya ini dilakukan di bawah koordinasi Sub-direktorat Penyakit Tropis Menular Langsung, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan RI.
- Pengendalian kusta di kawasan perkotaan dan terisolir
- PEP-COM. Yakni memutus rantai penularan dengan pemberian obat pencegahan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan serta pelibatan tokoh masyarakat dalam mengurangi stigma kusta.
Zero Disabilitas
Pendekatan kedua yakni Zero Disabilitas. Yakni upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kecacatan. Caranya yaitu dengan berbagai program di bawah ini.
- Memfasilitasi orang dengan disabilitas karena kusta dan filariasis
- Memantau penderita kusta dengan disabilitas tingkat 2, bahkan setelah pasien menyelesaikan periode pengobatan.
- Konseling sebaya, yaitu penderita dilatih untuk menjadi konselor dengan dibimbing oleh petugas kusta dan kesehatan jiwa di puskesmas.
Zero Eksklusi
Berikutnya adalah Zero Eksklusi. Yakni upaya yang dilakukan untuk mencegah pengucilan penderita. Caranya yaitu dengan berbagai program di bawah ini.
- Mardika (Masyarakat Ramah Disabilitas dan Kusta)
- LEAP, yakni pengembangan ekonomi lokal melalui advokasi berbasis bukti untuk kebijakan inklusif. Program ini mendorong kebijakan yang inklusif di sektor ekonomi agar penyandang disabilitas, termasuk yang pernah mengalami kusta, dapat mengakses pekerjaan formal maupun informal.
- Prioritaskan Anak dengan Disabilitas (PADI), yaitu program yang bertujuan agar anak-anak dengan disabilitas dan yang pernah mengalami kusta dapat menikmati hak dasar mereka dan berpartisipasi secara penuh sesuai usia mereka di tengah masyarakat yang inklusif disabilitas.
- Proyek SUKA (Suara untuk Indonesia Bebas Kusta) yang diselengarakan untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap isu kusta sekaligus mendorong keterlibatan kelompok sasaran untuk mempromosikan isu kusta.
- Long Term Investment. Kegiatan ini mendorong pencegahan penularan melalui deteksi dini dan pengurangan stigma di kalangan tenaga kesehatan dan masyarakat.
- My Body Is Mine. Kegiatan ini membantu mitra organisasi dalam mengembangkan program Hak Kesehatan Reproduksi Seksual (HKSR) bagi anak-anak dengan disabilitas di 4 kabupaten di NTT.
- MIVA, mendukung pendanaan bagi inisiatif mitra lokal dalam memberikan pelayanan optimal bagi anak-anak dengan disabilitas akibat kusta dan penyakit lainnya sehingga terbangun masyarakat yang inklusif bagi semua anggotanya.
Well…
Hmm, speechless saya dengan pemaparan yang diberikan selama acara di live streaming Channel Youtube Kantor Berita KBR tersebut. Banyak banget hal yang saya tidak tahu. Tapi jujur, salut saya dengan mereka yang bekerja keras dalam menangani penyakit kusta ini. Baik itu pemerintah, para tenaga medis, hingga LSM seperti NLR. Padahal risikonya sangat besar.
Semoga deh, upaya mereka memberikan hasil yang melampaui harapan. Saya sendiri tidak bisa banyak memberi andil dukungan yang nyata. Selain tentunya ikut menyebarkan fakta dan kabar baik mengenai penyakit kusta ini di tulisan-tulisan saya seperti ini. Dan tentu saja doa semoga semua pihak terkait tetap sehat dan tetap semangat. Lancar juga semua program-programnya.
Untuk yang ingin tahu mengenai banyak hal tentang penyakit kusta bisa deh langsung buka websitenya di https://nlrindonesia.or.id/. Semoga bermanfaat!
Kupikir dulu sudah nggak ada lagi kusta di Indonesia karena emang penyakit ini sudah teramat langka, eh dikejutkan dengan tetangga satu RT yang tiba-tiba di vonis ke kusta. Perlu banget emang edukasi tentang penyakit ini ya teh Nia 🙏🏻
BalasHapusbaru tahu kalau kerjaan dokter itu berat. jumlah dokter sedikit sekali ya mbak, sampai harus melayani ribuan pasien.. hikz.
BalasHapusStigma dan diskriminasi masyarakat mengenai kusta harus ditepis ya. Pencegahan sejak dini diperlukan bgt agar bisa diantisipasi untuk tidak menimbulkan kecacatan.
BalasHapusSemoga saja dokter2 tetap semangat melakukan perannya, apalagi dalam menghadpi penyakit kusta ini yang ternyata masih meninggalkan stigma yang negatif di masyarakat, peran dokter2 pun ikut andil unntuk mengedukasikannya.
BalasHapusKalau tahu ilmunya begini, orang-orang ga perlu takut dekat dengan penyintas kusta karena penularannya bisa dicegah dengan pakai masker. Semakin banyak yang sehat dan terbantu dengan 3 Zero itu.
BalasHapusKusta bisa menular dari batuk dan bersin ya sy kira dari sentuhan yg lukanya aja .
BalasHapusJadi kita yang terendah kedua prosentase nya di Asia Tenggara. So sad :( belum lagi dapat hujatan dikata ngebisnisin. Astaghfirullah... Udah jatuh tertimpa tangga
BalasHapusOh ya kusta ini gak ada vaksinasi ya Mba?
Peran dokter yang tidak terhingga ikut menentukan stigma masyarakat yang banyak dianggap penyakit kutukan ini. Soalnya di satu kecamatan pernah ketika saya tanya dokternya (entah lulusan mana) seolah tidak mau tahu dengan penyakit kusta. Kalau tim medis seperti itu bagaimana masyarakat nya kan ya ...
BalasHapusBanyak memang yang harus dipikirkan tentang wabah atau penyakit satu ini :(
BalasHapusAku ga bisa bayangin mereka yang terkena, semoga juga dengan terbentuknya desa kusta tak membuat makin terisolasi ya :(
iya mba, aku pun nggak bisa banyak berbuat apa-apa. Penyakit ini semoga menghilang dari bumi. Sedih banget lihat berita2nya, masih ada ya ternyata penyakit ini. Mereka yg udah sembuh masih kena diskriminasi.. terus pas pandemik jadi penanganannya berimbas, kecil rasio nakes dan pasien kusta
BalasHapusYa Allah semoga yg sakit disembuhkan seperti sedia kala.
NLR ini udah ada dari lama ya aku baru tau mba, makasih ya infonya^^
pandemi ini telah merenggut banyak dokter ya, padahal jumlah mereka aja sebenarnya masih kurang ya.
BalasHapussemoga para dokter sehat selalu dan tetap semangat melayani semua pasien.
pluuss, semoga stigma tentang kusta ini juga tidak ada lagi, berubah menjadi simpatik dan support mereka yang menderita kusta maupun penyintasnya.
Salut juga dengan pekerjaan para dokter, pemerintah, LSM seperti ini dalam mengatasi kusta. Semoga mereka senantiasa sehat ya teh.
BalasHapusTernyata Kusta masih belum hilang ya mak, padahal itu penyakit yang sudah sangat lama ada di Indonesia tapi dari tahun ke tahun jumlah penderitanya nyaris ngak pernah berkurang. Betapa peran dokter sangat dibutuhkan apalagi saat pandemi ini penderita kusta termasuk kelompok yang rentan kesehatannya. Semoga para dokter yang menjadi garda terdepan selalu diberikan kesehatan.
BalasHapusdokter memang menjadi garda terdepan dalam menjaga kesehatan masyarakat ya mbak
BalasHapustermasuk dalam menangani penyakit kusta di era pandemi seperti ini
Sangat disayangkan karena sebagian masyarakat masih menganggap penyakit kusta itu merupakan penyakit kutukan sehingga penderitanya dikucilkan, ya. Harus terus diedukasi pengetahuan masyarakatnya.
BalasHapusRasionya 4 dokter melayani 10 ribu penduduk. Ternyata tenaga dokter masih jarang sekali ya mbak, itupun persebarannya nggak merata. Lebih banyak di kota besar saja.
BalasHapusTugas dokter di masa pandemi ini nggak cuma merawat pasien Covid-19 ya tapi juga merawat pasien-pasien non Covid termasuk kusta. Salut untuk para dokter.
BalasHapusSemoga dapat diberantas ya penyakit kusta dan lebih penting lagi kita harus belajar menerima penyandang kusta agar bisa berbaur di masyarakat.
BalasHapusMenyadari hak tubuh dan memberikan perhatian kalau sudah muncul sinyal yang kurang baik yaa, teh..
BalasHapusMashaAllah~
Edukasi yang rutin mengenai penyakit kusta ini semoga bisa dipahami masyarakat.
Jadi inget pas waktu kecil ada tetangga yang kena kusta, sampai dijauhin dan ditakuti. Saya sendiri, baru pas udah dewasa tahu kalau sebenarnya kusta itu bukan penyakit yang harus ditakuti. Stigma itu sebenarnya masih suka saya temui sampai saat ini.
BalasHapusIkut mendoakan yang terbaik. Aku sendiri bukan tenaga medis. Jadi bisanya ngasih dukungan melalui tulisan juga bahwa kusta gak seseram itu. Kita bisa bantu mereka dengan tidak mengucilkannya
BalasHapusTernyata masa inkubasinya lama juga ya, dan itu juga karena terjadi kontak yang berulang. Dulu waktu aku masih kecil, parno banget kalo ketemu tetangga yang punya sakit kusta
BalasHapusEdukasi yang terus menerus tentu akan mencerdaskan masyarakat termasuk para dokter yangvsellau menyuarakan tentang penanganan penyakit dan berbagai cara menanggulanginya
BalasHapusTerencana dan melingkupi semua sudut ya Mak dari sebelum kejadian hingga pasca dan penanganannya seperti apa. Salut banget sama para perencana dan pelaku medisnya.
BalasHapusSelama pandemi ini bner2 peran dokter penting sekali sebagai garda terdepan banyak yg gugur itu membuat layanan kesehatan terkena dampaknya apalagi untuk pasien kusta untuk pengobatannya pasti terhambat semoga daerah2 Indonesia bsa bebas kusta sepenuhnyaa
BalasHapusWah teryata dampak dari kusta hingga ada anggota bagian tubuh yang sampai terputus ya. Terdampak sekali pastinya. Terima kasih ya mba Nia tulisan edukasi seeperti ini diinginkan oleh banyak pihak
BalasHapusTernyata penyintas penyakit kusta masih ada di Indonesia ya. Perlu banyak dan lebih sering lagi diadakan edukasi-edukasi supaya masyarakat paham dan untuk menepis stigma buruk
BalasHapusbaru tau kalau kusta nularnya dari batuk dan bersin, horor banget dong kalau kaya gitu. terus batuk bersin kena ke kulit, atau gimana prosesnya yaa kok jadi kepo
BalasHapusDokter adalah garda terdepan dalam menjaga kesehatan suatu bangsa
BalasHapusmakanya sangat penting ya mbak untuk mencukupi rasio dokter , agar semua masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal
Makin tahu mengenai kusta makin banyak orang yang segera berobat dan stigma bisa dihindari. Semua elemen harus berperan nih. Jangan cuma dokter
BalasHapusSerem ya penyakit kusta ini penularannnya sama dengan covid. Jangan ada diskriminasi terhadap penyandang kusta. Semoga kita bisa bebas dari kusta.
BalasHapusSemoga sosialisasi seperti ini terus berkelanjutan karena memang membuka wawasan tentang kusta bahwa bisa kok disembuhkan. Dan tentunya didukung tenaga kesehatan yang terpenuhi di tiap daerah agar cepat mengeliminasi kusta ya
BalasHapussedih banget ya lihat hampir semua dokter fokus pada pandemi, padahal ada juga penyakit menular lainnya yang memerlukan perhatian seperti kusta. semoga dengan pendekatan 3 zero kusta bisa diatasi
BalasHapussetuju banget mbaa.. penting untuk tidak mengucilkan penderita karena akan menambah beban mental juga. makanya yang kudu membantu ga cuma dokter aja nih.. paling tidak keluarga terdekat juga mendukung
BalasHapusTernyata jumlah tenaga medis belum imbang ya. Saya sendiri merasakan, ketika sempat mengajar di desa, jumlah tenaga medis di daerah tersebut sangat minim dan justru banyak yang memilih mencari pekerjaan di kota.
BalasHapusWah, lengkap banget ya Mba penanganan Kusta Di Indonesia. Semoga, Indonesia bisa terbebas dari Kusta ini dan terpenting adanya tempat kerja yang mendukung bagi diasabilitas Kusta.
BalasHapusSemoga masyarakat indonesia ini terhindar dr kusta ya. Penanganannya segera dan cepat. Semoga para dokter yg menangani jg makin banyak dan sehat2 semuanya.
BalasHapusKupikir penyakit kusta ini sudah nggak ada lho di Indonesia ternyata di beberapa daerah masih ada ya? Wah berarti penanganan pemerintah terhadap penyakit ini harus lebih serius nih agar segera lenyap penyakit ini di Indonesia
BalasHapusMeski pandemi dokter tambah sibuk di garda terdepan, namun untuk pelacakan penyakit kusta tetap jalan terus melalui puskesmas sebagai faskes 1 ya Mbak, noted.
BalasHapushanya bisa berdoa semoga dokter di Indonesia semua sehat sehingga penanganan orang dengan penyakit Kusta bisa optimal lagi karena nggak kekurangan dokter. Dan Indonesia bebas kusta, amin
BalasHapus