Kemaren saya nonton berita di tv. Saya kaget banget saat tahu bahwa ada anak kelas V SD di Jakarta Selatan, melakukan pemerasan terhadap teman-temannya. Gak tanggung-tanggung, jumlah uang yang diminta bisa sampai ratusan ribu. Jadi untuk bisa setor pada pemeras tersebut, para anak yang diperas, nyuri uang dari orangtuanya. Malah ada yang sampe jual perhiasan ibunya. Mereka takut dengan ancaman si pemeras yang akan nonjokin mereka jika uang tersebut tidak diberikan.
Deja vu! Peristiwa itu sama persis dengan apa yang menimpa anak kedua saya, Radit, seminggu yang lalu. Ya, Radit yang saya kira aman dari bullying seperti itu, ternyata bisa kejadian. Bahkan katanya sudah sejak setahun yang lalu. Sama, Radit juga diancam akan ditonjok si pemeras jika ngomong ke guru, ke teman-temannya, atau kepada saya.
Sebenernya saya pernah curiga dengan perubahan Radit (yang saya rasa cukup drastis) setiap kali pulang sekolah. Radit yang biasanya ceria jadi sering uring-uringan. Tapi tiap saya tanya kenapa, jawabannya selalu enggak ada apa-apa. Dan rasa curiga itu menguap begitu saja manakala setelah saya goda-goda, Radit ceria dan tertawa lagi.
Deja vu! Peristiwa itu sama persis dengan apa yang menimpa anak kedua saya, Radit, seminggu yang lalu. Ya, Radit yang saya kira aman dari bullying seperti itu, ternyata bisa kejadian. Bahkan katanya sudah sejak setahun yang lalu. Sama, Radit juga diancam akan ditonjok si pemeras jika ngomong ke guru, ke teman-temannya, atau kepada saya.
Sebenernya saya pernah curiga dengan perubahan Radit (yang saya rasa cukup drastis) setiap kali pulang sekolah. Radit yang biasanya ceria jadi sering uring-uringan. Tapi tiap saya tanya kenapa, jawabannya selalu enggak ada apa-apa. Dan rasa curiga itu menguap begitu saja manakala setelah saya goda-goda, Radit ceria dan tertawa lagi.