Teman-teman, penyakit pandemik dan menular kayak Covid-19 memang nyeremin. Dalam waktu yang singkat, banyak orang bisa terjangkit bahkan meninggal. Karena sifatnya yang mudah menular itu. Tapi teman-teman, kita tak pernah tahu bahwa ternyata jumlah penderita penyakit yang tak menular juga datanya tak kalah membuat sedih. Dari tahun ke tahun, angkanya bertambah banyak. Pun demikian yang sampai meninggal.
Kanker Paru, Penyakit Kanker Mematikan Nomor 1
Ya, salah satunya adalah penyakit kanker paru. Dari webinar yang bertajuk Membuka Lebar Pintu Harapan: Meningkatkan Kesintasan Pasien Kanker Paru melalui Deteksi Dini, Diagnosis, dan Tata Laksana yang Berkualitas, disebutkan bahwa kanker paru ini merupakan penyebab kematian akibat kanker nomor 1 di dunia dan juga di Indonesia. Selama tahun 2020 saja, menurut data WHO melalui Global Cancer Observation (Globocan), jumlah kasus barunya mencapai 34.783 kasus, dan jumlah kematiannya 30.843. Dengan kecenderungan tren dari tahun ke tahun yang terus bertambah, bisa dibayangkan bukan berapa banyaknya jumlah kasus baru dan jumlah kematian penyakit kanker paru di tahun ini?
Tak sampai di situ saja yang membuat sedihnya. Persentase kesintasan hidup penderita kanker paru juga sangat rendah. Yakni sekitar 13,7% saja dari mereka yang bisa bertahan hidup, dalam kurun waktu 5 tahun, setelah mendapat diagnosis. Dan rata-rata harapan hidupnya itu cuma 8 bulan saja (Jurnal The Lancet Oncology, 2014).
Dampak Multidimensi Kanker Paru
Hal ini juga terjadi. Kanker paru juga memberi dampak yang multidimensi. Baik secara intern terhadap keluarga pasien maupun secara global. Sebab pasien kanker paru itu punya kualitas hidup yang rendah. Bahkan jika dibandingkan dengan pasien kanker jenis lainnya. Penyebabnya tak lain adalah karena tekanan mental yang mereka rasakan. Entah itu dari sisi biaya pengobatan yang besar, produktivitas keluarga dan pengasuh pasien yang menurun, dan yang lainnya (Japanese Journal of Clinical Oncology, 2014). Bahkan di berbagai jurnal penelitian di Eropa dan Amerika disebutkan bahwa dampak ekonomi serta dampak sosial dari kanker paru itu adalah yang terbesar dari sekian banyak jenis kanker yang ada.
Masuk akal juga ya, mengingat penderita kanker paru yang pada umumnya adalah laki-laki perokok, entah itu perokok aktif atau pun perokok pasif. Dan laki-laki sangat identik dengan pencari nafkah keluarga. Jika mereka menderita kanker paru, sudah pasti keadaan ekonomi keluarga menurun. Sudah begitu bisa dipastikan, kualitas hidupnya, baik penderita paru atau pun keluarganya itu jadi menurun pula. Ketika hendak berobat, biaya kanker paru itu sangat besar. Dari sini, tekanan mental pun tentu akan semakin besar.
Faktor Risiko dan Pencegahan Kematian Akibat Kanker Paru
Terpapar asap rokok merupakan faktor risiko utama penyebab penyakit kanker paru. Baik itu orangnya langsung yang merokok atau pun perokok pasif yang tak sengaja menghirup asap rokok secara terus menerus. Setelah itu ada paparan zat karsinogen di tempat kerja dan juga riwayat kanker paru dalam keluarga.
Semakin hari faktor risiko ini semakin besar. Terbukti dari semakin besarnya jumlah penderita dari tahun ke tahun, semakin tingginya akan kematian, dan semakin mudanya usia para penderita kanker paru ini.
Kematian akibat kanker paru ini sebenarnya dapat dicegah. Tingkat kesintasan pasien juga dapat meningkat. Sehingga otomatis, biaya pengobatan juga dapat dihemat. Caranya yaitu dengan diagnosis dan pengobatan tepat yang dilakukan jauh lebih awal. Di Inggris Raya saja, hal ini sudah terbukti. Yakni dengan adanya persentase 83% pasien yang didiagnosis menderita kanker paru, yang berada di stadium I, itu masih bisa hidup setelah satu tahun diagnosis. Sedang yang didiagnosis di stadium IV, itu kesintasan hidupnya hanya 17% saja.
Dalam webinar yang saya ikuti mengenai kanker paru beberapa hari yang lalu, salah satu pembicaranya, yakni dr. Evlina Suzanna, SpPA, yang merupakan Sekretaris Jenderal Perhimpunan Onkologi Indonesia serta Rumah Sakit Kanker Dharmais, Pusat Kanker Nasional mengatakan hal tersebut.
Senada dengan dr Evlina, Prof. dr. Elisna Syahruddin, Ph.D., Sp.P(K)Onk, yang merupakan Direktur Eksekutif Research of Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO) juga mengatakan hal serupa.
Tantangan dan Kendala Penderita Kanker
Memang benar, tingginya jumlah kasus kanker paru dan rendahnya kesintasan mereka itu banyaknya adalah karena terlambatnya para pasien di dalam diagnosis. Ya, kebanyakan dari mereka, ketika didiagnosis sudah berada di stadium lanjut. Jadinya, pengobatan yang diterima juga sangat terlambat. Begitu yang diungkapkan Megawati Tanto, salah satu pembicara yang juga hadir di dalam webinar. Beliau sendiri merupakan Koordinator Kanker Paru Cancer Information and Support Center yang sekaligus juga menjadi penyintas kanker paru.
Masih menurut beliau, pasien kanker paru di Indonesiaitu punya banyak tantangan dan kendala. Dari mulai pelayanan diagnosis menggunakan BPJS yang masih sangat terbatas; tidak adanya program skrining dari pemerintah, jadinya untuk memeriksa secara mandiri itu butuh biaya sendiri; hingga jenis pengobatan yang tidak bisa didapatkan karena terbatasnya fasilitas dari BPJS.
Mega berharap, para pasien kanker paru mendapatkan kepedulian dan perhatian yang besar. Sehingga pelayanan kanker paru bisa lebih komprehensif serta mudah diakses.
Komitmen Pemerintah Terhadap Penyakit Kanker
Besarnya beban penyakit tidak menular, termasuk kanker itu sudah disadari pemerintah sejak lama. Karenanya, pemerintah punya komitmen di mengurangi kematian yang diakibatkan penyakit tidak menular ini.
dr. Else Mutiara Sihotang, yang merupakan perwakilan dari pemerintah, yang juga merupakan Koordinator RS Pendidikan mengatakan mengenai komitmen ini. Menurut beliau, untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, pemerintah menargetkan untuk bisa mengurangi hingga sepertiga angka kematian dini akibat penyakit tidak menular, termasuk kanker. Kurun waktunya adalah hingga di tahun 2030.
Beliau juga menambahkan bahwa Kementerian Kesehatan RI tahun 2019-2024 itu menetapkan target 100% kabupaten/kota bisa melakukan deteksi dini penyakit kanker. Cakupannya lebih dari 80% populasi masyarakat usia 30-50 tahun, pada tahun 2024. Tak hanya kanker paru saja, tetapi juga kanker payudara, kanker serviks, serta kanker kolon.
Kerja Sama Multipihak dalam Tata Laksana Kanker Paru
Seperti yang diungkapkan para pembicara lain di webinar, yang menitikberatkan pentingnya skrining atau deteksi dini terhadap kanker paru, dr. Else juga mengemukakan hal yang sama. Menurut beliau, deteksi dini kanker-kanker lain itu sudah ada. Namun untuk kanker paru, itu belum ada. Karenanya pemerintah sangat membuka lebar adanya kerja sama dengan banyak pihak di dalam mengatasi kanker paru ini.
Untuk pengendalian faktor risiko dan berbagai hal yang sifatnya pencegahan terhadap kanker paru, pemerintah sudah melakukan aksi nyata. Misalnya saja program pengendalian tembakau dan rokok. Namun karena besarnya jumlah perokok aktif, yakni sekitar sebesar 33.6% dari seluruh populasi orang dewasa, menangani hal ini pemerintah tidak bisa sendiri. Dibutuhkan kerja sama dengan banyak pihak.
Dukungan Roche Indonesia dalam Tata Laksana Kanker Paru
Dalam webinar juga hadir dr. Ait-Allah Mejri, yang merupakan Presiden Direktur Roche Indonesia. Beliau mengungkapkan kebanggaannya bisa bekerja sama dalam tata laksana kanker paru di Indonesia.
Kenapa kanker paru? Karena kanker paru memiliki tingkat morbiditas dan mortalitasnya menjadi masalah kesehatan paling tinggi bagi masyarakat Indonesia. Sedangkan di Roche sendiri, kombinasi kekuatan dari divisi diagnostik dan farmasinya memberikan peluang yang besar di dalam penatalaksanaan kanker paru ini. Mulai dari penyediaan tes diagnostik penyerta dan juga personalisasi perawatan kesehatan yang benar-benar bisa diterapkan.
Oke!
Itu dia sekelumit hal mengenai kanker paru di Indonesia dan juga kilasan webinar Membuka Lebar Pintu Harapan: Meningkatkan Kesintasan Pasien Kanker Paru melalui Deteksi Dini, Diagnosis, dan Tata Laksana yang Berkualitas, yang saya ikuti beberapa hari yang lalu. Webinar itu sendiri merupakan salah satu dari rangkaian Peringatan Hari Kanker Sedunia 2022 yang dibuat oleh Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) dan IASTO (Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology) dan juga didukung oleh Roche Indonesia.
Insightful banget ya materi yang diberikan. Kita jadi tahu deh seperti apa kanker paru di Indonesia. Sebagai warga negara yang menginginkan kemajuan bangsa, tentu saja saya berharap banyak. Semoga saja, kolaborasi multipihak di dalam menangani penyakit kanker paru ini bisa lancar dan sukses. Sehingga target yang sudah ditentukan bisa tercapai.
Sebagaimana yang ditulis di atas, semua pihak bisa membantu. Begitu juga dengan kita: saya dan teman-teman semua. Cara yang paling mudah tentu adalah dengan menghindari faktor risiko. Ya, hindari rokok dan paparan asap rokok. Mungkin dengan berhenti merokok, atau bisa dengan menguranginya secara perlahan hingga akhirnya bisa berhenti total. Aamiin.
Oke deh teman-teman, sehat-sehat selalu ya. Semoga tulisan saya bermanfaat!
Lingkungan saya termasuk banyak yang merokok.Untuk menghindari saya tulis di dalam rumah no smoking di area dalam rumah,artinya siapapun yang mau merokok hanya boleh di luar rumah/teras.Karena perokok pasif sama bahayanya juga dengan perokok aktif ya katanya
BalasHapusBeruntung makk bisa mengikuti acara yang penuh manfaat senenga sekali.
BalasHapusSemoga keluaerga teman sodara kita terlindungi dari kangker paru.
Susah memang merangin rokok dari jaman kuda gigit besi, Mba. Para perokok itu kalau ga kena akibatnya ga akan berhenti. Padahal bahaya rokok tuh dah jelas banget ya, salah satunya bikin kanker paru. Paling dimulai dr diri kita sendiri aja dulu untuk menghindari pemicu kanker paru ya
BalasHapusPadahal kampanye anti rokok oleh pemerintah sudah heboh banget ya. Dengan gambar-gambar menyeramkan. Rupanya bagi yang sudah kecanduan rokok kampanye seperti itu tidak mempan. Kasus kanker paru karena rokok dan zat karsinogen terus meningkat. Semoga dengan edukasi terus seperti ini kanker yang mengerikan itu bisa bikin orang ngeri bersentuhan dengan pemicunya
BalasHapustentang kanker paru... bapak mertua baru berpulang 50 hari yang lalu karena kanker paru. mulanya dari rokok, lalu muntah darah. bertahun sering sesak napas. terus paru2nya penuh cairan. terakhir kesulitan napas sampai tidak bisa lepas dari oksigen. sungguh dasyat efek kanker paru2
BalasHapusAh iya, kanker paru emang jadi ancaman kematian terbesar ya mbak
BalasHapusHarusnya emang melakukan upaya preventif dulu ya
33.6 persen populasi dewasa adl perokok...huhuhu. Dan aku berasal dr daerah penghasil tembakau yg mana petaninya pernah demo besar2an sehubungan peraturan pemerintah ttg pengendalian tembakau. Mmg dilemaaaaa....
BalasHapusAku juga tumbuh dg kedua orangtua yg perokok. Tapi bersyukur aku ga ikutan merokok. Eh tapi alm bpkku jauh sebelum meninggal uda stop merokok. Ibuku juga demikian.
Aku tumbuh di keluarga perokok. Bapak ibuku duluuu perokok (tapi jauh sebelum meninggal, bapak sudah stop. Ibuku juga sudah lamaaa stop). Bersyukurnya aku gak ikutan merokok.
BalasHapusAku juga tumbuh di daerah penghasil tembakau. Petani2nya pernah demo besar2an sehubungan dengan peraturan pemerintah soal pengendalian tembakau.Memang dilemaaa bangeeet nih urusan rokok yang berkaitan erat dengan kanker paru. Dan angka 33.6 persen dr populasi dewasa itu gedeeee.
Ya Allah ngeri dengar kanker paru ini semoga suamiku mau berhenti merokok aamiin..bagus acaranya ya menambah wawasan peserta dan dukungan Roche Indonesia buat penanganan kanker paru ini bagus banget...
BalasHapusKanker paru jadi silent killer nomer 1 di ranah kanker. Hiks. Boleh usul di bungkus rokok gambarnya lebih gede tentang warning ini bahwa kanker paru tingkat kematiannya tinggi dan kesintasan bertahan hidup juga rendah
BalasHapusAku kadang masuk perokok pasif. Udah ngasih kode kalau gak nyama, apa daya kondisi kudu tetap kumpul. Sebenarnya ngeri banget ya kan apalagi biaya buat kanker paru ini mahal banget
BalasHapusRasanya super sedih kalau membicarakan masalah kanker.
BalasHapusSeperti yang diketahui dokter selalu mengatakan bahwa kanker bisa terjadi karena pola hidup yang tidak sehat.
Hiiks~
Kampanye hidup sehat dan menghindari konsumsi atau lingkungan dengan asap rokok ini penting.
Kampanye bahaya kanker paru di bungkus rokok itu ga mempan sama sekali malahan menurutku. Aku pernah liat bapak2 becandain gambar di kemasan rokok itu sambil megang rokok. Saaaad
BalasHapusYang namanya kenaker aja udah serem, apalagi kanker baru ya mbak :(
BalasHapusPeringatan soal kanker ini juga udah banyak di bungku dan baliho iklan rokok syangnya gak banyak yang aware :(
Bagus banget kalau kemenkes udah mulai gandeng pihak swasta utk bisa mengurangi risiko kematian akibat kanker paru ini yaa
Mendeteksi dini semua penyakit lebih penting ya teh biar bisa diatasi & mendataptkan pengobatan lebih maksimal, termasuk untuk kanker paru apalagi persentase kesintasan hidup kecil.
BalasHapusSehat selalu untuk kita semua ya dengan saling menjaga kesehatan
Duh kalau ngomong kanker paru tuh sebetulnya papaku perokok berat dan resikonya gede. Tapi beberapa kali atau ribuan kali dibilang kurangi bahkan hentikan rokok ya nggak mempan
BalasHapuskanker paru bikin sedih ya, aku termasuk yang rawan soalnya aku ada asma tapi alhamdulillah suami dna lingkungan enggak ada yang merokok. Ini bisa jadi waspada ya infonya makasih banget.
BalasHapusSemoga target untuk mengurangi hingga sepertiga kematian akibat penyakit tidak menular hingga 2030 ini bisa tercapai ya.
BalasHapusNgeri juga ya dampaknya kanker paru, dan saya baru tahu kalau ternyata menduduki peringkat pertama pula untuk tingkat kematian penderitanya. Hemm... kebanyakan penderitanya lelaki ya, dan akibat dari rokok.
Sering banget lihat perokok dan sedih loh lihat bapak2 sudah sepuh pada nekat ngrokok. Sedihnya lagi pada ngerokok enggak tahu tempat. Padahal ya, ngerokok itu merugikan banget, ya salah satunya menyebabkan kanker paru. Penyakit kanker paru ini enggak bisa diabaikan, perawatan juga mahal.
BalasHapusAngka kesintasan kanker paru ini rendah banget ya mak. Aduhh aku jadi deg2an nih ama suamiku yang perokok. Kalau dirumah sih emang nggak pernah ngerokok, tapi dia perokok sosial yang kalau ketemu temen pasti ngerokok dan bisa ngabisin banyak.
BalasHapuswah, targetnya hingga sampai tahun 2030 ya mak, mogalah bisa diwujudkan, sekarang pun moga kita segera bisa keluar dari pandemi kayak negara lain deh
BalasHapusSebagai anak yang pernah bahkan sering berhadapan dengan perokok berat, karena beliau adalah almarhum bapak saya sendiri, sempat kepikiran bagaimana kalau efeknya bakal jangka panjang contohnya ya kanker paru ini, untung saja sempat berhenti. Ini bisa jadi pelajaran bagi mereka yg masih aktif merokok agar lebih memperhtikan kesehatan
BalasHapusKadang saya khawatir juga dengan kanker paru karena posisi sebagai perokok pasif. Apalagi sekarang sedang batuk begini, khawatirnya jadi dobel2 takut kondisi paru2 nggak baik. Memang kanker paru ini dahsyat banget efeknya. Sepertinya saya juga harus menjadwalkan untuk pemeriksaan lengkap biar tenang.
BalasHapusSebenarnya di bungkus rokok juga sudah disertakan gambar dan peringatan bahaya bagi perokok, yaa... Cuma memang tidak banyak pengaruhnya. Orang-orang baru akan sadar bahaya merokok setelah mengalami sendiri sakitnya.
BalasHapusKanker Paru nih menjangkiti kakekku yang perokok berat
BalasHapusMakanya tuh sayang banget kalau keluarga dekat yang jadi korban