Hai teman-teman, apa kabar? Semoga selalu dalam keadaan sehat wal afiat ya. Alhamadulillah, saya juga saat ini sedang dalam keadaan baik-baik saja. Jangan lupa untuk selalu jaga kesehatan. Sekarang ini cuaca sedang tidak enak. Panas banget, tapi juga masih sering hujan besar. Berisiko banget deh buat kita untuk kena sakit. Terutama flu dan batuk pilek.
Hari Kusta Sedunia
Ngomong-ngomong tentang kesehatan, beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 30 Januari 2024 lalu, saya berkesempatan ikut live streaming Youtube KBR – NLR. Di kesempatan itu dibahas mengenai Hari Kusta Sedunia 2024.
Ya, saya baru tahu kalo ternyata Hari Kusta Sedunia atau World Leprocy Day itu diperingati setiap minggu terakhir di bulan Januari. Nah di tahun ini, World Leprosy Day bertepatan di tanggal 28 Januari 2024. Selain untuk meningkatkan kesadaran akan penyakit ini, acara kali itu juga menjadi sebagai momen untuk diakhirinya stigma dan diskriminasi terhadap penderita dan juga OYPMK (orang yang pernah mengalami kusta).
Asal teman-teman tahu, Menurut data WHO, Indonesia peringkat ke-3 terbanyak penyakit kusta setelah India dan Brazil. Hal ini pastinya bukanlah sebuah prestasi yang membanggakan. Sebaliknya, hal ini harus menjadi motivasi bagi semua untuk bisa segera menjadikan negara kita terbebas dari kusta.
Supaya bisa tercapai keadaan yang seperti itu, jelas penting sekali untuk menyampaikan sosialisasi mengenai aspek medis, aspek sosial, hingga pengalaman OYPMK yang telah pulih dari kusta dengan memberikan wawasan terkait kusta yang benar dan komprehensif kepada masyarakat. Sebab dengan begitu jadinya semua stigma dan presepsi negatif bisa ditransformasikan menjadi dukungan dan pengertian.
Dan selain dukungan, diperlukan juga Langkah-langkah konkret yang melibatkan OYPMK. Baik itu di dalam kegiatan sosial, ekonomi, hingga bagian pengambil kebijakan.
Paparan Pegiat Kusta dan Analis Kebijakan
Menurut Mbak Hana Krismawati, M.Sc, yang merupakan Pegiat Kusta dan Analis Kebijakan (Pusat Sistem dan Strategi Kesehatan - Minister Office), Hari Kusta tahun ini mengusung pesan yang sama dengan pesan yang dibawa WHO, yakni Beat Leprosy: Unity, Act, and Eliminate. Kenapa demikian, hal ini supaya penyakit ini benar-benar bisa hilang dari Indonesia, serta kita semua bisa mendukung para penderita untuk benar-benar sembuh. Dan untuk mencapainya dibutuhkan kesatuan dari berbagai elemen untuk bisa mewujudkan itu. Gak khusus untuk paramedis saja, tetapi masyarakat secara luas.
Di kehidupan kita sendiri, kasus kusta yang tercatat sebenarnya tinggal sedikit. Data di tahun 2023, yang terdaftar di akhir tahun jumlahnya 17.000 kasus. Hanya 1/10 dari jumlah kasus TB. Yang tidak tercatatnya jelas tidak tahu. Nah jadi, dengan tagline dan visi yang diusung di Hari Kusta Sedunia ini, seharusnya penyakit ini bisa ditangani dan dihilangkan.
Paparan Direktur Eksekutif NLR Indonesia
Menurut Pak Agus Wijayanto MMID, yang merupakan Direktur Eksekutif NLR Indonesia, NLR sudah bikin program Suka Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta. Program ini selaras dengan program pemerintah yang ingin Indonesia bebas dari kusta.
NLR sendiri itu merupakan sebuah yayasan nirlaba dan non-pemerintah yang memusatkan kerjanya pada penanggulangan kusta dan konsekuensinya di Indonesia. NLR Indonesia yang dulu masih dibimbing yayasan dari Netherland, kini jadi hanya beraliansi. NLR bisa diartikan sebagai No Leprosy Remain sejak tahun 2018.
NLR Indonesia menggunakan pendekatan tiga zero, yaitu zero transmission (nihil penularan), zero disability (nihil disabilitas) dan zero exclusion (nihil eksklusi). Visinya adalah ingin membuat Indonesia bebas dari kusta. Dan di 2040, seluruh dunia bisa bebas dari kusta. Sehingga untuk hal tersebut, NLR secara intens berkontribusi pada negara, mengingat penanganan kusta ini tidak bisa sendiri.
NLR di 5 tahun ke depan, secara menyeluruh fokus ke hal-hal di bawah ini.
- Mendorong ada kebijakan daerah yang berkaitan langsung dengan penyakit kusta. Misalnya program eliminasi, alokasi anggaran untuk kusta, dan lain-lain.
- Mengalokasikan sumber daya untuk support upaya pencegahan secara masif, misalnya pendampingan dan support petugas kusta di puskesmas, dan lain-lain.
- Untuk OYPMK, NLR mendorong, menguatkan kawan-kawan2 OYPMK agar bisa voicing their voice, menguatkan diri, dan mengaspirasi kepentingan mereka kepada pengambil kebijakan, membantu mereka untuk berjejaring dengan upaya besama masyarakat sipil yang lain dan juga disabilitas untuk inklusi, supaya suara semakin besar. Sehingga bisa didengar para pembuat kebijakan.
Di sini juga NLR ingin membuka akses dalam upaya untuk mengetuk dinas sosial, dinas tenaga kerja, sebab tantangan terbesar OYPMK itu akses terhadap livelyhood, akses terhadap kehidupan yang lebih baik. Sebab selama ini OYPMK itu susah di dalam mengakses itu karena sudah terstigma. Jadinya penghasilan sangat terbatas, pekerjaan susah didapat, padahal mereka sudah sembuh. Bahkan saat mereka sudah punya pekerjaan pun, misalnya punya usaha toko, gak laku dan gak banyak didatangi. Masyarakat secara umum masih takut.
Apakah Kusta Identik dengan Kemiskinan?
Dalam sesi tanya jawab di acara tersebut, ada sebuah pertanyaan. Adakah hubungan kemiskinan dengan penyakit kusta? Apa di daerah miskin seperti di Papua, Papua Barat, dan NTT penyakit kusta banyak?
Menurut Mbak Hana, kusta memang cenderung endemik di negara dengan penghasilan rendah. Kasarnya, kusta memang banyak terjadi di negara cenderung miskin. Ada penelitian tentang itu. Kusta memang bisa lebih berisiko terjadi pada orang yang nutrisinya cenderung kurang atau malah malnutrisi.
Di beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa kusta memang berisko juga pada orang dengan gangguan gizi. Jadi memang ada kemungkinan kusta itu gampang sekali menyerang orang yang imun dan asupan nutrisinya kurang bagus.
Tapi sekarang sudah banyak juga penelitian tentang pencarian faktor risiko lain yang menyebabkan kusta. Selain faktor nutrisi dan daya tahan tubuh yang kurang, sebab pada orang seperti itu, infeksi penyakit apapun bisa terjadi. Tak hanya kusta.
Data 2023, kusta terbesar itu di Papua, Papua Barat. Tapi NTT tidak masuk jajaran teratas. Jika dibilang wilayah miskin itu pasti banyak kustanya, ternyata tidak. Apalagi jika dilihat data absolut, bukan Papua dan Papua Barat yang jadi paling tinggi. Melainkan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun memang kalo dilihat statistik, prevalensi Papua dan Papua Barat memang besar.
Ada penelitian di China yang menyebutkan bahwa kusta ada hubungannya dengan genetik. Tapi ini tidak lantas membuat penyakit kusta jadi penyakit turunan yang menurun. Hanya saja memang di sana disebutkan ada sekitar 32 gen yang membuat vulnerability kusta pada individu. Tapi ingat, gen itu di dalam tubuh manusia ada sangat banyak, mungkin sekitar 50.000 gen. Jadi untuk bisa terhindar dari penyakit kusta, kita bisa mengendalikan sekian puluh ribu gen yang tidak berhubungan dengan kusta, dan yang di luar faktor genetiknya.
Adakah Program Khusus Agar Indonesia Bebas Kusta?
Pertanyaan yang lainnya adalah, ada program khusus agar Indonesia bisa bebas kusta?
Jawabannya menurut Pak Agus, ada tentu. Tapi upaya ini harus dilakukan bersama-sama. Kemenkes, pengambil kebijakan, pemerintah provinsi dan kabupaten, masyarakat secara umum, bahkan kita semua juga bisa berperan dan berkontribusi di dalam hal ini. Misalnya saja dengan ikut menyebarkan informasi mengenai kusta.
Contohnya, mengenai amannya bersosialisasi dengan OYPMK, kemudian juga ikut membantu dan mendorong mereka yang mungkin punya gejala penyakit kusta untuk memeriksakan diri ke rumah sakit atau puskesmas. Sebab layanan ada, obat ada, pencegahan ada, kesemuanya gratis. Supaya semua bisa tertangani. Termasuk juga mengurangi stigma.
Dari pemerintah ada program konkrit gak untuk kusta mengingat selama ini yang terdengar lebih banyak masalah stunting? Tidak benar pemerintah cuma mengurus stunting aja. Sekarang ini malah di tingkat high level, perhatian terhadap kusta justru sedang tinggi.
Menkes sendiri, Bapak Budi Gunadi Sadikin, sering mengemukakan bahwa kemenkes mengusung 6 pilar transformasi kesehatan. Nah dari ke-6 ini, salah satu yang paling melekat dan yang paling beliau concearn adalah transformasi pelayanan primer, di mana sistem layanan primer dibuat integrated di puskesmas, dilengkapi dengan equipment, tenaga kesehatan, kemudian semua logistik yang diperlukan untuk menjangkau masyarakat bahkan hingga ke level desa, yaitu ada posyandu itu dikuatkan.
Seharusnya, dengan adanya penguatan ini, kusta juga masuk. Tapi untuk kusta sendiri, di tahun ini ada peningkatan yang bahkan bisa dibilang 'gila-gilaan'. Misalnya saja digitalisasi, yang sebenarnya digitalisasi ini masuk pilar ke-6.
Di kusta, digitalisasi ini misalnya saja pelaporan kusta. Bertahun-tahun sebelumnya, pelaporan kusta dilakukan secara manual. Sekarang digitalkan. Sehingga tenaga kesehatan gampang menginput data kusta. Jadi saat ditemukan pasien baru, langsung terinput datanya. Yang kedua kemandirian obat.
Bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun, kita bergantung sama WHO. Sekarang, selain ada dropping obat dari WHO, pemerintah juga sudah berinisiatif mengadakan obat sendiri menggunakan APBN. Supaya pengobatan tidak terputus, dan stok obat tidak kosong di layanan. Yang ketiga, aktifkan Active Case Finding dan Chemoprophylaxis, sebagai upaya preventif. Untuk upaya promotifnya, nanti akan diupayakan di sistem layanan primer bagaimana mengedukasi masyarakat.
Dari sini terlihat bahwa kusta juga masuk sasaran pemerintah. Gak hanya stunting. Gak ada istilah dianaktirikan. APBN sudah menggelontorkan dana yang banyak untuk obat kusta.
Kesimpulan
Dari apa yang dipaparkan Pak Agus dan Mbak Hana bisa ditarik kesimpulan bahwa program untuk membebaskan Indonesia dari kusta itu sudah ada. Pemerintah semakin serius menanganinya. Tapi pemerintah tidak bisa sendiri. Kita juga harus ikut andil di dalamnya. Minimal dengan memberi edukasi yang benar tentang kusta, menghilangkan stigma, dan mendorong serta memberi kesempatan OYPMK untuk bisa hidup normal layaknya kita.
"NLR mengapresiasi komitmen dari kementerian kesehatan diharapkan tidak hanya di pusat tapi dieksekusi pemerintahan daerah. Apa yang dikomitmenkan di tingkat pusat bisa dikomitmenkan di tingkat daerah." - Agus Wijayanto
"Komitmen dari pemda atau daerah high endemis. Kesehatan harus adil dan merata. Sinergi pusat dan daerah diperlukan. Ayo akademisi berinovasi & berkontribusi." - Hana Krismawati
Oke!
banyak sekali hal menarik yang disampaikan di acara livestreaming hari itu. Banyak insight baru yang membuka mata saya. Semoga deh kita semua bisa ikut berkontribusi ya di dalam membebaskan Indonesia dari kusta dan mendukung para OYPMK untuk bisa hidup normal dan layak seperti kita semua. Ayo kita ikut bagian!
Kusta adalah penyakit yang bisa disembuhkan dan dieliminasi. Penyintasnya juga bisa hidup normal dan bisa berdaya guna. Tugas kita menumpas semua stigma negatif dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk hidup setara
BalasHapusSedih deh kalau melihat masih banyak stigma di masyarakat mengenai penyakit kusta, padahal kan dunia kedokteran sudah maju. Masa Covid19 aja bisa kita obati, kusta nggak, gak mungkin banget kan. Semoga dengan program yang dijalankan, kusta benar2 hilang dari Indonesia yess....
BalasHapusSalut dengan kolaborasi NLR dan KBR yang selalu aktif untuk menggaungkan tentang kusta ini. Semoga semakin banyak masyarakat yang teredukasi tentang kusta, karena sejauh ini masih banyak masyarakat yang berbicara tentang kusta hanya berdasarkan prasangka tanpa berdasar sehingga lebih banyak hoaks yang tersebar
BalasHapusKeseriusan pemerintah dalam menangani kusta harus didukung oleh semua pihak, ya. Karena Indonesia bisa bebas kusta berkat peran serta semua pihak.
BalasHapusMengenai stigma kusta yang buruk juga harus dihilangkan di kalangan masyarakat.
Aku malah baru tau kalo ternyata ada sebagian yang selama ini meyakini kusta adalab penyakit genetik. Aku pikir kusta lebih ke cara hidup yang ga higienis. Dan seperti yg diangkat sebelumnya dari nutrisi dan daya tahan tubuh yang lemah.
BalasHapussaya masih ingat dulupas kecl ibu bilang, jangan jangan sampai keluarga kita kena kusta. ternyatasetelah 40 tahun berlalu, kusta masih ada di Indonesia dan semoga angka penderita kusta semakin ditekan.
BalasHapusMakan makanan bernutrisi dan menjaga imun tubuh ternyata penting jg ya untuk menghindari penyakit kusta. Saya jg baru tau kalau Indonesia masuk peringkat ketiga, semoga dengan adanya sosialisasi seperti ini bisa menurunkan jumlah orang yg terjangkit
BalasHapuskusta bisa disembuhkan,dan sepertinya banyak yang belum tahu, semoga stigma negatif mengenai kusta ini bisa segera diberantas, sehingga teman-teman yang sedang sakit kusta bisa fokus untuk kesembuhan gak ditambahin omongan sekitar yang tidak tahu tapi kadang menyakitkan
BalasHapusDengan adanya dukungan-dukungan seperti ini, saya rasa penderita kusta sekarang jadi lebih terbantu dari segi mentalnya, karena tau sendiri kan buruknya stigma kusta selama ini Bagaimana..
BalasHapusPenyakit ini memang jadi salah satu hal yang ditakutkan banget. Semoga aja penanganannya semkin baik. Pun, sy harap stigma negatif bagi penderita dan yang telah sembuh bisa diminimalsir di masyarakat.
BalasHapusSakit kusta itu udah berat. Makin terasa berat bagi penderitanya manakala mesti berhadapan dengan stigma dari masyarakat yang gak paham.
BalasHapusTerpenting sih makan makanan nutrisi, selalu jaga imun biar terhindar dari Kusta. Penyakit ini sudah bisa disembukhkan ko
BalasHapusDiperlukan sosialisasi masif untuk masyarakat bisa tahu bahwa kusta bukan penyakit menular ya, jadinya ketika ada tetangga yang kena bisa tetap saling membantu. 6 langkah transformasi kesehatan yang dilakukan oleh menteri sebaiknya dilakukan perlahan ya. Saya masalah birokrasi kesehatan seperti surat rujukan bisa dipersingkat alurnya, terlebih untuk saudara kita yang terkena penyakit kusta sejenisnya
BalasHapusWah jadi kusta itu ternyata ada hubungannya dengan kemampuan ekonomi dan genetik ya mbak. Aku baru tahu.
BalasHapusZaman sekarang edukasi tentang kusta makin banyak, emang udah waktunya pemerintah didorong dan dibantu terus untuk menangani kusta supaya kita benar2 bisa bebas kusta ya.
Ternyata pemerintah ada program untuk membebaskan Indonesia dari kusta ya. Memang harus itu agar Indonesia terbebas dari penyakit ini.
BalasHapusMenurutku edukasi tentang stigma buruk orang-orang terhadapkusta ini perlu perhatian yang lebih serius. Penderita kusta sebaiknya di rangkul dan diberi perhatian khusus agar bisa semangat dan menjalani hidup.
BalasHapusPeringkat ketiga terbanyak ya :’) Padahal kupikir di sini sudah gak ada. Terakhir aku lihat pengidapnya sudah lamaaa sekali. Waktu aku masih kecil. Jadi sedih bacanya… Semoga kalau yang memiliki gejalanya langsung memeriksakan diri ya. Dan lingkungan sekitarnya juga care, supaya Indonesia bisa bebas kusta.
BalasHapus