“Mi, waktu kecil cita-citanya apa sih?” tanya Radit sepulang sekolah, sewaktu dia masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak.
“Dokter,” jawab saya. “Eh, kok nanya cita-cita. Tadi ditanya ibu guru di sekolah?” saya balik bertanya.
“Iya,” jawab Radit pendek.
“Radit jawab apa?” tanya saya lagi.
“Enggak jawab apa-apa. Malu!” Radit terdiam.
“Kok malu?” saya terheran.
Radit cuma tersenyum.
Begitu masuk kelas 1 SD, cita-cita Radit berubah lagi. Kekaguman dia akan sosok seorang pilot yang bisa menerbangkan pesawat terbang, membuat dia ingin menjadi orang yang serupa. Ya, seorang pilot. Menurutnya, sambil mengemudi alat yang hebat, dia bisa sekalian keliling dunia.
Hobi Radit dalam bermain game ternyata juga memengaruhi cita-citanya. Tanpa banyak berpikir, dalam sebuah percakapan, dia menyatakan perubahan cita-citanya itu. Lagi-lagi alasannya hampir sama. Membuat game akan sangat mengasyikkan. Dan katanya, dia akan membuat game-game impian yang selama ini sangat diinginkannya.