Manteman, ada yang pernah denger ‘Merajut Indonesia’? Jujur lho, saya sebelumnya tidak pernah tahu. Beruntung deh, beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tanggal 28 Juni 2022 lalu, saya berkesempatan ikut acara bersama Merajut Indonesia. Kebetulan, host dan narasumbernya teman yang saya kenal. Jadilah, di acara tersebut, saya tahu apa itu Merajut Indonesia.
Sejarah dan Budaya dalam Novela Platform Digital
Itu adalah tajuk yang diperbincangkan dalam acara tersebut. Seperti yang saya sebut sebelumnya, acara yang dilakukan secara langsung di platform Instagram Live ini menghadirkan dua teman saya. Evi Sri Rezeki yang menjadi host-nya dan Eva Sri Rahayu yang menjadi narasumbernya.
Acara dibuka dengan pengenalan secara singkat tentang Eva, kiprahnya dalam dunia penulisan, dan juga hasil-hasil karyanya. Barulah kemudian, Eva menceritakan tentang bagaimana perjalanan dia menulis novel, terutama novel yang berlatar sejarah, budaya, dan mitologi yang ditulisnya. Novelnya sendiri berjudul Novela Labirin Delapan. Sebuah novel yang berlatar Candi Borobudur, di mana di dalamnya bercerita mengenai 8 orang yang terjebak di sebuah ruang rahasia yang ada di Candi Borobudur. Mereka berusaha membebaskan diri dengan cara memecahkan berbagai misteri yang ada di relief ruang tersebut.
Eva bercerita, perjuangannya di dalam menulis novel tersebut. Dari mulai membangun karakter kedelapan lakon, menyusun misteri-misteri yang harus dipecahkan, plot, dan berbagai halnya. Tak lupa, Eva juga melakukan berbagai riset sejarah. Baik itu langsung di lokasi dan juga studi literatur.
Eva menjelaskan, proses riset dan proses penulisan novel Novela Labirin Delapan sudah dilakukan sejak lama, yakni sejak tahun 2019. Menurutnya, mewujudkan ide atau gagasan ke dalam sebuah karya itu memang butuh proses yang panjang. Dan tentu, saat sedang riset dan menyelami sejarah serta kebudayaan, dia sangat merasakan jejak-jejak kebudayaan. Jejak-jejak inilah yang akhirnya membuat Eva bisa berkembang.
Ada yang dirasa menantang Eva saat membuat novel dengan latar belakang sejarah. Yakni mengupayakan supaya sejarah dan budaya yang ada di dalam novelnya tidak cuma sekadar tempelan dan hiasan saja. Tetapi juga harus mampu menjadi penggerak cerita. Jangan sampai deh novelnya terkesan menjual budaya. Jadinya, di dalam novel harus memuat lebih banyak isi cerita yang berkisah mengenai sejarah atau pun mitologinya. Dan untuk bisa seperti itu, jelas dibutuhkan riset yang cukup komprehensif. Entah itu riset lapangan atau pun studi literatur.
Menurut Eva, di dalam penulisan sebuah novel itu terdapat tiga tulang punggung yang penting. Yang pertama adalah plot, yang kedua adalah struktur, dan yang ketiga adalah karakter.
Sebagai tips, untuk membuat karakter yang kuat dan nyata, Eva membuat karakter yang punya banyak masalah dan kekurangan. Selain supaya pembaca bisa merasa simpati, juga lebih terlihat real. Dalam dunia nyata juga kan, semua orang punya masalah.
Novel Novela Labirin Delapan yang dibuat Eva ini kini bisa diakses melalui platform digital. Eva yang kini lebih banyak menulis karya di platform digital, sangat tahu perbedaan di dalam menerbitkan novel secara konvensional dan menerbitkan secara digital. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Menulis novel di platform online, menurut Eva itu harus lebih cepat, tapinya bertahap. Ia juga kerap berinteraksi langsung dengan pembaca. Dan malah, di platform digital, pembaca ada kalanya bisa request cerita. Dan request-nya ini menjadi pertimbangan penulis di dalam mengembangkan bagian selanjutnya.
Ada pun novel konvensional, itu tidak seperti itu. Sebuah karya harus sudah siap secara utuh di awal untuk bisa terbit. Jadinya tidak bisa diutak-atik lagi. Jika pun mengalami proses, itu sebatas editing. Tak banyak mengubah isi cerita.
Eva juga menyinggung tentang nasib buku cetak dan menjamurnya platform online di era digital. Penerbit konvensional yang beberapa waktu lalu mengalami kemunduran karena munculnya platform digital, kini mulai menggeliat. Tak sedikit dari mereka yang kini juga mendirikan platform online sendiri. Sebuah bentuk transformasi ke arah yang positif. Dan platform juga memberi kontribusi yang besar di dalam menumbuhkan literasi pada masyarakat, sebab hal ini memudahkan masyarakat dalam mengakses bacaan.
Merajut Indonesia, PANDI, dan Mimdan
Di awal tadi saya sempat menyinggung Merajut Indonesia. Nah, Merajut Indonesia itu sebenarnya merupakan sebuah program yang diinisiasi oleh PANDI untuk mendigitalisasi aksara Nusantara yang ada di Indonesia. Bentuk dalam format digital. Jadinya ini bisa diakses dan dipergunakan di internet melalui gadget. Baik itu laptop, PC, atau pun ponsel.
Nah PANDI itu merupakan kependekatan dari Pengelola Nama Domain Indonesia. PANDI-lah yang saat ini mengembangkan website Merajut Indonesia yang diproyeksikan sebagai rujukan bagi pembelajaran aksara nusantara di kemudian hari. Tentu saja, hal ini menjadi salah satu upaya PANDI di dalam melestarikan dan mengembangkan aksara nusantara.
Keberadaan Merajut Indonesia sendiri itu ditujukan sebagai respon akan globalisasi dan modernisasi yang terjadi. Akan tetapi di sini diusahakan tetap bisa mempertahankan nilai-nilai budaya Indonesia. Bisa dibilang, ini adalah bentuk versi digitalnya, supaya generasi sekarang bisa mengaplikasikannya dan aksara nusantara tetap lestari.
Acara perbincangan Eva dan Evi beberapa waktu lalu itu disebut IG Live Bincang Mimdan #8. Mimdan ini sendiri merupakan singkatan dari Merajut Indonesia melalui Digitalisasi Aksara Nusantara. Dan acara ini diinisiasi Pandi lewat Program Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN)
Oke!
Itu dia cerita yang aku dapatkan dari perbincangan malam itu. Tepatnya di IG Live Bincang Mimdan #8 bersama Eva dan Evi. Pastinya, IG live di akun @merajut_indonesia ini sangat menambah wawasan. Teman-teman bisa juga lho ikut serta di acara yang sama. Mungkin di sesi-sesi selanjutnya. Follow dan pantengin aja deh akun Instagram @merajut_indonesia. Supaya teman-teman tidak ketinggalan mengenai informasinya.
Oke deh, semoga tulisanku bermanfaat. Sampai jumpa!
Keren nih, sekarang ada semacam transformasi dari novel tradisional ke novel digital. Pastinya cenderung ke novel digital kalo saya mah. Bisa dibaca kapan saja dengan smarthphone, dll. Lebih fleksibel dan praktis.
BalasHapussoal digitalisasi yang masuk begitu cepat, efeknya memang sangat berpengaruh pada buku cetak yang kian tertinggal. tapi sebenarnya keduanya bisa saling mendukung jika dipergunakan dengan baik.
BalasHapusKeren banget sih ini, apalagi Candi Borobudur sedang viral. Dikemas menjadi kisah petualangan dan mitos-mitos daerah, semoga karya ini bisa viral juga ya...
BalasHapusWah Eva dan Evi, 2 perempuan cantik yang punya banyak prestasi
BalasHapustapi baru kalo Eva nerbitin buku
Menarik banget, sayang terlewat pembahasan bukunya
Kadang kalau menemukan cerita bernuansa kolosal atau sejarah begitu. Aku jadi membayangkan gimana ya kehidupan di masa itu.
BalasHapusMakanya kalau nemu yang sejarahnya hanya tempelan tu jadi kecewa.
Nah kalau yang diusahakan kak Eva itu menarik. Dimana sejarah bisa jadi penggerak dalam cerita. Jadi pingin baca ceritanya akutu.
Platform digital memang makin menjamur, tapi menurutku, seleksi dalam memilih bacaan di plaform digital juga perlu dilakukan. Ngga asal pembacanya banyak trus kita wajib baca juga.
BalasHapusKeren nih info dan sharing-sharing yang disampaikan, sekarang jadi tau tentang Novela. Langsung gercep kepoin tentang ini lho..
BalasHapusIni si kembar yang sama-sama berprestasi dan karya tulisannya mumpuni. Bingung ga kalau ketemu maan yang mba Eva mana yang mba Evi hihi.
BalasHapusBtw..keren banget ya latar novel Burubudur..penasaran baca.
Asik acaranya Mimdan - Merajut Indonesia melalui Digitalisasi Aksara Nusantara inii..
Jujur loh membuat artikel/tulisan/cerpen atau novel dengan latar belakang sejarah dan budaya tuh gak gampang. Ada sisi akademis yang juga harus diangkat selain diksi sastranya. Jadi fact yang ada di 2 hal itu harus memiliki dasar ilmu yang tidak boleh melenceng dari rangkaian sejarah itu sendiri.
BalasHapusSalut banget buat Mbak Eva yang telah berhasil melahirkan novel yang berlatarbelakang sejarah dan budaya, khususnya tentang Candi Borobudur.
Kepo deh apa itu Novela dan merajut Indonesia bisa makin happy makin semangat menulis nih. Apalagi kalau udah banyak wawasan ikut webinar misalnya atau IG Live kepenulisan, auto makin semangat deh
BalasHapusSelalu salut sama dua kembar ini, sama sama penulis dan juga sering mengangkat kisah sejarah
BalasHapusSatunya di buku, satunya di platform digital
Kece
Next kalau Ada dialog digital PANDI Aku mau ah... Baru Tau ini kepanjangan Pengelola Nama Domain Indonesia... Biar tambah insight Juga nih
BalasHapusJadi penasaran, apalagi ini memadukan dengan kisah sejarah wah tentunya bakal apik ini pengemasannya.
BalasHapusAdanya di hipwee ya novelanya?
Kebayang gimana serunya membaca novel dengan latar belakang sejarah. Ini sambil menyalurkan hobi membaca, juga jadi bisa lebih mengenal sejarah negara sendiri. Belajar sejarah pun jadi lebih menyenangkan, gak kaku-kaku amat yaa
BalasHapusSi kembar yang punya hobi sama dan saling support, inspiratif banget. Iya sih ya nerbitin buku konvensional pembacanya gak sebanyak dulu, lebih banyak lewat digital
BalasHapusWah, latar belakangnya candi Borobudur, kisah sejarah dan bangunannya mewah sih. Semoga nilai-nilai budaya Indonesia terus lestari sepanjang masa.
BalasHapusya ampun ini jadi seru banget yaaa.. apalagi duo kembar mbak evi dan eva yang bawain. masih suka bingung bedain mereka berdua.
BalasHapusAku juga suka banget novel yang berlatar belakang sejarah. Biasanya kita dapat input lebih setelah baca. Gak cuma kisahnya tapi juga sejarah yg jadi latar belakang cerita tsb
BalasHapusTeh Eva mampu mengemas dengan apik Novel Novela Labirin Delapan. Ini stylenya teh Eva banget yaah..
BalasHapusBahkan penulis itu suka bener-bener masuk ke dalam karakter dalam novelnya.
Gak sabar menantikan versi digital Novela Labirin Delapan.