Foto : Kompas |
Indonesia memang negara yang memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Sebuah semboyan ini, jelas tidak ujug-ujug begitu saja dijadikan semboyan untuk negara kita. Latar belakangnya jelas, yakni karena negara kita sangat kaya akan keberagaman. Dari mulai keberagaman tempat tinggal rakyatnya yang tersebar dari ujung Sabang sampai ujung Merauke, keberagaman bahasa, suku, ras, agama, budaya, dan lain sebagainya. Tujuannya jelas, dengan dijadikannya semboyan ini menjadi semboyan negara, rakyatnya diharapkan bisa saling bertoleransi dan juga bersatu.
Merbabu Asih Cirebon, Contoh Nyata Kampung Paling Bertoleransi di Indonesia
Jika Anda main ke Cirebon, tepatnya ke RW 008 Merbabu Asih, Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat, Anda akan melihat sebuah potret nyata toleransi masyarakat Indonesia yang luar biasa.
Bagaimana tidak, begitu masuk ke kampung ini, mata Anda akan berdecak kagum pada berdirinya bangunan-bangunan yang identik dengan agama. Ada Pura Agung Jati Pramana yang merupakan tempat ibadah umat Hindu; ada Vihara Bodhi Sejati yang merupakan tempat ibadah umat Budha; ada Masjid As-Salam yang merupakan tempat ibadah umat Islam; serta ada Panti Wreda yang dikelola umat Kristiani.
Menurut masyarakat setempat, perbedaan-perbedaan ini tidaklah membuat mereka bercerai berai dan sendiri-sendiri. Sebaliknya, mereka saling bersilaturahmi, gotong royong, dan tolong menolong, persis seperti arti dari semboyan negara kita Bhineka Tunggal Ika.
Toleransi Tinggi Menciptakan Lingkungan yang Asri
Ini yang keren. Tak hanya dalam hal toleransi saja yang menonjol di kampung ini. Ada imbas lain yang kemudian menguntungkan warga setempat. Optimalisasi toleransi ternyata tak hanya menyelesaikan permasalahan perbedaan di antara warganya saja. Berbagai persoalan lingkungan, misalnya saja seperti sampah dan banjir, ternyata juga bisa tertangani berkat toleransi ini.
Kok bisa? Sederhana saja pemikiran mereka. Mengajak semua warga yang ada di sana untuk menjadi shaleh, baik shaleh internal terhadap agama yang mereka anut; kemudian juga shaleh terhadap tetangga di sana yang berbeda agama; nantinya juga akan membuat shaleh terhadap alam dan lingkungan. Dan ketika hal itu terjadi, alam juga akan menjadi ramah terhadap orang-orang yang shaleh tersebut.
Hal pertama yang dilakukan masyarakat kampung Merbabu Asih, Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat sebagai perwujudan dari perbuatan shaleh terhadap alam adalah memilah sampah (yang nantinya ada bagian sampah yang ditabung di bank sampah) dan juga menanam pohon. Kegiatan ini sudah sejak lama mereka laksanakan, yakni sejak tahun 2009.
Filosofi yang dianut warga kampung ini di dalam kegiatan memilah sampah dan menanam pohon sangatlah unik. Mereka berbuat seperti itu dalam rangka berbuat shaleh untuk mendapatkan pahala. Yakni menciptakan lingkungan yang bersih dan asri serta lingkungan yang mampu memproduksi banyak-banyak oksigen dari pohon untuk semua orang. Dengan begitu, semua yang terlibat akan mendapatkan pahalanya.
Ah ya, sebagai tambahan informasi, bank sampah yang ada di kampung ini menggandeng pihak Pegadaian. Nantinya, sampahnya yang berupa plastik akan diterima, dicatat, dan masuk ke tabungan. Tabungannya biasanya berupa tabungan emas.
Banyak-banyak Menabung Air
Hal lain yang pro terhadap lingkungan di kampung ini adalah digantinya jalanan yang beraspal dengan paving block. Tujuannya supaya air bisa banyak terserap ke dalam tanah. Upaya serupa di dalam menyelamatkan air, yang sekaligus juga mencegah lingkungan kampung dari banjir, adalah dengan dibuatnya 118 lubang biopori. Sumur resapan air juga ada, jumlahnya sekitar 17 sumur resapan.
Mereka bilang, manusia itu sangat jor-joran dalam mengambil air tanah. Tapi kebanyakan, manusia tidak mau mengembalikan air ke dalam tanah lagi. Nah dengan dilakukannya pemasangan paving block alih-alih menggunakan aspal untuk jalan, dan kemudian juga membuat biopori dan sumur resapan, itu berarti mereka mengembalikan air ke dalam tanah. Tujuannya supaya jumlah air yang ada di alam tetap seimbang.
Jangan salah, warga RW 008 ini pernah mengalami banjir. Peristiwa tersebut sangat membekas bagi mereka. Nah karenanya sekarang mereka mengantisipasi kejadian serupa. Sebab banjir sangatlah merugikan mereka. Alhasil, kini air hujan sebanyak apapun hanya numpang lewat saja. Air tersebut segera surut. Alih-alih menjadi banjir, air tersebut malah banyak dipakai sebagai air untuk menyiram tanaman warga.
Kegiatan Pro Lingkungan Lainnya di Kampung Merbabu Asih
Warga RW 008 Merbabu Asih di Cirebon sangat mencintai lingkungannya. Tak hanya memilah sampah dan menanam pohon sebagai upaya perlindungan dari kerusakan alam, mereka juga memanfaatkan alamnya untuk bisa produktif. Untuk pohon, mereka banyak menanam pohon berbuah. Misalnya pohon mangga, jambu, hingga kelapa. Nah untuk tanaman-tanaman kecilnya, mereka banyak menanan sayur-sayuran. Ada kangkung, cabai, dan pakcoi. Tidak hanya ditanam di pinggir-pinggir jalan, aneka tanaman sayuran ini bahkan banyak yang menempel di dinding dan juga di trotoar secara berjejer di dalam polybag.
Foto : Kompas |
Produktif Membatik
Ini yang unggul lainnya dari warga RW 008 Merbabu Asih, Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat. Selain yang sudah dijelaskan sebelumnya, tingginya produktivitas mereka juga bisa dilihat dari kegiatan keseharian mereka yang membatik.
Batik tersebut juga bertema proklim. Batiknya bercerita mengenai berbagai hal yang ada di kampung mereka yang sangat bernapaskan program kampung iklim. Misalnya membuat batik buah-buahan, sayuran, atau apapun yang ada di kampung tersebut. Dan tak sampai di sana saja napas proklim terlihat dalam kegiatan membatik ini.
Batiknya yang menggunakan bahan yang lebih ramah lingkungan serta proses pembuatan batiknya yang tidak memakai malam serta kompor yang berbahan bakar minyak tanah, energi fosil, juga adalah contoh pembuktian proklim ini. Sebaliknya, mereka menggunakan lem batik yang bahannya dari tepung tapiokaserta cantingnya yang terbuat dari botol plastik bekas.
Ade Supriyadi yang merupakan warga kampung ini adalah orang yang pertama kali menemukan Teknik membatik ini. Sekarang, beliau tak hanya mampu membuat batik yang luar biasa. Beliau juga menjadi mentor bagi 15 ibu-ibu yang belajar membatik di Merbabu Asih dalam kurun waktu 8 bulan terakhir.
Jangan salah, walaupun jumlah anak mentornya masih newbie, akan tetapi mereka sudah bisa memproduksi batik sendiri sekaligus memasarkan karyanya. Batiknya sangatlah unik-unik. Tak heran jika pada akhirnya batik-batik hasil karya mereka dibeli oleh pihak yang tidak sembarangan. Dinas Lingkungan Hidup Kota Cirebon dan Kantor Kementerian Agama setempat merupakan contohnya. Pihak-pihak tersebut sudah membeli hasil batik proklim kampung ini. Harganya juga lumayan tinggi. Untuk selembar kain batik proklim yang panjang 2,5 meter, dihargai sebesar Rp300.000,00.-
Foto : Kompas |
Ade mengatakan bahwa batik kampungnya sangat unik. Isinya mengangkat kearifan lokal yang proklim. Motifnya juga tidak pasaran. Dibuat bersama-sama dengan cara patungan yang merupakan hasil ide bersama-sama juga.
Sebagai contoh motif kain batik kampung tersebut, misalnya saja adalah batik orang yang menyiram sayuran dan menyapu dedaunan yang gugur; motif ibu-ibu berhijab dan berpakaian adat sedang membuang sampah di tempatnya; dan masih banyak lagi yang lainnya.
Keren!
Itulah kata yang paling pantas disematkan pada warga RW 008 Merbabu Asih, Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat ini. Mereka sangat shaleh terhadap agamanya, terhadap agama lain, dan juga terhadap alam. Tak heran jika apa yang mereka lakukan memberi manfaat pada banyak pihak. Dan tak heran juga jika akhirnya kampung ini diberi penghargaan sebagai salah satu Kampung Berseri Astra. Apa yang mereka lakukan sangat inspiratif.
Ayo kita contoh mereka!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)