Azan Maghrib senja itu terasa berbeda. Sambil merasakan perut yang ‘sedikit aneh’ dengan tangan yang tetap menyuapi anak-anak secara bergantian, aku terus bertanya-tanya.
"Inikah hari yang dinanti itu?"
Semakin malam semakin terasa. Benar saja, air hangat terus merembes di sela-sela kedua kakiku. Ya, air pelindung bayiku itu mungkin sudah pecah. Dan ini adalah saat si bocah mungil yang selama 9 bulan ini menjadi bagian dari diriku ke luar untuk melihat dunia.