23.9.13

Dilema De-A-Ka

Sejak masuk dunia penerbitan di tahun 2008, aku jadi kenal buku-buku DAK. Itu tuh, buku-buku yang dibuat dengan Dana Alokasi Khusus. Buku-buku yang dipake untuk instansi atau departemen tertentu. Yang menurut beberapa orang, itu buku erat banget sama yang namanya KKN. Ah entahlah, aku sih gak terlalu ngerti soal beginian. Bukan ga peduli. Tapi lebih baik diam toh daripada banyak ngomong tapi gak ngerti ini-itunya.

Aku sih mau curhat aja. Menulis buku DAK itu bikin dilema. Satu sisi, bisa dibilang buku ini bisa ngasilin uang cepat (wah?), tapi di sisi lain, kerjanya sangat sangkuriang banget. Bayangin aja, 1 buku yang tebelnya 40 - 80 halaman A4 dengan spasi 1,5 TNR, harus beres paling lama seminggu. Rekorku, 1 buku 1 hari. Dan saat itu, aku nulis 8 buku. Jadinya 8 hari. Gilaaaa! Padahal kan, waktu reguler nulis buku yang biasa dikasih penerbit atau agen sekitar 1 bulan. Wow! Tiap malam begadang. Jadi vampir sih mending siang bisa bobo (iya gitu? tar tanyain ah ke yayang cullen :p). Nah jadi penulis DAK? Siang depan laptop, malam depan laptop. Sampe jamuran (#lebay). Untung aja waktu itu masih berpredikat emak beranak 2. Dan belom punya orok kayak sekarang. :D Gak heran sih kalo gara-gara ke-instan-an buku-buku ini, proyek DAK seringkali rawan dengan copas dan ngaco. Dan jelas kualitasnya akan sangat berbeda dengan buku reguler. Mungkin, buku-buku yang bermasalah yang sekarang-sekarang ini marak dikeluhkan para orang tua murid akibat adanya pornografi, kata-kata kasar, atau cerita yang gak pantes untuk anak sekolah juga dihasilkan dari proyek DAK. Wuih... sotoy! Wkwkwkwk....

15.9.13

Jamu, Sebuah Alternatif Pengobatan yang Bisa Diandalkan

Sumber gambar: http://www.lchdhealthcare.org/wp-content/uploads/2012/09/Diabetes.jpg

Hari itu, tiga tahun yang lalu, adalah hari yang tak bisa saya lupakan. Bagaimana tidak, kepenasaranan saya selama beberapa minggu terakhir, terjawab sudah. Segala sakit badan; keluar-masuk kamar mandi untuk buang air kecil yang terus menerus; haus yang tiada kunjung terpuaskan; badan yang selalu letih, lemah, dan lesu; hingga penurunan berat badan yang cukup drastis, ternyata memang menguatkan dugaan saya. Diabetes mellitus. Sebuah penyakit yang disebut juga sebagai penyakit kencing manis itu, resmi divoniskan dokter terhadap bapak saya. Tak tanggung-tanggung, kadar glukosa darahnya saat itu mencapai 400 mg/dL.

Bagai tersambar petir. Diagnosis dokter tersebut sangat mengagetkan kami sekeluarga. Langsung saja, kami lemas dibuatnya. Pengalaman teman-teman bapak hingga orangtua dan saudara-saudaranya yang menderita diabetes, telah lama membuat kami berpraduga, bahwa penyakit yang satu ini tak bisa disembuhkan. Meskipun dokter mengatakan bahwa dengan pengobatan yang telaten penyakit ini bisa disembuhkan, kami, terutama bapak, tetap pesimis. Hilang sudah semangat hidup bapak. Bahkan bayang-bayang kematian, sepertinya begitu dekat dengan bapak.

11.9.13

Ulen Ketan + Bebeye Mertua


Makanan ini adalah buruan utama saat Lebaran di rumah mertua. Ulen ketan dan bebeye. Semua orang sunda kayaknya tahu makanan ini. Yupp, di beberapa daerah di Jawa Barat, tiap Lebaran, makanan ini jadi makanan khas selain ketupat. Makanan ini simpel banget. Ulen ketan goreng dan juga bebeye. Bebebye sendiri itu adalah campuran tumis kentang dan cabe yang digoreng kering. 

Aduuuh ngomong ulen ketan sama bebeye terus. Jadi ngileeeer! Lebaran, cepatlah datang.... :D